Hari Raya Imlek
Dari Zaman Jepang sampai Gus Dur, Ini Sejarah Imlek di Indonesia!
Imlek selalu dirayakan dengan semarak oleh mayoritas masyarakat Tionghoa di Indonesia.
TRIBUNMANADO.CO.ID - Hari Raya Imlek atau Tahun Baru China tak lama lagi berlangsung.
Tepatnya pada 25 Januari 2020 akhir pekan ini.
Imlek selalu dirayakan dengan semarak oleh mayoritas masyarakat Tionghoa di Indonesia sejak era kepemimpinan Abdurrahman Wahid atau Gus Dur,
Perayaan dilakukan di banyak kota besar.
Lengkap dengan lampu-lampu lampion dan pertunjukan barongsai serta liong bisa dilakukan di ruang terbuka.
Zaman pendudukan Jepang
Jauh sebelum Gus Dur, pernah pada zaman pendudukan Jepang, imlek tahun 1943 dijadikan sebagai hari libur resmi.
Penetapan itu termaktub dalam Keputusan Osamu Seirei No 26 tanggal 1 Agustus 1943.
Inilah pertama kali dalam sejarah Tionghoa di Indonesia, di mana Imlek menjadi hari libur resmi.
Zaman kemerdekaan
Tomy Su Koordinator Masyarakat Pelangi Pencinta Indonesia, seperti dikutip dari
Harian Kompas (8/2/2005) menyebut, di masa awal revolusi, Pemerintah Republik Indonesia juga
mengizinkan perayaan tahun baru China oleh masyarakat Tionghoa.
Presiden Soekarno mengeluarkan maklumat boleh mengibarkan bendera kebangsaan Tiongkok dalam
setiap hari raya bangsa Tionghoa.
Pada tahun ajaran 1946/1947, tiga hari raya Tionghoa (Imlek, wafatnya nabi Konghucu, dan Tsing Bing) dijadikan hari libur resmi.
Orde baru
Kondisi berubah setelah meletusnya peristiwa G30S. Rezim Orde Baru dengan Inpres No 14/1967
membuat Imlek terlarang dirayakan di depan publik.
Pertunjukan barongsai, liang liong harus sembunyi; lagu Mandarin tidak boleh diputar di radio.
Selama 32 tahun Orba berkuasa, tidak pernah ada imlek yang meriah seperti tahun-tahun terakhir ini.
Tomy mengatakan, ada 21 peraturan perundangan yang diterapkan Soeharto, beraroma rasis terhadap Tionghoa.
Hal itu bisa terlihat dari ditutupnya sekolah-sekolah berbahasa pengantar China (1966), kehidupan
masyarakat Tionghoa diawasi dengan keluarnya Inpres No 14/1967 tentang larangan agama,
kepercayaan, dan adat istiadat China, proses naturalisasi (1969).
"Ethnic cleansing atas Tionghoa tidak hanya dalam pengertian fisik, tetapi juga pemusnahan segala
hal yang berbau Tionghoa, termasuk kebudayaan dan tradisi agamanya," tulis Tomy.
Imlek sepi
Dampaknya, tahun baru imlek di masa orde baru sepi. Harian Kompas 1 Februari 1973 ketika itu menulis,
sebagian besar masyarakat keturunan yang berumur di bawah 40 tahun sudah tidak lagi merayakan imlek.
Generasi yang lebih muda bahkan tidak mengetahui kapan Tahun Baru China atau Imlek jika tidak
diberitahu oleh generasi yang lebih tua.
Reformasi
Kemudian pada 17 Januari 2000, Gus Dur mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2000.
Isi dari inpres tersebut mencabut Inpres No 14/1967 yang dibuat Soeharto tentang agama, kepercayaan, dan adat istiadat China.
Setelah keluarnya inpres itu, masyarakat Tionghoa kembali dapat merayakan tahun baru Imlek di ruang publik.
"Maka setiap kali menjelang perayaan Imlek, saya selalu ingat Gus Dur.
Sejak menjabat sebagai Ketua Nahdlatul Ulama, tiada henti Gus Dur membela penganut aliran kepercayaan
dan pemeluk Konghucu untuk memperoleh haknya sebagai warga negara," kata FX Triyas Hadi Prihantoro,
guru SMA Pangudi Luhur Santo Yosef Surakarta.
Megawati Soekarnoputri, Presiden kelima Republik Indonesia kemudian menyempurnakan keputusan
Gus Dur dengan menetapkan Imlek sebagai hari libur nasional pada tahun 2003.
(Kompas.com/Rizal Setyo Nugroho)
BERITA TERPOPULER :
• Terbaru Hasil Autopsi Lina Zubaedah: Diduga Pembunuhan Berencana, Ada Tanda di 10 Jari Ibunda Iky
• TERBARU, Mayat di Jalan AA Maramis Ternyata Pejalan Kaki Mau Menyeberang Lalu Ditabrak Sepeda Motor
• Ini Pangkat dan Jabatan Pemasok Senjata KKB Intan Jaya yang Tewas Ditembak Tim Gabungan TNI/Polri
TONTON JUGA :
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Sejarah Imlek di Indonesia, dari Zaman Jepang, Orde Baru sampai Gus Dur"