Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Opini

Ribuan Karyawan Swasta Manado Di-PHK dan Dirumahkan Tanpa Digaji Dalam Perspektif Hukum

Bagaimana dalam perspektif hukum mengenai karyawan yang di PHK dan dirumahkan tanpa digaji ?

Editor: Maickel Karundeng
Istimewa
Vebry Tri Haryadi (Praktisi Hukum, Advokat) 

Penulis : Vebry Tri Haryadi (Praktisi Hukum, Advokat)

TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO - Pandemi Covid-19 begitu berdampak terhadap kehidupan masyarakat, baik sosial maupun ekonomi. Yang sangat disayangkan adalah terjadinya PHK serta karyawan dirumahkan tanpa menerima upah/gaji.

Dari data Disnaker ada sebanyak 6.222 Karyawan Swasta yang ada di Kota Manado, Sulawesi Utara, terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan dirumahkan tanpa gaji oleh perusahaan tempat mereka bekerja.

Angka ini membludak di bulan April lalu, dua bulan setelah kebijakan Work From Home (WFH) mulai digencarkan sampai saat ini.

Bagaimana dalam perspektif hukum mengenai karyawan yang di PHK dan dirumahkan tanpa digaji ?

Dengan kondisi saat ini, terdampak dari penyebaran virus Covid-19 tentu dialami dan dirasakan seluruh lapisan masyarakat. Namun demikian dalam PHK maupun merumahkan karyawan tanpa digaji adalah kebijakan yang harus berdasarkan peraturan perundang-undangan yang jelas. Bicara mengenai tenaga kerja, karyawan, atau buruh, maka acuannya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang (UU) No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan). Dalam UU Ketenagakerjaan dikenal dua status tenaga kerja atau karyawan dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT/kontrak) dan karyawan dengan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT/tetap).

Mengapa harus mengetahui status karyawan dalam perusahaan ? Yah, karyawan harus mengetahui, status sebagai karyawan dengan PKWT/kontrak atau sebagai karyawan dengan PKWTT/tetap, hal ini berhubungan dengan hak-hak normatif karyawan yang telah digariskan aturan ketenagakerjaan.

PHK dalam UU Ketenagakerjaan diatur pada Pasal 164 ayat (1) UU Ketenagakerjaan yaitu : “Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena perusahaan tutup yang disebabkan perusahaan mengalami kerugian secara terus-menerus selama 2 (dua) tahun, atau keadaan memaksa (force majeure), dengan ketentuan pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 1 kali ketentuan Pasal 156 ayat (2) uang penghargaan masa kerja sebesar 1 kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai dengan ketentuan Pasal 156 ayat (4)."

Menyangkut pasal PHK ini didasarkan pada status karyawan, apakah berstatus karyawan dengan PKWT atau PKWTT yang sama-sama secara normatif telah diatur oleh UU Ketenagakerjaan menyangkut hak-hak karyawan yang tentu tidak bisa diabaikan begitu saja oleh pengusaha atau perusahaan dimana tempat bekerja karyawan.

Untuk karyawan dirumahkan tanpa digaji adalah tidak dibenarkan secara aturan ketenagakerjaan. Namun untuk mengetahui secara jelas, kita dapat melihat pada Pasal 1 angka 30 UU Ketenagakerjaan, yang dimaksud dengan upah adalah "Hak Pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.”

Walau, peraturan perundang-undangan sendiri tidak mengatur/memberi penjelasan mengenai yang dimaksud dengan “dirumahkan”. Tetapi kita bisa melihat dalam Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja kepada pimpinan perusahaan di seluruh Indonesia No. SE-907/MEN/PHI-PPHI/X/2004 tentang Pencegahan Pemutusan Hubungan Kerja Massal (“SE 907/2004”) pada butir f menyatakan Pemutusan Hubungan Kerja haruslah sebagai upaya terakhir, setelah dilakukan upaya berikut : “f. Meliburkan atau Merumahkan pekerja/buruh secara bergilir untuk sementara waktu.

Namun merumahkan karyawan sesuai surat edaran tersebut, tetap perusahaan atau pengusaha membayarkan upah yang menjadi hak karyawan.

Pertanyaan selanjutnya, bagaimana kalau karyawan hanya menerim 50 persen (setengah) dari jumlah upah yang seharusnya ? hal tersebut harus dirundingkan terlebih dahulu dengan serikat pekerja maupun pekerjanya serta disepakati bersama.

Juga terdapat Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No. SE-05/M/BW/1998 Tahun 1998 tentang Upah Pekerja yang Dirumahkan Bukan Kearah Pemutusan Hubungan Kerja yang ditujukan kepada Kakanwil Disnaker yaitu:

1. Pengusaha tetap membayar upah secara penuh yaitu berupa upah pokok dan tunjangan tetap selama pekerja dirumahkan, kecuali telah diatur lain dalam Perjanjian Kerja peraturan perusahaan atau Kesepakatan Kerja Bersama.

Halaman
12
Sumber: Tribun Manado
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Ketika Penegak Jadi Pemeras

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved