Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Wawancara Eksklusif Teten Masduki: Dari Aktivis Antikorupsi hinga Urus UKM

Tugas berat harus diemban Teten Masduki (56) ketika mendapat tugas dari Presiden Joko Widodo sebagai Menteri Koperasi dan UKM

Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
KOMPAS.com/DENDI RAMDHANI
Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki saat diwawancarai usai jumoa pers Karnaval Kemerdekaan di Hotel Best Western, Jumat (25/8/2017) petang. 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Tugas berat harus diemban Teten Masduki (56) ketika mendapat tugas dari Presiden Joko Widodo sebagai Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM), pada 23 Oktober 2019 lalu. Mantan Kepala Staf Presiden tersebut mendapat misi memperkuat ekonomi rakyat melalui koperasi dan UKM untuk mempersempit gap (kesenjangan) antarkelompok masyarakat.

Rasa Senasib Tito dan Terawan

"Ketimpangan di bidang ekonomi itu sekarang ini cukup terasa di mana-mana. Jadi, transformasi ekonomi itu perlu dilakukan supaya struktur ekonomi tidak dikuasai oleh segelintir orang, tapi bagaimana masyarakat ikut menikmati," ujar Teten dalam wawancara eksklusif dengan tim Tribun Network dipimpin Regional Newspaper Director, Febby Mahendra Putra, di Kantor Kementerian Koperasi-UKM, Jakarta, Senin (19/11).

Menurutnya, manakala gap ekonomi tidak bisa dipersempit, bakal membahayakan kondisi politik Indonesia ke depan. Apalagi pada saat ini di Indonesia tengah terjadi defisit neraca perdagangan akibat lebih banyak impor daripada ekspor. "Koperasi dan UKM di Indonesia baru menyumbang 15 persen terhadap ekspor barang dan jasa.
Berikut petikan wawancara dengan Teten Masduki;

Bagaimana awal mula Anda dipercaya Presiden Jokowi untuk mengisi posisi Menteri Koperasi-UKM?

Akhirnya kami (Presiden Joko Widodo dan Teten) menyepakati saya berada di posisi ini (Menteri Koperasi-UKM). Sekarang ekonomi dunia sedang melesu, berdampak pada perekonomian nasional.

Nah, koperasi dan UKM kini menjadi andalan. Share (sumbangsih) UKM ke perekonomian nasional cukup besar. Produk domestik bruto (PDB) kita itu 60,34 persen dari UKM.
Penyerapan tenaga kerjanya itu mencapai 97 persen.

Erick Thohir Copot Lima Deputi BUMN: Dianggap Langkah Tidak Biasa

Namun kontribusi UKM terhadap ekspor pada saat baru mencapai 15 persen di Indonesia. Vietnam 17 persen, Filipina 25 persen, Malaysia 28 persen, Thailand 35 persen, India 40 persen, Jepang 53 persen, Jerman 56 persen, dan Korea Selatan itu 60 persen.

China lebih besar lagi, 70 persen. Jadi tidak salah begitu kalau pengarusutamaan kebijakan ekonomi ke depan harus pada UMKM, karena punya potensi. Masalah krusialnya, UKM Indonesia tidak masuk dalam supply chain (rantai pemasok industri), apalagi dalam global supply chain.

Dalam rapat kabinet pertama, Presiden Jokowi memerintahkan agar para menteri tidak korupsi. Bagaimana cara Anda sebagai pegiat antikorupsi mencegahnya di kementerian Anda?

Waktu rapat paripurna pertama, Pak Presiden memang menyebut jangan korupsi. Yang lain, Pak Jokowi memerintahkan agar menyederhanakan proses.
Jangan korupsi itu sebenarnya ada dua hal yang harus kita jaga. Pertama, peluang korupsi di saat perencanaan program dan anggaran.

Saya menyebutnya, korupsi di perencanaan itu state capture. Kalau ingin merampok uang negara yang paling besar itu adalah pada saat perencanaan. Di arahkan untuk kepentingan sendiri atau grup. Itu state capture.

Yang kedua, korupsi dalam implementasi anggaran dan kebijakan. Biasanya dalam bentuk penyunatan, mark up (penggelembungan dana). Beruntung, saya tidak ada konflik kepentingan dengan masalah itu.

Saya bukan orang yang punya bisnis. Anak-anak saya juga belum ngerti duit. Anak saya kalau tidak ditawarin, tidak minta duit. Masih kecil-kecil.
Saya selalu pisahkan antara urusan privat dan publik. Keluarga saya tahu itu. Keluarga saya dari desa semua, jadi tidak pusing saya. Saya akan jaga betul jangan ada konflik kepentingan.

Bagaimana Anda menyikapi manuver oknum di parlemen yang minta jatah proyek di Kementerian Koperasi-UKM?

Ya itu seni politiknya ya. Saya kira kawan-kawan di parlemen tahu lah anggaran di Kementerian Koperasi-UKM ini minimalis betul. Lebih banyak untuk training.
Soal proyek fisik di anggaran 2019/2020 hanya revitalisasi pasar, itupun dilakukan pemerintah daerah. Praktis tidak ada yang besar.

Aman lah. Kan semut akan mengerubungi gula. Tenang saja. Memang beberapa waktu lalu Pak Presiden bilang agar tahun depan anggaran dibesar karena kami mau fokus di UKM.

Namun saya bilang, "Pak, sebelum menaikkan anggaran kita lihat dulu kemampuan pengelolaan di birokrasi kami." Kalau minta besar, tapi kemampuan pengelolaan belum bisa optimal itu bahaya. Bisa banyak penyimpangan.

Pemkot Tomohon Menerima Penghargaan Swasti Saba Wiwerda Kota Sehat 2019

Apakah Anda mendapat pesan khusus dari Presiden Jokowi ketika mendapat tugas sebagai Menteri Koperasi-UKM?

Pesan politiknya itu kalau ekonomi rakyat ini tidak diperkuat saat ini, bisa membahayakan politik Indonesia ke depan. Bukan berarti gap ekonomi dipersempit dengan cara yang gede (besar) ditarik ke bawah, yang kecil ditarik ke atas. Tidak bisa begitu.

Kita juga butuh yang gede (pengusaha besar) bisa terus berkembang. Bahkan Pak Jokowi menghendaki mereka juga masuk ke pasar luar negeri. Investasi di luar negeri dan lain sebagainya.

Kami ingin ada kemitraan usaha besar dan kecil, sehingga maju bersama-sama. Satu bentuk kemitraan itu berupa trading house, tempat yang bisa menjembatani antara pasar global dengan produk-produk UKM.

Di tengah perdagangan era ekonomi digital sekarang ini pasar dalam negeri kan diserbu barang impor. Nah kalau produk UKM kita ini tidak disiapkan untuk punya daya saing dengan produk-produk impor, menurut saya berat bagi ekonomi kita. Jadi ini harus di-redesain ulang kebijakan kita, terhadap UKM itu. 


Apakah sekarang ini pernah dimintai masukan soal Undang-undang KPK dan kontroversinya?

"Ah, sekarang kan saya sudah jadi badui luar (maksudnya sudah tidak berada di lingkar dalam Istana).

Saya diminta fokus mengurus ini (Kementerian Koperasi-UKM) sekarang," ujar Tetan Masduki dalam wawancara eksklusif dengan Tribun Network, Senin (19/11). Berikut lanjutan petikan wawancara dengan Teten Maskudi.

Apakah Anda pernah diajak bicara oleh Presiden Jokowi soal Undang-undang KPK?

Begini, setelah Pilpres 2019, saya sebenarnya sudah hampir jarang bertemu dengan Presiden. Namun saya bersama staf khusus yang lain pernah diminta pendapat mengenai revisi Undang-undang KPK. Saya bilang waktu itu, "Wah ini bakal ramai Pak."

Waktu itu Anda memberi masukan apa?

Waktu itu saya beri masukan agar jangan terlalu terburu-buru (melakukan revisi Undang-undang KPK) karena ini masalah yang sangat besar. Masa kerja DPR periode 2014-2019 sudah mau habis ketika dilakukan revisi Undang-undang KPK. Terlalu pendek untuk membahas masalah yang sangat besar.

Semua staf khusus memberikan masukan. Kemudian Pak Presiden mengundang para tokoh. Meminta masukan juga.

Aktivis ICW dan pegiat antikorupsi lainnya menyampaikan sesuatu tidak lewat Anda soal revisi Undang-undang KPK?

Iya, saya juga menjadi anggota beberapa grup Whatsapp lah. Saya nangkep juga aspirasi mereka.

Sekarang ini Anda masih diminta masukan?

Istilahnya, saya kan sekarang sudah badui luar. Saya diminta fokus ngurusin ini (Kementerian Koperasi-UKM).

Bagaimana pendapat Anda mengenai desakan agar Presiden menerbitkan Peraturan Pemerintah Penganti Undang-undang (Perppu) mengenai KPK?

Kalau menerbitkanPerppu saat ini kan pasti ditolak DPR. Jadi mungkin Presiden merasa menjadi tidak perlu menerbitkan Perppu.

Opsinya Pak Presiden menunggu hasil judial review (uji materiil Undang-undang KPK) di Mahkamah Konstitusi (MK). Beliau tampaknya memilih menunggu putusan MK.

Tampaknya agak berat memenangkan permohonan judicial review di MK?

Harus dilihat ketika Presiden tidak mau menandatangani Undang-undang KPK, itu kan sikap Presiden juga. Ya kalau hanya pura-pura membuat (menerbitkan Perppu) terus DPR menolak, kan namanya sami mawon (sama saja)

Beliau kan orang yang berorientasi pada hasil. Ini kan realiatas politik begitu. KPK tidak bisa dipisahkan dari realitas politik. Mengapa? Karena Undang-undang KPK dibentuk DPR, para komisionernya juga dipilih DPR.

Jadi memang sejak awal saya selalu wanti-wanti kepada teman-teman (aktivis antikorupsi), jangan sampai terlalu bersemangat tapi tidak melihat realitas. KPK dibenturkan dengan institusi lain, sehingga mengorbankan KPK sebagai institusi. Ternyata kejadian.

Spirit Pak Jokowi adalah deregulasi di bidang ekonomi, deregulasi kebijakan. Itu sudah termasuk upaya pencegahan terhadap korupsi.

Sebetulnya deregulasi itu memangkas perizinan. Rantai panjang perizinan membuka peluang korupsi dan abuse of power (penyalahgunaan wewenang). Itu harus dilihat sebagai upaya pencegahan.

Apa maksud lain dari penyederhaan birokrasi?

Agar APBN jangan dihambur-dihamburkan tetapi tidak membawa manfaat kepada orang banyak. APBN kan disusun berdasarkan fungsi, disusun dari bawah. Bukan dari rakyat. Dari pejabat eselon IV naik hingga ke tingkat ke menteri.

Akibatnya apa? Anggaran habis membiayai mesin birokrasi. Seperti ini dari tahun ke tahun. Ganti presiden tidak ada gunanya. Presiden sulit untuk mewujudkan janji politiknya karena APBN habis untuk biaya pegawai.

Nah sekarang Pak Jokowi ingin APBN disusun berdasar program, ada prioritas. Dari prioritas diturunkan. Seperti perusahaan swasta lah. Kalau anak perusahaan tidak menguntungkan ya dipangkas.

Korupsi itu termasuk penghamburan anggaran dan program yang tidak ada gunananya. Program yang tidak membawa manfaat bagi rakyat itu juga bentuk korupsi.

Berdasarkan pengalaman dan pengetahuan saya sebagai aktivis antikorupsi, korupsi di tingkat perencanaan anggaran itu paling berbahaya. Kalau maling ayam paling banyak satu kandang, tapi kalau korupsi pada kebijakan sektor peternakan itu bisa merobohkan industri peternakan.

Anda sudah lima tahun dekat dengan Presiden Jokowi, apa kesannya?

Kelebihan beliau soal kecepatan, luar biasa. Jadi di antara para menteri itu ada joke begini: Kalau ditugaskan oleh Pak Jokowi hari ini, harus selesai kemarin. Kalau kami kerja lambat, beliau menunjukkan sikap tidak happy.

Perasaan tidak happy itu ditunjukkan lewat getur atau kata-kata?

Saya tahu persis lah bagaimana ketika beliau sedang happy atau tidak. Beliau sangat santun, jadi kalau tidak paham ya tidak mungkin nangkep ketika beliau sedang marah.
Beliu lebih suka melihat apa dampak sebuah program. Jadi jangan bilang wah saya sudah bangun jalan sekian ribu kilometer, saya sudah bikin pelatihan sekian kali, tapi apa dampaknya. (dennis/reza)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved