Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Hukuman Mati Bagi Koruptor

Emrus Sihombing Tak Yakin Pemerintah Bersama DPR Bisa Mewujudkan Hukuman Mati Bagi Koruptor

Seorang Pakar komunikasi politik menilai memang sangat sulit pemerintah bersama DPR mewujudkan hukuman mati bagi koruptor.

Tribunnews.com/Reza Deni
Pengamat Politik, Emrus Sihombing 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Wacana hukuman mati bagi koruptor tampaknya akan sulit diwujudkan. Karena tak sejalan dengan tren dunia saat ini yakni melakukan penghapusan hukuman mati. Dunia lebih kepada memperjuangkan hak asasi manusia. 

Demikian menurut Emrus Sihombing. Pakar komunikasi politik ini menilai memang sangat sulit pemerintah bersama DPR mewujudkan hukuman mati bagi koruptor lewat revisi Undang-Undang (UU) Tindak Pidana Korupsi.

"Memungkinkah pemerintah bersama DPR RI berhasil merumuskan hukuman mati terhadap koruptor di masa periode kedua pemerintahan Jokowi? Tentu jawabnya sangat sulit diwujudkan," ujar Emrus Sihombing kepada Tribunnews.com, Minggu (15/12/2019).

Dia mengatakan, tren dunia saat ini, utamanya negara maju yang lebih beradab menuju "kesepakatan" penghapusan hukuman mati.

Selain itu, lembaga HAM internasional selalu memperjuangkan hak azasi manusia, terutama hak hidup seseorang sebagai warga dunia yang merupakan hak azasi paling mendasar setiap manusia.

Sebab, kehidupan yang dimiliki seseorang bukanlah pemberian manusia terhadap manusia lainnya.

"Artinya, kehidupan seseorang jauh lebih berharga daripada tindakan yang dilakukannya sekalipun melanggar UU sebagai buatan manusia," katanya.

Kemudian kata dia, Pancasila sebagai dasar negara, bisa dilihat pada sila kedua Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab (keberadaban).

Karena itu, Indonesia sangat menjungjung tinggi keadaban di semua hal, utamanya jaminan untuk hidup seseorang dari negara.

Hal tersebut menjadi salah satu hakekat nilai dari turunan Sila Kedua Pancasila yaitu, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.

Karena itu, Indonesia sejatinya bergerak naik keadabannya dari waktu ke waktu.

Bangsa beradab harus menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan itu sendiri, termasuk penghapusan hukuman mati.

"Untuk membangun keadaban itu, maka tingkat pendidikan, standar moral kemanusiaan, HAM, etika, kejujuran harus menjadi keutamaan dalam proses pembangunan dan perubahan yang terjadi di Indonesia," jelasnya.

Lalu bagaimana memberi efek jera kepada pelaku korupsi agar tidak mengulangi perbuatannya dan sekaligus mendidik anggota masyarakat lainnya supaya tidak melakukan korupsi?

Menurut dia, perlu dilakukan hukuman tambahan (pemberatan) dengan kerja sosial.

Misalnya, dia mencontohkan, bersih-bersih taman Monas dan halaman Istana selama setahun dengan mengenakan baju tahanan warna orange bertuliskan nama lengkap, modus korupsinya, dan jumlah kerugian negara dengan huruf warna putih.

"Kemudian menyita semua kekayaan milik keluarga inti (pemiskinan), serta mencabut hak politiknya minimal selama 20 tahun ke depan," ucapnya. (*)

Pernyataan Presiden Jokowi

Presiden Joko Widodo mengatakan di Hari Antikorupsi Sedunia jika hukuman mati bagi koruptor bisa diberlakukan.

Lantas syaratnya adalah ada kehendak dari masyarakat.

Pernyataan itu ia sampaikan di SMKN 57 Jakarta, pada Senin (9/12/2019).

Jawaban dari Presiden Jokowi membuat banyak pihak bereaksi.

Ada yang mendukung, ada pula yang mengecam.

Pasalnya undang-undang yang mengatur tentang hukuman mati bagi koruptor sudah ada sejak tahun 2001.

Hal itu dibenarkan Ahli Hukum Pidana, Agus Riwanto saat dihubungi Tribunnews.com, Selasa (10/12/2019).

"Jadi sebenarnya hukuman mati itu secara eksplisit ya, sudah diatur di Undang-undang No 20 tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi di pasal 2 ayat 2," ujarnya.

Agus mengatakan Undang-undang tersebut berlaku jika negara dalam keadaan krisis dan terjadi bencana.

"Di pasal itu dikatakan kalau orang korupsi dapat dihukum mati, dalam 2 kategori, pertama jika negara dalam keadaan krisis dan kedua dalam keadaan bencana, itu bisa dihukum mati," ucap Agus.

Agus pun mempertanyakan jawaban Presiden Jokowi.

Jokowi menyebut undang-undang yang mengatur hukuman mati jika diberlakukan harus ada kehendak rakyat.

"Pertanyaannya adalah hukuman mati yang dimaksud presiden itu yang bagaimana?"

"Apakah ingin memperkuat pasal itu, atau dia ingin merubah undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi?"

Yang menurut Agus bisa dengan mencantumkan hukuman mati itu bukan dalam keadaan krisis dan tidak dalam keadaan bencana, tetapi dalam keadaan apapun.

"Ini yang perlu diklarifikasi oleh Presiden," ujar Agus.

Agus menuturkan, Ia setuju jika ada hukuman mati bagi para koruptor.

"Hukuman mati itu secara pribadi saya cocok yah, karena di dalam hukum pidana, sanksi hukuman itu kan ada pidana pokok dan pidana tambahan,"

"Pidana pokoknya itu, pidana penjara, 0 sampai 20 tahun, kalau dia bisa maksimal itu dia bisa hukuman mati," tutur Agus.

Agus juga menjelaskan mengenai hukuman mati menurut putusan MK tahun 2007.

"Di putusan MK tahun 2007, hukuman mati masih diberlakukan untuk dua hal, pertama tindak pidana narkotika, dan kedua tindak pidana teroris," tuturnya kepada Tribunnews.com.

Agus memberikan saran jika seharusnya hukuman mati bagi koruptor tidak hanya sebagai wacana saja.

"Nah korupsi itu berlaku di pasal 2 ayat 2 itu ada disitu, masalahnya adalah presiden selaku kepala negara itu seharusnya tidak berhenti di wacana," ujar Agus.

Agus juga menyampaikan jika harapan publik harusnya Presiden benar-benar mengajukan Rancangan Undang-undang tentang perlunya hukuman mati bagi koruptor.

"Harapan publik harusnya begini, Undang-undang itukan yang mengusulkan DPR dan Presiden, sehingga presiden mengatakan, 'Saya ingin mengajukan RUU tentang perlunya hukuman mati bagi koruptor. Jadi bukan sekedar dalam keadaan darurat bencana maupun dalam keadaan krisis," ujar Agus.

Sebelumnya diberitakan, Presiden Jokowi menghadiri pentas drama "Prestasi Tanpa Korupsi" di SMKN 57 Jakarta.

Dalam kunjungannya itu, Jokowi sempat ditanya oleh satu di antara siswa SMK 57 mengenai hukum di Indonesia yang tak tegas untuk koruptor.

Pertanyaan tersebut diajukan oleh Harley Hermansyah, seorang siswa kelas XII Jurusan Tata Boga.

"Kenapa negara kita dalam mengatasi koruptor tidak terlalu tegas, kenapa tidak berani seperti di negara maju misalnya dihukum mati," kata Harley yang dikutip dari Kompas.com.

Sesaat setelah pertanyaan tersebut terlontar, Harley mendapatkan apresiasi dari semua siswa yang hadir.

Sontak siswa-siswa tersebut langsung bertepuk tangan bersama.

Selain itu Presiden Jokowi juga ikut menanggapi dengan tertawa kecil saat mendengar pertanyaan tersebut.

Setelah itu, Jokowi langsung menjawabnya, ia menjelaskan jika undang-undang sekarang memang tidak mengatur hukuman mati.

"Ya kalau di undang-undangnya memang ada yang korupsi dihukum mati itu akan dilakukan. Tapi, di UU tidak ada yang korupsi dihukum mati," ujar Jokowi.

Jokowi lantas menjelaskan jika aturan hukuman mati untuk koruptor bisa saja diterapkan.

Syaratnya adalah jika memang ada kehendak yang kuat dari masyarakat.

Jokowi juga menambahkan penerapan hukuman mati dapat diatur sebagai satu di antara sanksi pemidanaan.

Sanksi tersebut ada dalam Undang-undang (UU) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) melalui mekanisme revisi di DPR.

"Itu yang pertama kehendak masyarakat, kalau masyarakat berkehendak seperti itu dalam rancangan UU pidana tipikor, itu (bisa) dimasukkan," kata Jokowi.

Menurutnya, jika ada keinginan dan dorongan kuat dari masyarakat maka DPR akan mendengarnya.

Namun Jokowi juga menekankan keinginan hukuman mati untuk koruptor juga akan kembali pada komitmen sembilan fraksi di DPR.

"Sekali lagi juga termasuk yang ada di legislatif," lanjut Jokowi.

Sementara itu, Jokowi tak menjawab dengan tegas apakah dari pihak pemerintah akan menginisiasi hukuman tersebut.

Menurut Jokowi, hal itu kembali lagi pada kehendak masyarakat.

(Tribunnews.com/Maliana)

 Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Hukuman Mati Terhadap Koruptor Dinilai Sulit Diwujudkan, Ini Alasannya dan dengan judul Jokowi Beri Komentar Soal Hukuman Mati Bagi Koruptor, Ini Tanggapan Ahli Hukum

Subscribe YouTube Channel Tribun Manado:

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved