Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Konflik di Laut Cina Selatan

Demi Laut Cina Selatan, Filipina Memilih Mesra Kembali dengan AS Meski Sempat Dekati China

Selasa (2/5/2020), pemerintah Presiden Filipina Rodrigo Duterte mengumumkan bahwa Filipina telah menangguhkan rencana untuk membatalkan VFA.

Editor: Isvara Savitri
KONTAN
Presiden Filipina Rodrigo Duterte berbincang dengan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump di Manila pada 12 November 2017. 

TRIBUNMANADO.CO.ID, MANILA - Filipina menangguhkan rencana membatalkan perjanjian kunjungan pasukan atau the Visiting Forces Agreement (VFA) dengan Amerika Serikat (AS).

Filipina menjadi berubah haluan seperti itu karena masalah keamanan di Laut Cina Selatan yang disengketakan dengan China.

Selasa (2/5/2020), pemerintah Presiden Filipina Rodrigo Duterte mengumumkan bahwa Filipina telah menangguhkan rencana untuk membatalkan VFA.

Bagi AS, ini sebuah kesepakatan yang penting untuk melawan meningkatnya kekuatan regional Beijing.

Sebelumnya, Duterte telah bertolak ke China untuk mencari perdagangan dan investasi, memicu kekhawatiran AS bahwa sekutu lama dan bekas koloninya akan berubah haluan ke China.

"Karena masalah keamanan ... di bagian dunia itu (Laut Cina Selatan), kami telah melihat akan lebih bijaksana bagi kami untuk menunda pelaksanaan penghentian VFA," kata Duta Besar Filipina untuk AS Jose Manuel Romualdez kepada kantor berita ANC.

Sejak mengambil alih kekuasaan Filipina pada tahun 2016, Duterte telah bergerak lebih dekat ke China.

Namun, dia menghadapi dorongan kembali dari publik Filipina dan keprihatinan dalam militer yang waspada terhadap ambisi teritorial China di Laut Cina Selatan yang disengketakan.

Miliaran dalam perdagangan melewati jalur air strategis dan diperkirakan mengandung cadangan minyak bumi yang kaya, membuat Laut China Selatan sering menjadi sumber ketegangan regional.

Analis Filipina Richard Heydarian mengatakan penangguhan pembatalan VFA menunjukkan Duterte harus memutuskan dukungan antara China yang agresif atau  sekutu bersejarah yang telah membantu.

"Ini bukan saatnya untuk memulai perceraian yang buruk, terutama ketika China menyebarkan tentakelnya ke mana-mana," katanya.

Pakta VFA yang diteken 1998 adalah kunci bagi aliansi militer AS-Filipina yang lebih luas, dan mendukung ratusan kegiatan militer bersama setiap tahun serta bantuan bencana yang cepat dan upaya anti-teror yang sedang berlangsung.

Militer Filipina menerima pelatihan dan peralatan Amerika yang signifikan dan memperoleh pendanaan hampir US$ 555 juta dalam bantuan keamanan AS dari 2016 hingga 2019.

Duterte sempat berniat mengakhiri pakta militer dengan AS tersebut karena dipicu oleh pembatalan visa oleh AS terhadap Ronald Dela Rosa, seorang senator yang menjabat sebagai arsitek utama perang narkoba ala Duterte.

Rencananya pengakhiran pakta militer tersebut akan berlaku pada bulan Agustus 2020.

Sumber: Kontan
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved