Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Jika RUU Cipta Kerja Disahkan: Begini Nasib Pekerja Kantoran

Pekerja kantoran posisinya sangat terancam apabila RUU Cipta Kerja disahkan. Dari 11 klaster yang termaktub

Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
Tribunnews.com/Seno Tri Sulistiyono
Ilustrasi_Suasana Rapat Paripurna DPR RI 

TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Pekerja kantoran posisinya sangat terancam apabila RUU Cipta Kerja disahkan. Dari 11 klaster yang termaktub dalam RUU Cipta Kerja, ancaman terhadap pekerja kantoran datang dari klaster ketenagakerjaan yang tertuang dalam BAB IV.

Begini Curhat Petugas Damkar Padamkan Aapi Gedung Kejagung

Bab tentang ketenagakerjaan ini mengubah, menghapus, atau menetapkan pengaturan baru atas beberapa ketentuan yang diatur dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, dan UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

Pengubahan, penghapusan, atau penetapan aturan baru itu dikatakan dalam draf RUU Cipta Kerja sebagai dalam rangka penguatan perlindungan kepada tenaga kerja dan meningkatkan peran tenaga kerja dalam mendukung ekosistem investasi. Namun dibalik iu semua ada empat pasal yang mengancam pekerja kantoran apabila RUU Cipta Kerja berhasil disahkan.

Pertama, pemotongan waktu istirahat, mengenai waktu istirahat, RUU Cipta Kerja menghapus libur mingguan selama dua hari untuk lima hari kerja. Pada Pasal 79 Ayat (2) poin b RUU itu disebutkan bahwa istirahat mingguan adalah satu hari untuk enam hari kerja dalam satu minggu. RUU ini juga menghapus pula cuti panjang dua bulan per enam tahun. Adapun pengaturan mengenai cuti panjang dalam RUU Cipta Kerja termaktub dalam Pasal 79 ayat (5).

Publik Idamkan Tentara Jadi Pemimpin Nasional

Cuti panjang disebut akan diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. Kedua, pengupahan, dalam RUU Cipta Kerja, terdapat dua poin yang nantinya akan berimbas langsung terhadap sistem pengupahan pekerja perkantoran.

Misalnya, Pasal 88 B RUU Cipta Kerja yang mengatur tentang standar pengupahan berdasarkan waktu. Berdasarkan pasal tersebut, pengupahan diterapkan berdasarkan satuan waktu dan satuan hasil. Tak sedikit yang menganggap bahwa skema pengupahan ini akan menjadi dasar bagi perusahaan untuk memberlakukan perhitungan upah per jam.

Lalu, Pasal 88 C, (1) Gubernur menetapkan upah minimum sebagai jaring pengaman. (2) Upah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan upah minimum provinsi.

Pada poin ini, banyak pihak khawatir, melalui aturan ini, pemerintah tengah berupaya menghilangkan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK), termasuk upah minimum sektoral.

Berikutnya, pekerja kantoran juga rentan kena PHK, RUU Cipta Kerja mengubah pula ketentuan jangka waktu untuk perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) atau pekerja kontrak. Melalui Pasal 56 Ayat (3), RUU Cipta Kerja mengatur bahwa jangka waktu atau selesainya suatu pekerjaan tertentu ditentukan berdasarkan kesepakatan para pihak.

RUU Cipta Kerja menghapuskan ketentuan Pasal 59 UU Ketenagakerjaan yang mengatur pembatasan jenis pekerjaan dan jangka waktu yang bisa diikat dengan kontrak kerja. Ketentuan mengenai perjanjian kerja PKWT dapat berakhir saat pekerjaan selesai juga membuat pekerja rentan di-PHK karena pengusaha dapat menentukan sepihak pekerjaan berakhir.

RUU Cipta Kerja juga mengubah ketentuan Pasal 61 yang salah satunya mengatur bahwa perjanjian kerja berakhir pada saat pekerjaan selesai. Klausul ini sebelumnya tidak dimuat dalam UU Ketenagakerjaan. RUU Cipta Kerja, lewat Pasal 61A, menambahkan ketentuan pengusaha wajib memberikan kompensasi kepada pekerja yang hubungan kerjanya berakhir karena berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja dan selesainya pekerjaan.

Jaksa Agung Berkantor di Badiklat Kejaksaan

Aturan tentang perjanjian kerja dalam RUU Cipta Kerja ini dinilai akan merugikan pekerja karena relasi kuasa yang timpang dalam pembuatan kesepakatan.

Jangka waktu kontrak akan berada di tangan pengusaha yang bahkan bisa membuat status kontrak menjadi abadi. Termasuk, pengusaha dapat sewaktu-waktu mem-PHK pekerja kontrak asalkan memberi kompensasi sesuai ketentuan tambahan dalam pasal 61A, yang tidak ada dalam UU Ketenagakerjaan.

Ekonom Unika Soegijapranata Semarang Andreas Lako, berpendapat RUU Cipta Kerja sesuatu yang krusial dan urgent dalam situasi pemulihan ekonomi di tengah pandemi.Terutama untuk melindungi pekerja dari radikalisme ekonomi dan melindungi dunia usaha dari radikalisme sosial.

"Kalau saya lihat itu menjadi krusial dan urgent. Secara keseluruhan dari kaca mata saya sebagai akademisi bukan dari pekerja atau aktivis pekerja, dalam konteks memberikan peningkatan perlindungan dan peningkatan kesejahteraan kepada karyawan itu RUU Cipta Kerja sudah bagus," ujarnya.

Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved