Materi Khilafah Dipindah dari Fiqih ke Sejarah
Menteri Agama Fachrul Razi memastikan tidak ada penghapusan materi tentang khilafah dan jihad dalam mata pelajaran agama Islam.
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
Meski demikian, Ace menekankan bahwa konsep khilafah tidak tepat dan tidak mungkin diterapkan di Indonesia untuk saat ini. Sebab, dalam pendirian bangsa, para pendahulu menyepakati Indonesia menganut sistem pemerintahan Republik dengan dasar negara Pancasila.
”Argumen ini yang seharusnya ditanamkan kepada para anak didik agar mereka memahami tentang penting memperkuat nilai-nilai kebangsaan sebagai pilihan bernegara kita,” kata dia.
Menteri Agama, kata dia, juga tak perlu sampai menghapus materi sejarah tentang khilafah. Materi tersebut tetap perlu dimuat dilengkapi pengertian bahwa Indonesia tidak bisa menerapkan sistem khilafah.
”Kami di Pesantren dulu belajar tentang konsep fiqh siyasi (fiqih politik) yang mengacu pada Kitab Ahkam Al-Sultoniyah karangan Imam Mawardi yang memuat tentang konsep politik khilafah. Bukan berarti kami mengikuti ajaran itu karena itu tidak mungkin diterapkan dalam sistem politik saat ini,” imbuhnya.
Senada dengan Ace, Ketua Komisi VIII DPR RI Yandri Susanto menilai rencana Kemenag yang menghapus materi tentang khilafah dan jihad di mata pelaran Fiqih adalah sesuatu yang tidak bijak. Kebijakan itu dinilai hanya akan menimbulkan permasalahan baru bagi bangsa Indonesia. Politisi PAN itu menghargai apabila pemerintah ingin mengatasi persoalan radikalisme.
Namun, menurutnya jangan sampai langkah yang diambil justru menimbulkan masalah baru. ”Jangan sampai pemerintah itu menyelesaikan persoalan, justru menimbulkan persoalan baru. Atau memadamkan api yang kecil, nanti khawatir saya malah timbul api yang lebih besar,” ucap Yandri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (9/12).
Yandri menilai kebijakan itu tidak tepat karena orang yang belajar khilafah bukan berarti ingin mendirikan negara khilafah. ”Sama kalau saya baca sejarah PKI, apakah saya PKI? Enggak juga. Atau saya belajar Hitler, masa saya dianggap Hitler. Atau saya belajar Nazi, masa dianggap Nazi,” katanya. (tribun network/rin/mam/dod)