Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Berita Manado

Alexander Pasikuali, Lulusan Kelas 3 SD Mampu Bikin Ratusan Kapal Laut dengan Pola Gambar di Pasir

Alexander Pasikuali (79) bisa dikatakan perintis bahari di Indonesia Timur. Jasa-jasa tak bisa dilupakan begitu saja

Penulis: | Editor: David_Kusuma
Tribun manado / Vendi Lera
Alexander Pasikuali 

Ia mengaku tak mengerti dengan berbagai istilah dalam teknik pembuatan kapal. Karena cuma sempat sekolah sampai kelas 3 SD.

Satu kapal membutuhkan waktu pengerjaan antara satu sampai dua tahun. Kecepatan pengerjaan tergantung pada ketersediaan bahan yang dibutuhkan.

Dikisahkannya, ia memimpin langsung semua proses pekerjaan dari pemilihan bahan baku kayu di hutan, pebuatan struktur, interior dan pengecatan.

Kayu sebagai bahan baku didapat dari kepulauan Sangihe, Sulawesi Tengah, Maluku dan Papua.

"Saya sendiri ikut masuk hutan untuk memilih kayu yang tepat,” kata dia.

Kluster Karombasan Jadi Tempat Penyebaran Covid-19 di Sulut, Dandel Minta Masyarakat Waspada

Kapal-Kapal buatannya itulah yang kemudian meramaikan jalur niaga laut antar pulau Indonesia Timur sekaligus merintis jalur yang menghubungkan Sulawesi Utara dengan pulau-pulau di Maluku hingga Papua.

Jasanya sebagai perintis awal pembangunan kapal-kapal kayu bertonase besar yang berhasil menguak keterpencilan pulau-pulau di Indonesia Timur inilah yang menginspirasi Harian Sinar Harapan menjuluki Alexander Pasikuali sebagai “Anak Ajaib” putus sekolah namun berotak kelas insinyur.

Bekal Tradisi dan Kemampuan Pertukangan menjadi dasar Opa Pena membuat kapal laut. Sehingga banyak orang datang belajar.

Sekitar seratusan murid kini telah menjadi ahli pembuat kapal di berbagai daerah di Indonesia baik jenis kapal berkonstruksi kayu hingga yang berkonstruksi besi.

Ilmu pertukangan yang dimilikinya harus diwariskan karena hal tersebut merupakan salah satu misi dalam pelajaran hidup yang diajarkan para pendeta di masa lalu.

Pemprov Sulut Raih Double Hattrick Laporan Keuangan Wajar Tanpa Pengecualian

Hanya yang menyedihkannya, di hari-hari tuanya adalah kebijakan pemerintah saat ini yang melarang para tukang pembuat kapal yang tak punya ijazah insinyur mengerjakan kapal-kapal bertonase besar.

Contohnya Simon Kumbe mampu membangun kapal berkonstruksi besi baja yang besarnya di atas 1.000 GT. Jangankan ijazah insinyur, Simon Kumbe bahkan tidak tahu membaca sama sekali.

"Saya mendidik dia keahlian membangun kapal sejak Simon masih remaja. Dialah yang paling pintar dari murid saya. Bayangkan bila kemampuan sehebat ini lalu dihadang oleh kebijakan pelarangan itu,” ucapnya. (Ven)

Menteri Agama Rencanakan Rumah Ibadah Dibuka Saat Penerapan PSBB, Ini Penjelasanya

Sumber: Tribun Manado
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved