Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Berita Manado

Alexander Pasikuali, Lulusan Kelas 3 SD Mampu Bikin Ratusan Kapal Laut dengan Pola Gambar di Pasir

Alexander Pasikuali (79) bisa dikatakan perintis bahari di Indonesia Timur. Jasa-jasa tak bisa dilupakan begitu saja

Penulis: | Editor: David_Kusuma
Tribun manado / Vendi Lera
Alexander Pasikuali 

TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO - Alexander Pasikuali (79) bisa dikatakan perintis bahari di Indonesia Timur.

Jasa-jasa tak bisa dilupakan begitu saja, karena lewat kedua tangan Opa Pena sapaan akrab Alexander Pasikuali kapal dari kayu tercipta.

Pada era 1970 hingga awal 1990, aktivitas pelayaran laut di Indonesia Timur baru, dilayani beberapa Kapal Niaga yang dioperasikan PT Pelni.

Contohnya Pulau-pulau terluar Sulawesi Utara, seperti Talaud hanya dikunjungi kapal antara 2 minggu hingga 1 bulan sekali.

Kondisi semacam ini juga terjadi di beberapa wilayah Indonesia Timur seperti Maluku.

Ketat, Seperti ini Skrining Kesehatan Exemption Flight di Bandara Samrat Manado

Kurangnya sarana angkutan antar pulau ini menyebabkan akses manusia dan denyut ekonomi kawasan Timur sulit merangkak naik. Terutama pasokan pangan.

Kondisi inilah yang mendorong dunia Alexander Pasikuali merintis pembangunan kapal-kapal kayu bertonase dari 100 hingga 600 GT (Gross Tonnage).

Puluhan kapal bertonase besar di antanya: KM Patmos, KM Kalvari, KM Sentosa, KM Agape, KM Agape Jaya, KM Verolis, KM Agape Mulia, KM Agape 1, KM Agape 2, KM Monalisa, KM Teluk Tahuna (Cargo), KM Agape star, KM Agape Indah, KM Ave Maria, KM Teratai, KM Getsemani.

KM Agape Sejati, serta puluhan kapal Pajeko, Kapal Ikan Viber, Kapal Pesiar, Kapal Puskesmas keliling, dan ratusan berbagai jenis perahu.

Saat diwawancara tribunmanado.id, Senin (11/5/2020), dia mengaku belajar bikin kapal dari orang Filipina.

Ia bercerita, waktu 1960-an tertangkap di perairan Filipina, karena menyelundupkan barang. Sempat ditahan dan dipenjara.

Boltim Dapatkan Predikat WTP 7 Kali Berturut dari BPK, Meike Mamahit: Hasil Perjuangan Kita Semua

Sewaktu di sana, bertugas menjadi koki. Jadi bebas ke mana saja. Pada satu waktu datang ke pantai dan melihat orang bikin perahu. Lama-kelamanan akhirnya mengerti bikin kapal.

"Saya hanya lulusan Sekolah Dasar. Bikin kapal hanya digambar di tanah atau pasir," ujar Alexander Pasikuali.

Kata dia, delegasi peneliti dan insinyur perkapalan dari ITB di tahun 1990 dibuat terkejut, bagaimana mungkin seorang lepasan kelas 3 SD (Sekolah Dasar) mampu membangun kapal niaga hingga bertonase 600 GT.

“Saya jawab, kami berguru pada alam,” ujar Opa Pasikuali, saat menjawab pertanyaan para ahli perkapalan itu di seputar keseimbangan struktur kapal.

DPRD Bolmong Apresiasi Pemkab Bolmong Atas Opini WDP dari BPK

Ia mengaku tak mengerti dengan berbagai istilah dalam teknik pembuatan kapal. Karena cuma sempat sekolah sampai kelas 3 SD.

Satu kapal membutuhkan waktu pengerjaan antara satu sampai dua tahun. Kecepatan pengerjaan tergantung pada ketersediaan bahan yang dibutuhkan.

Dikisahkannya, ia memimpin langsung semua proses pekerjaan dari pemilihan bahan baku kayu di hutan, pebuatan struktur, interior dan pengecatan.

Kayu sebagai bahan baku didapat dari kepulauan Sangihe, Sulawesi Tengah, Maluku dan Papua.

"Saya sendiri ikut masuk hutan untuk memilih kayu yang tepat,” kata dia.

Kluster Karombasan Jadi Tempat Penyebaran Covid-19 di Sulut, Dandel Minta Masyarakat Waspada

Kapal-Kapal buatannya itulah yang kemudian meramaikan jalur niaga laut antar pulau Indonesia Timur sekaligus merintis jalur yang menghubungkan Sulawesi Utara dengan pulau-pulau di Maluku hingga Papua.

Jasanya sebagai perintis awal pembangunan kapal-kapal kayu bertonase besar yang berhasil menguak keterpencilan pulau-pulau di Indonesia Timur inilah yang menginspirasi Harian Sinar Harapan menjuluki Alexander Pasikuali sebagai “Anak Ajaib” putus sekolah namun berotak kelas insinyur.

Bekal Tradisi dan Kemampuan Pertukangan menjadi dasar Opa Pena membuat kapal laut. Sehingga banyak orang datang belajar.

Sekitar seratusan murid kini telah menjadi ahli pembuat kapal di berbagai daerah di Indonesia baik jenis kapal berkonstruksi kayu hingga yang berkonstruksi besi.

Ilmu pertukangan yang dimilikinya harus diwariskan karena hal tersebut merupakan salah satu misi dalam pelajaran hidup yang diajarkan para pendeta di masa lalu.

Pemprov Sulut Raih Double Hattrick Laporan Keuangan Wajar Tanpa Pengecualian

Hanya yang menyedihkannya, di hari-hari tuanya adalah kebijakan pemerintah saat ini yang melarang para tukang pembuat kapal yang tak punya ijazah insinyur mengerjakan kapal-kapal bertonase besar.

Contohnya Simon Kumbe mampu membangun kapal berkonstruksi besi baja yang besarnya di atas 1.000 GT. Jangankan ijazah insinyur, Simon Kumbe bahkan tidak tahu membaca sama sekali.

"Saya mendidik dia keahlian membangun kapal sejak Simon masih remaja. Dialah yang paling pintar dari murid saya. Bayangkan bila kemampuan sehebat ini lalu dihadang oleh kebijakan pelarangan itu,” ucapnya. (Ven)

Menteri Agama Rencanakan Rumah Ibadah Dibuka Saat Penerapan PSBB, Ini Penjelasanya

Sumber: Tribun Manado
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved