Kecewa Vonis Kasus First Travel: Begini Penjelasan Jaksa Agung
Putusan Mahkamah Agung (MA) menyangkut barang bukti kasus penipuan First Travel, perusahaan perjalanan umroh
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
Hakim kamar pidana MA, kata Fickar, semestinya tidak ikut mengambil keputusan yang bersifat perdata. ”Seharusnya hakim pidana hanya mengadili perbuatan dan menghukum penjara, sedangkan menyangkut aset merupakan kewenangan pengadilan perdata atau kepailitan. Jadi seharusnya dikembalikan kepada PT First Travel. Kecuali korporasinya ini dijadikan terdakwa, bisa menjadi alasan dirampas untuk negara,” ujar Fickar.
Korban yang merasa dirugikan, sebutnya, dapat mengajukan gugatan ke pengadilan. Pihak tergugat bisa ditujukan kepada First Travel atau kejaksaan sebagai perwakilan pihak negara.
”Masyarakat bisa menggugat secara perdata juga. Gugatan bisa ditujukan kepada korporasi (PT First Travel) dan negara, dalam hal ini kejaksaan yang melelang,” kata Fickar. (tribun network/den/vin/dwi/kps/dtc/dod)
Perjalanan Kasus First Travel
1 Juli 2009
First Travel mengawali usahanya dari sebuah bisnis biro perjalanan wisata di bawah bendera CV First Karya Utama.
Awal 2011
First Travel merambah bisnis perjalanan ibadah umrah di bawah bendera PT First Anugerah Karya Wisata.
28 Maret 2017
Kementerian Agama pertama kali memantau bahwa ada yang aneh dari model bisnis First Travel.
18 April 2017
Kementerian Agama melakukan klarifikasi, investigasi, advokasi, hingga mediasi dengan jemaah. Mulai terungkap ada jemaah yang merasa dirugikan karena di antara mereka ada yang sampai gagal tiga kali berangkat umrah. Saat dimintai kejelasan, manajemen First Travel selalu berkelit.
21 Juli 2017
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memerintahkan PT First Anugerah Karya Wisata menghentikan penjualan paket promonya karena ada indikasi investasi ilegal dan penghimpunan dana masyarakat tanpa izin.
9 Agustus 2017