Ahok Berhak Berkontribusi kepada Negara
Keluarga mendukung langkah mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok melanjutkan kiprahnya sebagai Komisaris Utama
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Keluarga mendukung langkah mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok melanjutkan kiprahnya sebagai Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) kendati hal itu menuai pro kontra. Bagi keluarga, setiap Warga Negara Indonesia (WNI), termasuk Ahok, berhak berkontribusi kepada bangsa dan negara.
Hal itu disampaikan adik Basuki Tjahaja Purnama, Fifi Lety Tjahaja Purnama, kepada Tribun, Minggu (24/11).
• Dian Sastrowardoyo dan Gubernur Ganjar Pranowo Puji Pidato Nadiem Makarim, Jelas Visinya
"Semua anak bangsa di negara ini bisa turut melayani, mengabdi, dan memberikan talenta terbaik, berbakti kepada negara," kata Fifi.
Menurut Fifi, sebagai warga yang baik harus bersedia melaksanakan ketika mendapat tugas dari negara, termasuk menjadi komisaris utama di perusahaan negara atau BUMN. "Karena melayani negara dan rakyat adalah kewajiban setiap warga negara," ujarnya.
Sebelumnya, Menteri BUMN Erick Thohir mengangkat Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sebagai Komisaris Utama Pertamina. Terpilihnya Ahok disebutkan telah melalui penilaian Tim Penilai Akhir (TPA) yang diketuai Presiden Joko Widodo. Ahok dipilih karena kemampuannya dan adanya keinginan pemerintah untuk melakukan gebrakan di Pertamina.
Dukungan untuk Ahok datan dari elite partai politik pendukungan pemerintah. Namun, tak sedikit yang menolak masuknya Ahok ke Pertamina meski sebatas menjabat komisaris utama.
Penolakan di antaranya karena Ahok berstatus mantan narapidana kasus penodaan agama serta kerap mengeluarkan pernyataan tajam dan menimbulkan kontroversial. Karena faktor itu, dikhawatirkan kehadiran Ahok justru menambah masalah baru di Pertamina, khususnya dalam pengelolaan penambangan minyak dan gas bumi.
Selain itu, diangkatnya Ahok menjadi orang utama yang mengawasi kinerja direksi Pertamina lantaran faktor kedekatannya dengan Presiden Jokowi.
Bahkan, penolakan datang dari serikat pekerja Pertamina sebelum Ahok resmi diangkat sebagai komisaris utama.
Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Abdul Kadir Karding meyakini penunjukkan Ahok sebagai Komut Pertamina tidak terlepas karena rekam jejaknya yang baik sewaktu menjadi Gubernur DKI Jakarta (19 November 2014- 9 Mei 2017).
• Tanda-tanda Serangan Jantung, Dari Sakit Perut hingga Insomnia
Dan menurutnya Ahok sebagai pemimpin memiliki integritas yang sudah teruji dan terbukti. Begitu juga dengan cara kerjanya. "Selain itu legacynya Ahok itu jelas," ujarnya.
Karding meminta semua pihak untuk memberikan waktu untuk Ahok berbuat yang terbaik untuk Pertamina. "Jadi tidak perlu terlalu dirisaukan. Kita lihat saja dulu, apa sesuai atau tidak dengan target-target yang disampaikan Kementerian BUMN. Jadi kita berikan waktu dulu," jelasnya.
Penolakan di antaranya datang dari Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, yang juga Ketua BKSAP DPR, Fadli Zon. Ia merasa heran dengan terpilihnya Ahok menjadi Komut PT Pertamina. Fadli mempertanyakan kemampuan mantan Gubernur DKI Jakarta itu.
"Biar masyarakat yang menilai. Kalau saya menilai kayak nggak ada orang lain aja gitu, kenapa, apa sih hebatnya? Menurut saya sih biasa-biasa saja. Tapi, kan itu menimbulkan tokoh-tokoh atau orang-orang dan masyarakat yang selama ini kontra terhadap Ahok menjadi tidak suka," kata Fadli Zon.
Ikuti Jejak Ayah jadi Kontraktor Tambang
Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok mengawali karir kontraktor atau pengusaha mengikuti jejak ayahnya. Selepas menjadi sarjana Teknik Geologi dari Universitas Trisakti, Ahok pulang kampung ke Belitung dan mendirikan CV Panda pada 1989. Perusahaan itu bergerak di bidang pertambangan, sebagai kontraktor PT Timah. Dia pernah bekerja di perusahaan kontraktor pembangunan pembangkit listrik, PT Simaxindo Primadya, di Jakarta. Dia menjadi staf direksi bidang analisis biaya dan keuangan proyek.
Pada 1992, Ahok mendirikan PT Nurinda Ekapersada di Belitung Timur. Perusahaan itu didirikan sebagai persiapan membangun pabrik Gravel Pack Sand (GPS) pada tahun 1995.
Pada 2004, Ahok bergabung ke Partai Perhimpunan Indonesia Baru (PPIB) yang saat itu dipimpin Dr Sjahrir. Dia langsung mengikuti pemilihan legislatif dan terpilih sebagai anggota DPRD Kabupaten Belitung Timur periode 2004-2009. Di DPRD, Ahok menolak terlibat praktik korupsi. Ia menolak mengambil uang perjalanan dinas fiktif. Ia dikenal masyarakat karena menjadi satu-satunya anggota Dewan yang berani dan sering menemui warga.
Baru tujuh bulan di DPRD, Ahok didorong mengikuti pemilihan bupati setempat. Karirnya moncer, lantaran terpilih sebagai Bupati Belitung Timur periode 2005-2010.
Setahun kemudian, Ahok mengundurkan diri sebagai bupati dan mencoba peruntungan mengikuti Pemilihan Gubernur Bangka Belitung pada 2006. Saat itu, dia gagal menjadi orang nomor satu di Babel.
• Mahfud MD Dukung Ahok jadi Komisaris Pertamina Namun Tolak jadi Presiden dan Menteri
Pada 2009, ia maju sebagai calon anggota DPR RI dari Partai Golkar. Meski ditempatkan di nomor urut empat, Ahok berhasil meraih suara terbanyak dan terpilih sebagai anggota DPR RI periode 2009-2014.
Tak butuh waktu lama di Parlemen, pada 2012, Partai Gerindra pimpinan Prabowo Subianto kepincut dengan Ahok untuk mendampingi Jokowi sebagai calon wakil gubernur DKI Jakarta pada Pilgub DKI Jakarta 2012. Pasangan Jokowi-Ahok memenangi pilgub tersebut.
Namun, dua tahun berikutnya, PDI Perjuangan memamjukan Jokowi sebagai calon presiden didampingi Jusuf Kalla pada Pilpres 2014. Lantas, Ahok naik menjadi Gubernur DKI.
Mulai saat itulah namanya selalu jadi perhatian publik seluruh Indonesia. Dengan gaya kepemimpinan yang terlalu jujur dan berani, Ahok merebut hati masyarakat. Di sisi lain, kejujuran dan keberaniannya ini yang membuatnya tersandung berbagai kasus dan mendapat banyak musuh.
Pada 2016, Ahok dilaporkan ke kepolisian atas kasus penistaan agama berdasarkan pidato yang diunggahnya saat sedang kunjungan kerja di Kepulauan Seribu. Berbagai gelombang unjuk rasa memprotes Ahok dicopot dan dipenjara. Bahkan, Ahok kalah saat dalam pertarungan Pilkada DKI Jakarta 2017.
Seusai kalah pilkada, pengadilan memvonis Ahok bersalah melakukan penistaan agama. Ia pun dihukum dua tahun penjara sejak 9 Mei 2017.
Selepas bebas dari penjara pada 24 Januari 2019, Ahok kembali aktif dengan mengunggah tayangan di YouTube dan menjadi konsultan di perusahaan keluarganya yang bernama PT Basuki Solusi Konsultindo. Ahok menjadi konsultan bidang politik, bisnis, pemerintahan, dan manajemen.
Pada 8 Februari 2019, Ahok pun kembali ke politik dengan mendeklarasikan diri bergabung ke PDI Perjuangan, partai yang sama dengan Jokowi. (tribun network/gle/lau/kompas.com/coz)