PDIP Sulut Desak Jokowi Hapus Pajak Cengkih, WL: Harga Bisa Naik 15 Persen
Petani cengkih Sulawesi Utara menunggu ‘stimulus pajak’ dari Presiden Joko Widodo. Mereka berharap penghapusan pajak pertambahan nilai
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO – Petani cengkih Sulawesi Utara menunggu ‘stimulus pajak’ dari Presiden Joko Widodo. Mereka berharap penghapusan pajak pertambahan nilai (PPN) 10 persen untuk komoditas cengkih. Penghapusan PPN nantinya diharapkan menaikkan harga cengkih di pasaran dari Rp 60-an ribu per kilogram ke Rp 90 ribu per kg. Permintaan serupa juga untuk produk perkebunan andalan Sulut lain seperti kopra dan pala.
• 2,31 Juta Peserta BPJS Turun Kelas: Iuran Kembali Naik Mulai 1 Juli
Paulus Sembel, petani cengkih mengatakan, harusnya cengkih tak dikenakan PPN. "Sikap kami pengenaan PPN ke cengkih sangat tidak setuju, kami menolak," ujar Sekjen Forum Peduli Petani Cengkih ini ketika diskusi soal PPN Hasil Pertnian, Perkebunan dan Kehutanan di Hotel Quality, Manado, Selasa (30/6/2020).
Pengenaan PPN terhadap komoditas perkebunan memberatkan petani. Padahal harusnya petani diberi stimulus di masa Coronavirus disease 2019 (Covid-19). Penghapusan PPN ini bisa jadi satu di antaranya yang membantu petani.
PPN ini dikenakan ke pedagang antarpulau dan pedagang pengumpul yang otomatis akan terjadi penekanan harga ke petani. Harga cengkih saat ini, Rp 63 ribu per kg, menurut Sembel tak masuk akal. Hitung saja biaya produksi mulai dari pemetikan sampai penjualan, biayanya berkisar di angka Rp 70 ribu per kg. "Biaya petik cengkih 1 liter mentah Rp 5 ribu," kata dia. Jika petani ingin untung, maka harga harus ada di kisaran Rp 90 ribu per kg.
Sayangnya pemerintah tidak menetapkan cengkih sebagai komoditas strategis meski pesebarannya ada 14 provinsi se-Indonesia. Cengkih memberi kontribusi terhadap produk rokok. Petani juga dilema, mau petik cengkih tidak untung, dibiarkan tak dipetik makin rugi. "Ada istilah petani lebih baik miring daripada plaka (terbalik)," kata dia.
Jadinya petani memetik untuk kebutuhan sehari-hari, tidak untuk meningkatkan ekonomi keluarga.
Petani vanili, Max Ogotan pun mengumbar persoalan. "Petani di Sulut mau panen, tapi terjadi gejolak harga vanili," sebut Ketua Asosiasi Petani Vanili Indonesia Sulut ini. Pengenaan PPN ini untuk pedagang pengepul berimbas ke petani. PPN hanya satu di antaranya, ada lagi persoalan Amerika Serikat menaikkan tarif bea masuk barang impor dari 10 persen ke 20 persen. "Ini kenapa vanili awalnya Rp 4 juta - Rp 5 juta per kg tinggal Rp 2 juta per kg, " sebut dia.
• Putra Hendropriyono Diusulkan Masuk Kabinet: 11 Kementerian Disorot Jokowi
Max meminta wakil rakyat menyampaikan ke Presiden Jokowi agar lebih tegas lagi. "Menteri sudah mengambil kebijakan lari dari koridor tidak koordinasi dengan Presiden. Waktu lalu dilantik Presiden, komando kan dari Presiden, bukan komando menteri. Mana komando itu," sebutnya.
Marlon Sumarow dari Asosiasi Petani Cengkih juga mendesak agar putusan MK nomor 39 terkait penghapusan PPN cengkih harus dieksekusi. Hal itu baik namun belum cukup, di masa pandemi Covid 19 pemerintah akan memberi stimulus ekonomi. Kalau bisa harus didesak pemerintah menalangi cengkih petani Rp 100 ribu (per kg) bikin resi gudang ketika harga naik baru dilepas. "Ini golden momen, diberikan dana talangan beli komoditas pertanian sekarang sudah mulai panen," kata dia.
Wenny Lumentut, Ketua Fraksi Nyiur Melambai DPRD Sulut mengatakan, saat ini momennya mengingat Presiden Jokowi lagi marah-marah kinerja para menteri tak sesuai ekspektasi. "Momen ini kita manfaatkan, kejar stimulus ekonomi," kata dia.
Sudah dipimpin 6 presiden, namun nanti di era pemerintahan Jokowi hasil pertanian, perkebunan dan kehutanan kena PPN. Pengenaan PPN hasil pertanian ini dibiarkan, tidak dikoreksi para pembantu presiden. Padahal ada putusan MK nomor 39 tahun 2016 yang membatalkan pengenaan PPN hasil pertanian. "Kami memohon kepada Presiden dan Menko Perekonomian (Airlangga Hartarto) dan Menkeu (Sri Mulyani) agar PPN hasil pertanian, perkebunan, kehutanan yang dikuasai rakyat dibebaskan," kata dia.
Pertanian atau perkebunan tentu beda levelnya dengan perusahaan multinasional, "Perusahaan multinasional dikecualikan," kata Anggota DPRD Sulut ini.
Jika PPN dihapus, ia yakin akan memberi multiplayer effect di desa, ekonomi rakyat akan meningkat lagi. "Lagi pula kalau PPN ini dihapus tidak efek ke negara, justru menguntungkan rakyat tambah penghasilan nanti pajak penghasilan (PPh) meningkat,'' ujar politisi Partai Gerindra ini.
Prediksinya, jika PPN ini dihapus, harga cengkih bisa meloncat 10 persen -15 persen. Produk pertanian dan perkebunan makin banyak pemainnya maka yang diuntungkan itu petani. Diperkirakan tahun ini, Sulut akan panen 5 ribu ton cengkih, orang mau beli cengkih petani sekarang ini kena pajak.
Kata dia, menyikapi pandemi Covid-19, Presiden akan memberikan stimulus ekonomi di bidang pertanian dengan diturunkan PPN hasil pertanian tinggal 2 persen, tapi cuma untuk sawit dan cokelat. "Diikut sertakan juga kelapa, cengkih, pala, vanili hasil bumi lainnya, " ujar dia. Cengkih misalnya dikenakan PPN, padahal masih termasuk raw material untuk bahan baku, belum ada nilai tambah tapi harus bayar PPN. Kata dia, 70 persen rakyat Sulut menggantungkan harapan hidup di sektor pertanian dan perkebunan.