Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Dilarang Berlutut Saat Demo Kematian George Floyd, Polisi di Oklahoma Mengundurkan Diri

Semua berawal ketika demonstrasi memprotes kematian George Floyd di pusat kota Oklahoma berubah rusuh pada Sabtu pekan lalu (30/5/2020)

Editor: Finneke Wolajan
(AFP/Seth Herald)
Polisi Detroit menggunakan gas air mata untuk membubarkan demonstran yang melakukan aksi unjuk rasa atas kematian George Floyd, di Detroit, Michigan, Amerika Serikat, Minggu (31/5/2020) waktu setempat. Meninggalnya George Floyd, seorang pria keturunan Afrika-Amerika, saat ditangkap oleh polisi di Minneapolis beberapa waktu lalu memicu gelombang aksi unjuk rasa dan kerusuhan di kota-kota besar di hampir seantero Amerika Serikat. 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Seorang polisi di Oklahoma, AS, mundur dari kesatuannya setelah dilarang berlutut dalam demo George Floyd.

Dalam tayangan yang disiarkan KOCO-TV Selasa (2/6/2020), nampak mantan petugas bagian detensi, Keval Williams, berada di antara demonstran.

"Saya menyerahkan lencana saya, dan di sinilah saya berada," ujar Williams saat berada dalam demonstrasi sembari membawa kertas berisi tulisan.

Semua berawal ketika demonstrasi memprotes kematian George Floyd di pusat kota Oklahoma berubah rusuh pada Sabtu pekan lalu (30/5/2020).

Juru bicara Kantor Sheriff Oklahoma County, Mark Myers, mengatakan bahwa para perusuh itu merangsek masuk penjara, membakar mobil, dan memecahkan kaca mereka.

Dikutip New York Post Rabu (3/6/2020), untuk meredam kerusuhan itu, sheriff membutuhkan bantuan dengan mengerahkan semua kekuatan yang ada.

Saat itu, Williams mendapatkan perintah untuk membantu melindungi Penjara Oklahoma County hingga yang lebih berpengalaman datang.

Namun, Williams memutuskan untuk mengundurkan diri. "Kalian melarang saya untuk berlutut. Jadi, hari ini saya akan melakukannya," jelasnya.

Berdasarkan keterangan Myers, sang petugas tidak diperbolehkan untuk melakukannya karena dia saat itu dilarang meninggalkan posnya.

"Kami membutuhkan semua pegawai yang ada, yang sudah ditugaskan berada di penjara, untuk tetap di tempat mereka," jelas Myers.

Myers menerangkan, sebenarnya masih terdapat cara lain jika ada petugas mereka yang ingin berpartisipasi dalam unjuk rasa itu.

"Individu ini adalah petugas tahanan. Jika dia ikut protes dan meninggalkan para tahanan, jelas tak masuk akal," keluh Myers lagi.

Krisis yang menghantam AS dalam sepekan terakhir terjadi ketika George Floyd, seorang pria kulit hitam, tewas ditindih polisi di Minneapolis.

Pria 46 tahun itu tewas ketika lehernya dijepit oleh polisi kulit putih, Derek Chauvin, setelah sebelumnya dia diduga menggunakan uang palsu.

Chauvin, yang kemudian dipecat segera setelah videonya menindih Floyd viral di media sosial, ditangkap pada Jumat (29/5/2020).

Polisi yang disebut pernah bekerja di tempat yang sama dengan Floyd tersebut dijerat menggunakan pasal pembunuhan tingkat tiga dan pembunuhan tak berencana tingkat dua.

Namun yang terbaru, dia mendapatkan satu tuntutan lagi, yakni pembunuhan tingkat dua, di mana total ancamannya adalah 40 tahun penjara.

Artikel ini tayang di Kompas.com

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved