Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Pilkada 2020

Ini Kata Pengamat Politik Mengenai Gaya Sosialisasi Calon Pemimpin untuk Meraih Simpati Publik

Pengamat politik Universitas Sam Ratulangi, Ferry Daud Liando memberikan tanggapan terkait gaya sosialisasi calon pemimpin untuk meraih simpati publik

Penulis: Dewangga Ardhiananta | Editor: David_Kusuma
tribun manado / Dewangga Ardhiananta
Ferry Liando 

TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO - Pengamat politik Universitas Sam Ratulangi (Unsrat), Ferry Daud Liando memberikan tanggapan terkait gaya sosialisasi calon pemimpin untuk meraih simpati publik dalam Pilkada 2020.

"Tahapan Pilkada belum di mulai. Sesuai jadwal dari DPR dan Pemerintah, bahwa tahapan Pilkada baru akan dimulai pada 14 Juni 2020," kata dia kepada Tribun Manado saat dihubungi, Senin (8/6/2020).

Sehingga, tambah Ferry, norma terkait larangan-larangan atau batasan interaksi bakal calon dengan masyarakat belum memiliki dasar hukum.

"Malahan larangan baru ada ketika penetapan pasangan calon telah disahkan oleh KPUD Provinsi Sulut," jelas dia.

Sehingga, ia menambahkan, sepanjang model atau gaya sosialisasi tidak menyimpang dari prinsip etika maka cara itu masing-masing dianggap wajar.

Hadapi Pilkada Sulut, PDIP Pakai Strategi Gotong Royong

Namun, menurutnya, demikian model sosialisasi itu tidak hanya bersifat informatif tapi juga harus mengandung unsur edukatif.

"Harusnya momentum persiapan memasuki Pilkada dapat menjadi ajang penilaian publik terhadap masing-masing bakal calon yang hendak berkompetisi," ujarnya lagi.

Ia menjelaskan, banyak hal yang harus dinilai baik pengalaman kepemimpinan, keteladanan, kewibawaan, terutama soal perilaku.

"Perlu dinilai apakah mereka yang selama ini membantu masyarakat benar-benar terdorong oleh sebuah ketulusan dan panggilan hati nurani atau karena memiliki motif yang lain," ungkapnya.

Jelasnya lagi, jika ada politisi yang datang membagikan sesuatu lengkap dengan simbol-simbol pribadi atau kekuatan politik, maka ada potensi politisi seperti itu memiliki motif politik.

RINCIAN 14 Pasien Positif Covid-19 di Sulut Senin (8/6/2020), Pecah 509 Kasus, Manado Terbanyak

"Ada peluang terjadinya barter antara pemberiannya dengan keuntungan elektoral. Ada semacam tuntutan kompensasi," katanya.

"Apalagi setiap yang dilakukan disengaja dipublikasi lewat media sosial atau cetak. Dari tindakan ini masyarakat di bagian awal Pilkada sudah bisa mengevaluasi apakah iya yakin dengan pemimpin yang tidak tulus," sebutnya.

Pengamat itu mengatakan, selama ini banyak politisi yang berprinsip No Free Lunch. "Artinya setiap pemberian Harus setimpal dengan keuntungan Electoral," ucapnya.

"Banyak peristiwa terjadi bahwa ketika kalah dalam Pemilu, semua yg dibagikannya di masyarakat ditarik kembali secara paksa. Ini terjadi karena pembagian sumbangan tidak dengan ketulusan hati," terangnya.

Ivanry Matu Apresiasi Hand Sanitizer Dari Minsel, Tetty Paruntu Berpikir Entrepreneurship

Ia mengungkapkan, dapat diduga bahwa pemberian itu sebagai bentuk untuk mempopulerkan diri agar dikenal publik. Cuma saja mempopulerkan diri dengan cara instan akan sangat berbahaya bagi demokrasi.

Halaman
12
Sumber: Tribun Manado
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved