News
Kisah Penderita HIV, Menerima dan Mengampuni Adalah Obatnya
"Sejak kena HIV kami sekeluargadikucilkan. Bahkan ibadah pun rasanya sulit. Orang orang tak mau datang beribadah di rumah kami,"
Penulis: Arthur_Rompis | Editor: Maickel Karundeng
TRIBUNMANADO.CO.ID - Kehidupan M tak lagi sama. Semenjak terdeteksi positif HIV tahun lalu, ibu rumah tangga ini, lebih banyak menyepi.
Keriuhan di dunia luar tak lagi jadi bagiannya.
"Sejak kena HIV kami sekeluarga dikucilkan. Bahkan ibadah pun rasanya sulit. Orang-orang tak mau datang beribadah di rumah kami. Yang datang enggan menyentuh kue yang kami sediakan," beber dia.
M beserta suaminya serta seorang anak mereka yang masih berusia 2 tahun positif HIV dalam pemeriksaan tahun lalu.
Sang anak sempat berkali-kali menjalani pemeriksaan di RS Kandou karena kesehatannya drop.
Sebut M, dunia serasa hanya bertiga saja.
Kesenangan dinikmati bertiga, pun derita dibagi rata ibu, ayah dan anak ini.
Ia membeber terjangkit penyakit mematikan ini dari suaminya.
Sang suami bekerja di kapal.
"Saya menduga ia terkena waktu tindik tato di salah satu pulau wisata," kata dia.
Suatu ketika sang suami sakit dan tak sembuh sembuh.
Desanya ketika itu heboh dengan banyaknya warga yang kena HIV.
"Di desa kami banyak warga yang kerja di Papua atau di luar. Kasus HIV terungkap dan pemeriksaan HIV pun dilakukan
massal dan suami saya ternyata positif," kata dia.
M coba meyakinkan diri tidak kena penyakit itu.
Ia pun menjalani pemeriksaan dengan was-was.