Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Tragedi Ledakan di Beirut

Meluluhlantakkan Setengah Bangunan Ibu Kota, Kenapa Amonium Nitrat Dibiarkan 6 Tahun di Beirut?

Dilansir dari CNN Kamis (6/8/2020), sebuah dokumen mengungkap bahwa 2.750 metrik ton amonium nitrat tiba di Beirut dari kapal Rusia pada 2013.

Editor: Rizali Posumah
FP PHOTO/ANWAR AMRO via KOMPAS.COM
Pemandangan yang menunjukkan kondisi Beirut, Lebanon, pada 5 Agustus 2020 setelah ledakan yang menghantam sehari sebelumnya (4/8/2020), menewaskan 100 orang dan melukai ribuan lainnya.(FP PHOTO/ANWAR AMRO). 

Perjalanan bom mengambang sampai Beirut

Beirut Lebanon terdiri dari gedung-gedung tinggi di tepi laut. Terlihat kota tersebut sudah cukup maju.
Beirut Lebanon terdiri dari gedung-gedung tinggi di tepi laut. Terlihat kota tersebut sudah cukup maju. ((AFP))

Pada 2013 MV Rhosus berangkat dari Batumi, Georgia, yang ditujukan ke Mozambik, menurut keterangan dari akun kaptennya, Boris Prokoshev.

Kapal itu membawa 2.750 metrik ton amonium nitrat, bahan kimia perindustrian yang biasanya digunakan untuk pupuk, dan bahan peledak di pertambangan.

Kapal berbendera Moldova itu sempat singgah di Yunani untuk mengisi bahan bakar.

Saat itulah pemilik kapal berkata ke para pelaut Rusia dan Ukraina, bahwa dia kehabisan uang dan mereka harus mengangkut kargo tambahan untuk menutup biaya perjalanan.

Akhirnya mereka berputar menuju Beirut.

Kapal itu milik perusahaan bernama Teto Shipping yang menurut penuturan kru, dimiliki Igor Grechushkin, pengusaha asal kota Khabarovsk yang tinggal di Siprus.

Setelah di Beirut, MV Rhosus ditahan oleh otoritas pelabuhan setempat, karena "pelanggaran berat di operasional kapal".

Kapal itu tidak membayar biaya pelabuhan, dan para kru Rusia serta Ukraina mengajukan aduan. Demikian keterangan dari Serikat Pelaut Rusia, yang berafiliasi dengan Federasi Pekerja Transportasi Internasional (ITF) yang mewakili para pelaut Rusia.

Namun setelahnya, kapal MV Rhosus tidak pernah melanjutkan perjalanan.

Para pelaut terjebak di kapal selama 11 bulan dengan sedikit persediaan pokok, menurut keterangan Kapten Prokoshev.

"Saya bersurat ke Putin setiap hari... Akhirnya, kami harus menjual bahan bakar dan menggunakan uang itu untuk menyewa pengacara, karena tidak ada bantuan."

"Pemilik kapal bahkan tidak memberi kami makanan atau air," ucap Prokoshev dalam wawancara dengan Echo Moscow pada Rabu (5/8/2020).

Singkat cerita, para awak kapal akhirnya dapat turun ke daratan.

"Menurut informasi kami, Anak Buah Kapal (ABK) Rusia kemudian dipulangkan ke negaranya... upahnya tidak dibayar," terang serikat pekerja kapal itu kepada CNN.

Halaman
1234
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved