Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Diurus Garuda, Sriwijaya Makin Tekor

Pihak Sriwijaya Air akhirnya angkat bicara terkait perseteruannya dengan Garuda Indonesia. Selama ini kedua perusahaan

Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
WARTA KOTA
Yusril Ihza Mahendra 

TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Pihak Sriwijaya Air akhirnya angkat bicara terkait perseteruannya dengan Garuda Indonesia. Selama ini kedua perusahaan itu bersinergi untuk memperbaiki kinerja Sriwijaya Air yang kini masih memiliki banyak tunggakan utang.

Namun menurut kuasa hukum manajemen Sriwijaya Air, Yusril Ihza Mahendra, kinerja perusahaan malah semakin memburuk setelah diambil alih Garuda Indonesia.

Penumpang Sriwijaya Pilih Naik Garuda

”Performance Sriwijaya tidak bertambah baik di bawah manajemen yang diambil alih oleh GA Grup melalui Citilink. Perusahaan malah dikelola tidak efisien dan terjadi pemborosan yang tidak perlu,” kata Yusril dalam keterangannya, Jumat (8/10).

"Menurut persepsi Sriwijaya, utang bukannya berkurang malah membengkak selama dikelola Garuda. Apalagi beberapa waktu yang lalu perjanjian KSO (kerja sama operasi) diubah menjadi KSM (kerja sama manajemen),” ujarnya.

Saat perubahan kerja sama, kata Yusril, Garuda Indonesia secara sepihak menerapkan biaya manajemen sebesar 5% dan pembagian keuntungan sebesar 65% yang dihitung dari pendapatan kotor.

Hal ini tentu membebani keuangan maskapai. Apalagi menurut dia, operasional maskapai makin tak efisien di bawah pengelolaan Garuda. Ia mencontohkan, perawatan atau maintenance pesawat yang biasanya dilakukan oleh Sriwijaya, saat ini dikerjakan PT Garuda Maintenance Facility Aero Asia Tbk. (GMF). 

Selain itu, kru pesawat yang semula ditempat di asrama yang dimiliki Sriwijaya Air selama bertugas, dipindahkan ke hotel sesuai kebijakan Garuda Indonesia. Kedua hal tersebut menambah beban biaya pada maskapai itu.

Pemerintah Subsidi BPJS Kesehatan Kelas III

Bukan hanya masalah beban biaya, Yusril juga menyebut manajemen Garuda Indonesia yang ditempatkan pada Sriwijaya Air sarat konflik kepentingan. Ia mencontohkan, manajemen justru mengurangi frekuensi penerbangan pada sejumlah rute-rute gemuk Sriwijaya Air. Namun di sisi lain, Citilink masuk dan mengisi rute-rute tersebut.

”Seperti ke Bangka Belitung, kampung Sriwijaya Air. Biasanya ada 14 penerbangan dengan tujuh penerbangan diisi Sriwijaya Air, sekarang tinggal dua dan diisi Citilink. Jadi sebenarnya ingin menyelamatkan Sriwijaya Air atau Garuda Indonesia?,” ungkap dia.

Yusril juga menjelaskan bahwa kliennya sebenarnya tak berutang secara langsung kepada Garuda Indonesia maupun Citilink, tetapi kepada Pertamina, PT Garuda Maintanance Facility, dan  bank BUMN.

”Di berbagai media selalu dikatakan bahwa utang kepada Garuda akan diubah menjadi saham. Sebenarnya praktis tidak ada utang Sriwijaya Air kepada Garuda,” jelas dia. 

Yusril mengaku sudah berbicara dengan Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, dan pihak Garuda terkait masalah-masalah itu.

Awalnya, dalam pembicaraan tersebut diajukan revisi atas perjanjian kerja sama kedua maskapai. Namun karena deadlock dalam menyusun Board of Directors, akhirnya para pemegang saham Sriwijaya Air Group memutuskan untuk mengambil langkah menghentikan kerjasama manajemen dengan Garuda Grup.

Nota pemberitahuan pengakhiran kerjasama itu dikirimkan ke Garuda, Citilink dan GMF. ”Sriwijaya Air juga memberitahukan secara resmi Menteri Perhubungan bahwa manajemen Sriwijaya kini diambil alih dan dijalankan sendiri oleh Sriwijaya," tegas Yusril.

Sebagai langkah awal pengakhiran kerjasama, para pemegang saham telah memutuskan mengangkat BOD Sriwijaya yang baru yang seluruhnya berasal dari internal Sriwijaya Air.

Gerindra Ajukan Empat Nama Cawagub DKI

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved