Cerita Jokowi soal Sikap Mohammad Natsir dan Gus Dur pada Sahabatnya yang Rayakan Natal
Ketika Hari Raya Natal, Bapak Natsir selalu berkunjung ke rumah Bapak I. J. Kasimo.
TRIBUNMANADO.CO.ID - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menghadiri Perayaan Natal Nasional Tahun 2019, di Sentul International Convention Center (SICC), Bogor, Jawa Barat, Jumat (27/12) malam.
Jokowi dalam sambutannya mengingatkan, persahabatan sejati sudah lama menjadi roh bangsa Indonesia selama ratusan tahun nenek moyang kita hidup bersama, damai, harmonis dalam persahabatan, dalam persaudaraan yang tulus, yang sejati tanpa membeda-bedakan agama, suku, dan ras.
“Nilai-nilai persaudaraan inilah yang mengikat keindonesiaan kita di masa lalu, di saat ini, maupun di masa yang akan datang,” kata Presiden Jokowi
Dengan hidup sebagai satu saudara, satu sahabat, menurut Kepala Negara, kita akan sigap mengulurkan tangan jika saudara-saudara kita dalam kesusahan.
Dengan hidup sebagai satu saudara, satu sahabat, membuat kita selalu mudah menyodorkan solidaritas ketika saudara kita memerlukan bantuan.
Dengan hidup sebagai satu saudara, satu sahabat, membuat kita tidak ragu untuk saling mengingatkan.
Dengan hidup sebagai satu saudara dan satu sahabat, lanjut Kepala Negara,juga tidak pernah sulit kita semuanya untuk bergandengan dengan bergotong-royong berkolaborasi untuk mencapai tujuan besar bangsa kita, Indonesia.
Presiden Jokowi menunjuk contoh keteladanan yang diberikan tokoh-tokoh bangsa Indonesia tentang indahnya, berharganya persahabatan dan persaudaraan, sebagaimana dilakukan oleh pendiri Masyumi, tokoh Islam terkemuka Mohammad Natsir yang bersahabat dengan Ignatius Jonathan Kasimo sebagai seorang tokoh Katolik.
“Ketika Hari Raya Natal, Bapak Natsir selalu berkunjung ke rumah Bapak I. J. Kasimo.
Sebaliknya, pada saat Idulfitri, Bapak I. J. Kasimo juga datang berkunjung ke rumah Bapak Natsir,” ungkap Presiden seraya menambahkan, inilah teladan indahnya persahabatan di antara dua tokoh bangsa.
Demikian juga dengan cerita keakraban Gus Dur (KH. Abdurrahman Wahid) dengan Romo Mangun (YB. Mangunwijaya), menurut Presiden, juga bisa menjadi inspirasi bagi kita semuanya bagaimana Pancasila diwujudkan dalam persahabatan yang nyata.
“Mereka tidak mempersoalkan perbedaan. Mereka berbeda agama tetapi tetap bersahabat seperti bersaudara,” tutur Kepala Negara.
Namun Kepala Negara juga mengingatkan bahwa dalam perjalanan sejarah kita juga sering diuji apakah kita mampu menjaga kebersamaan di antara kita, apakah kita mampu merawat persaudaraan dan persahabatan di antara kita.
Dan pada momen-momen tertentu ada saja yang mencoba-coba mengganggu kedamaian hubungan antarsuku, antaragama, menggoyang-goyang keharmonisan hubungan kita semuanya, atau bahkan menebar kebencian dan intoleransi dalam kebersamaan kita.
“Tapi saya yakin, saya meyakini dengan semangat persaudaraan dan persahabatan yang sangat kuat, kita akan selalu mampu menghadapi semuanya. Saya memiliki keyakinan itu,” tegas Kepala Negara.