News
Tiga Presiden Selain Donald Trump Pernah Menghadapi Pemakzulan, Ada Yang Kena Pasal Sumpah Palsu
Inilah tiga presiden selain Donald Trump yang pernah menghadapi pemakzulan. Andrew Johnson, Richard Nixon, dan Bill Clinton.
TRIBUNMANADO.CO.ID - Sepanjang sejarah pemerintahan Amerika Serikat, rupanya ada tiga presiden yang pernah menghadapi proses pemakzulan.
Kendati demikian, tak ada presiden yang benar-benar bisa digulingkan melalui pemakzulan itu.
Diantara tiga presiden itu, dua sempat menjalani proses pemakzulan, sementara satu lainnya mengundurkan diri sebelum proesnya berlangsung.
Dari 45 presiden yang pernah memimpin Amerika Serikat, berikut tiga presiden selain Donald Trump yang pernah menghadapi pemakzulan:
1. Andrew Johnson (1868)
Dorongan Presiden Andrew Johnson dari Partai Demokrat untuk rekonstruksi pascaperang saudara AS, termasuk dengan mengintegrasikan kembali negara-negara bagian di selatan ke dalam Serikat, menempatkannya dalam konflik dengan Kongres.
Kongres memveto semua undang-undang, termasuk "Kode Hitam", yakni hukum rasis yang dipilih oleh perwakilan dari Selatan.
Dalam kebuntuan, Johnson memecat menteri perangnya, mendorong Kongres untuk meluncurkan proses pemakzulan, yang pertama dalam sejarah AS.
Pada 24 Februari 1868, Dewan Perwakilan Rakyat AS memilih 11 pasal pemakzulan, terutama atas upaya Johnson dalam menggantikan pejabat yang ditunjuk oleh Senat.
Namun setelah menjalani persidangan selama sepekan, di bulan Mei, Senat kekurangan satu suara untuk mencapai mayoritas dua pertiga, sebagai syarat untuk menjatuhkan hukuman.
Johnson tetap menjabat sebagai presiden namun kehilangan dukungan dari partainya untuk kembali mencalonkan diri dalam pemilu berikutnya dan masuk ke Senat lima tahun kemudian.
2. Richard Nixon (1974)
Selama masa kampanye pada tahun 1972 untuk pemilihan kembali dalam pemilu, Presiden Richard Nixon dari Partai Republik, terlibat dalam upaya penyadapan di kantor pusat Partai Demokrat di Gedung Watergate, Washington.
Operasi itu terbongkar dan para pelaku tertangkap. Skandal itu pun terungkap dalam sebuah laporan investigasi yang dilakukan surat kabar Washington Post.
Nixon berupaya menutupi keterlibatannya dalam operasi tersebut, namun pada 24 Juli 1974, Mahkamah Agung AS memerintahkannya untuk menyerahkan rekaman rahasia dari percakapan di Ruang Oval.