Satu Terduga Teroris Berhasil Diringkus Densus 88
Seorang warga berinisial DP (41) diamankan Tim Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri di Kelurahan Tanjung Gadang Sungai Pinago.
"Aku ingin mengutarakan hak-hakku," tegas Malala.
"Aku tidak ingin di masa depan hanya duduk di ruangan, terkurung oleh empat dinding hanya untuk memasak dan melahirkan anak. Aku tidak ingin hidupku seperti itu."
Tulisan Malala ramai dibaca banyak orang. Namanya tidak dicantumkan di blog itu, tetapi Malala juga tidak segan untuk mengungkapkan pendapatnya ke khalayak umum.
Februari 2009, pembawa acara televisi Pakistan, Hamid Mir, mengunjunginya di Swat.
"Aku terkejut ada seorang gadis kecil di Swat yang berani angkat bicara penuh percaya diri, penuh keberanian, dan sangat lantang," kata Mir.
"Tapi di saat yang bersamaan aku khawatir dengan keselamatannya, dan keamanan keluarganya."
Tiga tahun kemudian kekhawatiran Mir terbukti dengan penembakan yang dialami Malala.

Gadis kecil itu tertembak karena vokal menentang aturan Taliban.
Peluru menembus kepala bagian kirinya, mengenai lehernya, lalu bersarang di punggungnya.
Malala langsung dilarikan ke rumah sakit, dan dilakukan sejumlah operasi untuk menyelamatkan nyawanya.
Beruntung, gerak cepat tim medis dapat menyelamatkan nyawanya.
12 Juli 2013, sembilan bulan setelah penembakan itu, Malala berpidato di markas PBB di New York, menyampaikan pendapatnya dan disiarkan ke seluruh dunia.
"Satu anak, satu guru, satu buku, satu pena bisa mengubah dunia," ucapnya dengan lantang.
Kutipan lain dari ucapan perempuan yang kini berusia 22 tahun itu juga sangat mendunia.
"Saya memiliki hak mendapat pendidikan. Saya punya hak untuk bermain."
"Saya punya hak untuk bicara. Saya punya hak untuk ke pasar. Saya punya hak untuk berpendapat."
• Kecelakaan Kapal Paspampres, 4 Jenazah Ditemukan, 1 di Antaranya Dandim
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Biografi Tokoh Dunia: Malala Yousafzai, Melantang bagi Pendidikan Anak" dan "Densus 88 Tangkap Satu Terduga Teroris di Payakumbuh".