Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

ICW Desak KPK Tangkap Sjamsul Nursalim

Indonesia Corruption Watch (ICW) mendorong Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengusut kasus dugaan korupsi penerbitan

Editor: Lodie_Tombeg
Kompas.com
logo Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Gedung KPK. 

TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) mendorong Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengusut kasus dugaan korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI).

Lari dari Corona: 18 WNI Tempuh Perjalanan Darat 1.032 Km

Termasuk dengan meminta bantuan otoritas Singapura untuk memburu dan menangkap pemegang saham Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI), Sjamsul Nursalim dan istrinya Itjih Nursalim yang menjadi buronan atas kasus korupsi yang merugikan keuangan negara hingga Rp 4,58 triliun.

"KPK bisa cepat bertindak menghubungi otoritas penegak hukum di Singapura untuk melakukan berbagai tindakan, misalnya upaya paksa berupa penangkapan karena kerugian keuangan negara Rp 4,58 triliun," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam diskusi melalui layanan konferensi video, Minggu (19/4).

ICW menyatakan, KPK tidak perlu menunggu putusan Peninjauan Kembali (PK) mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung yang divonis lepas dalam putusan kasasi Mahkamah Agung (MA).

Ditegaskan Kurnia, bukti-bukti yang dimiliki KPK sudah kuat membuktikan adanya korupsi terkait pemberian SKL BLBI kepada Sjamsul.  Untuk itu, Sjamsul dan Itjih seharusnya dapat dibawa KPK ke ruang persidangan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.

"Tidak ada masalah dalam pandangan kita. Walaupun putusan Syafruddin itu lepas, tidak ada kendala sama sekali untuk KPK menyidik kasus Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim. Jangan sampai justru langkah KPK menyerah dengan menggunakan metode [persidangan] in absentia terhadap Sjamsul ataupun Itjih," ujarnya.

Lark Hadirkan Platform Digital Penunjang WFH: Mampu Membentuk Obrolan 5.000 Peserta

Kurnia menagih janji pimpinan KPK jilid V untuk menuntaskan megakorupsi ini.  Apalagi, kata Kurnia, KPK diburu waktu menuntaskan kasus BLBI lantaran masa daluarsa kasus ini jatuh pada 2022 atau 18 tahun sejak SKL BLBI diterbitkan BPPN pada 2004 yang menjadi tempus delicti atau waktu terjadinya suatu tindak pidana.

"Harus diingat BLBI ini ada daluarsanya. Jadi urgensi semakin tinggi untuk KPK segera mengungkap kasus ini," jelasnya.

KPK telah menetapkan Sjamsul Nursalim dan istrinya, Itjih Nursalim sebagai sebagai daftar pencarian orang (DPO) atau buronan terkait kasus dugaan korupsi penerbitan SKL BLBI yang menjerat pasangan suami istri itu sebagai tersangka. 

Lembaga antirasuah itu telah mengirimkan surat kepada Kapolri dan jajarannya terkait status Sjamsul sebagai DPO.  Dalam surat itu, KPK juga meminta jajaran Kepolisian membantu mencari Sjamsul dan Itjih.

Dalam kasus yang sama, Majelis Hakim Kasasi MA mengabulkan permohonan Kasasi Syafruddin.  Dalam amar putusannya yang dibacakan pada 9 Juli tahun lalu, Majelis Hakim Agung membatalkan putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang menjatuhkan hukuman 15 tahun pidana penjara dan denda Rp1 miliar subsider 3 bulan kurungan terhadap Syafruddin.

Majelis Hakim Agung menyatakan terdakwa Syafruddin terbukti melakukan perbuatan sebagaimana didakwakan, akan tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana.  Dengan demikian, Majelis Hakim Agung menyatakan melepaskan terdakwa Syafruddin dari segala tuntutan hukum dan memerintahkan agar Syafruddin dikeluarkan dari tahanan.

Namun, Hakim Ketua Salman Luthan sependapat dengan putusan Pengadilan tingkat pertama dan tingkat kedua yang menyatakan perbuatan Syafruddin merupakan tindak pidana korupsi. 

Sementara Hakim Anggota Syamsul Rakan Chaniago berpendapat perbuatan Syafruddin merupakan perbuatan hukum perdata, sedangkan Hakim Anggota M. Askin menyatakan perbuatan Syafruddin merupakan perbuatan hukum administrasi.

Kurnia menegaskan, bukti-bukti yang dimiliki KPK telah tegas menyatakan adanya tindak pidana yang dilakukan Syafruddin.  Bukti-bukti tersebut setidaknya telah diuji dari Pengadilan tingkat pertama hingga tingkat banding yang menjatuhkan hukuman 15 tahun pidana terhadap Syafruddin.

Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved