Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Tangkal Virus Corona

Tak Ingin Dunia Bergantung pada Vaksin, WHO Bakal Perpanjang Masa Lockdown Pandemi Virus Corona

Sebaran virus corona ini memaksa banyak negara menerapkan kebijakan lockdown untuk mencegah penyebaran yang lebih luas.

Editor: Alexander Pattyranie
KONTAN
Ilustrasi WHO. 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Hingga kini dunia masih terus berusaha melawan pandemi virus corona/Covid-19.

Pasalnya, Covid-19 ini terus menyebar ke setiap celah banyak negara.

Dikutip dari Warta Kota, data terakhir yang dikutip dari Worldometers, ada 198 negara yang telah menyatakan adanya kasus terkait virus corona.

Angka kasusnya tercatat 467.520 kasus yang sudah terkonfirmasi, dengan 21.174 orang meninggal dunia, dan 113.808 pasien sembuh.

Lalu kapan wabah virus corona berakhir? 

Sebaran virus corona ini memaksa banyak negara menerapkan kebijakan lockdown untuk mencegah penyebaran yang lebih luas.

Interaksi antarsesama pun dibatasi dengan keras,

Memaksa orang untuk tetap berada di rumah, pembubaran massa yang berkerumun di jalan-jalan hingga penutupan fasilitas umum.

Peristiwa ini tentu belum pernah terjadi sebelumnya dalam krisis kesehatan global.

Sehingga, banyak yang bertanya-tanya sampai kapan krisis kesehatan global ini akan berakhir.

Melansir Kompas.com, para ahli kesehatan jauh lebih waspada.

Sebab, melonggarkan aturan pembatasan demi mengurangi dampak ekonomi dan sosial dapat berisiko pada gelombang kedua kasus virus corona.

"Kita berada di masa lockdown untuk jangka panjang, setidaknya satu atau dua bulan lagi," kata Eric Feigl-Ding, ekonom kesehatan global di Harvard Chan School of Public Health, kepada CNBC Capital Connection hari Senin.

"Virus ini tidak akan hilang dalam tiga minggu ke depan, tidak peduli bagaimana kita ingin membandingkan dengan Wuhan," kata Feigl-Ding, merujuk pada kasus-kasus virus corona di AS.

"Ini bukan Wuhan kita tidak bisa mengalihkan seperempat dokter dan perawat dari bagian lain negara untuk datang ke satu pusat pandemi seperti yang dilakukan Cina. Jadi, sekali lagi, kita berada di masa ini setidaknya selama dua bulan atau lebih."

Ia mengatakan, mungkin vaksin bisa tersedia lebih cepat dari 12 bulan jika ilmuwan bisa berhasil melewati tahapan ujicoba dan memberikannya kepada banyak orang dengan cepat.

Sejak muncul dari Wuhan China pada akhir 2019, virus corona telah menyebar ke 190 negara.

Hingga saat ini, virus telah menginfeksi lebih dari 390.000 orang secara global, menurut data yang dikumpulkan oleh Johns Hopkins University, dengan angka kematian 17.156 orang.

"Saya tidak bisa melihat tiba-tiba minggu depan atau dua minggu dari sekarang semua ini akan berakhir. Saya kira tidak ada peluang untuk itu." Demikian kata Dr. Anthony Fauci, direktur National Institute of Allergy and Infectious Disease, dalam sebuah wawancara di acara NBC "TODAY" akhir pekan lalu.

Menunggu vaksin

ILUSTRASI - Foto Angkatan Darat AS pada 8 Maret 2020 menunjukkan seorang karyawan USAMRIID (Institut Penelitian Medis Angkatan Darat Amerika Serikat) sedang melakukan penelitian terhadap virus coronavirus baru, COVID-19.
ILUSTRASI - Foto Angkatan Darat AS pada 8 Maret 2020 menunjukkan seorang karyawan USAMRIID (Institut Penelitian Medis Angkatan Darat Amerika Serikat) sedang melakukan penelitian terhadap virus coronavirus baru, COVID-19. (ERIN BOLLING / US ARMY / AFP)

Saat ini, tidak ada vaksinasi yang tersedia untuk virus corona dan para ahli kesehatan tidak ingin vaksin tersebut tersedia untuk umum dalam waktu yang lama.

Diperlukan langkah-langkah intensif dan disrupsi sosial untuk "menekan transmisi ke level rendah," menurut profesor Neil Ferguson dari Imperial College London.

"Kemungkinan langkah-langkah seperti itu --terutama social distancing dalam skala besar-- perlu dilakukan selama berbulan-bulan, mungkin sampai vaksin tersedia," kata Ferguson dalam laporan yang diterbitkan 17 Maret.

Pada laporan yang sama, para ilmuwan di Imperial College London memperkirakan perlu waktu hingga 18 bulan, setidaknya, untuk menemukan vaksin COVID-19.

WHO telah menekankan perlunya warga negara untuk mengambil tindakan kolektif.

Badan kesehatan telah mendorong orang di seluruh dunia menerapkan berbagai tindakan higienis. 

Kekebalan kelompok vs kurva rata

Toko-toko tertutup terlihat di sebuah pasar di Islamabad, ibukota Pakistan, pada 23 Maret 2020. Pakistan pada Senin mengumumkan akan mengunci provinsi Punjab timur beberapa jam setelah mengunci provinsi Sindh selatan untuk mengekang penyebaran COVID-19 setelah jumlah yang terinfeksi pasien naik di atas 800 di seluruh negeri, kata para pejabat.
Toko-toko tertutup terlihat di sebuah pasar di Islamabad, ibukota Pakistan, pada 23 Maret 2020. Pakistan pada Senin mengumumkan akan mengunci provinsi Punjab timur beberapa jam setelah mengunci provinsi Sindh selatan untuk mengekang penyebaran COVID-19 setelah jumlah yang terinfeksi pasien naik di atas 800 di seluruh negeri, kata para pejabat. (Xinhua/Ahmad Kamal)

Satu lagi yang disebut solusi untuk pandemi virus corona dapat terjadi ketika banyak orang telah mengembangkan kekebalan terhadap wabah melalui infeksi.

Konsep kontroversial ini dikenal sebagai "herd immunity" atau "kekebalan kelompok."

Herd immunity sedang diterapkan di Swedia, dan tampaknya diberlakukan di Inggris dan Belanda sebelum kedua negara mengubah pendekatan mereka.

Baik Inggris dan Belanda mengingatkan metode ini kemungkinan akan membanjiri sistem kesehatan dan meningkatkan jumlah kematian.

Sebaliknya, WHO telah berulang kali menekankan pentingnya "meratakan kurva" untuk mengatasi pandemi.

Gagasan meratakan kurva adalah untuk menekan jumlah kasus baru dalam periode yang lebih lama, sehingga orang memiliki akses lebih baik ke perawatan medis.

Berikut data terakhir 10 negara dengan jumlah kasus terbanyak di Dunia:

1. China 81.218 kasus, 3.281 kematian, dan 73.650 orang sembuh.

2. Italia 74.386 kasus, 7.503 kematian, dan 9.362 sembuh

3. Amerika Serikat 65.527 kasus, 928 kematian, dan 9.362 sembuh.

4. Spanyol 49.515 kasus, 3.647 kematian, dan 5.367 sembuh.

5. Jerman 37.323 kasus, 206 kematian, dan 3.547 sembuh.

6. Iran 27.017 kasus, 2.077 kematian, dan 9.625 sembuh.

7. Perancis 25.233 kasus, 1.331 kematian, dan 3.900 sembuh.

8. Swiss 10.897 kasus, 153 kematian, dan 131 sembuh

9. Inggris 9.529 kasus, 465 kematian, dan 135 sembuh.

10. Korea Selatan 9.137 kasus, 126 kematian, dan 3.730 sembuh

(Wartakotalive/Dian Anditya Mutiara)

BERITA TERPOPULER :

 Kabar Baik Virus Corona: Pasien Sembuh dari Covid-19 Meningkat Pesat, Berikut Daftarnya

 HOAKS: Bayi Baru Lahir Berbicara, Makan Telur Rebus Sebelum Jam 12 Malam untuk Cegah Virus Corona

 BEREDAR HOAKS Bayi Baru Lahir Langsung Berbicara dan Bahas Soal Jam 12 Malam Terkait Virus Corona

TONTON JUGA :

Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul Kata WHO Masa Lockdown Bakal Diperpanjang, Lalu Kapan Wabah Virus Corona Berakhir?

Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved