Camat Kebingungan 'Desa Siluman': Mendes Bersikukuh Tidak Ada 'Desa Siluman'
Keberadaan 'desa siluman' yang disebut-sebut Menteri Keuangan Sri Mulyani berada di Konawe, Sulawesi Tenggara
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Keberadaan 'desa siluman' yang disebut-sebut Menteri Keuangan Sri Mulyani berada di Konawe, Sulawesi Tenggara. Polda Sulawesi Tenggara (Sultra) melakukan penyelidikan atas kasus dugaan korupsi anggaran dana desa atau 'desa siluman' di Kabupaten Konawe.
Pada pertengahan Maret 2019, tim Satuan Tugas (Satgas) Dana Desa bentukan dari Kementerian Desa (Kemendes), menemukan tiga desa di dua kecamatan di Kabupaten Konawe, yang tidak memiliki wilayah, penduduk, kepala desa, dan tidak memiliki struktur organisasi perangkat desa. Ketiga desa tersebut adalah Desa Ulu Meraka Kecamatan Lambuya, serta Desa Uepai dan Desa Morehe di Kecamatan Uepai.
• Diurus Garuda, Sriwijaya Makin Tekor
Berdasarkan hasil pemeriksaan lapangan, diketahui ketiga desa tersebut merupakan penerima dana desa sejak tahun 2015 lalu, berdasarkan bukti dokumen penyaluran dana desa pada Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Konawe. Hasil temuan tersebut menunjukkan bahwa ketiga desa yang tidak memiliki wilayah itu telah menerima kucuran dana desa sebesar lebih dari Rp 5 Miliar dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).
Ketiga desa siluman tersebut sekarang sudah tidak menerima dana desa lagi, karena tidak memiliki nomor peraturan daerah (perda) tentang pembentukannya. Keputusan tersebut berdasarkan permintaan Satgas Dana Desa kepada Kementerian Keuangan.
Dari hasil pemeriksaan, terdapat 23 desa tidak sesuai prosedur dengan menggunakan dokumen yang tidak sah. Camat Lambuya, Jasmin menyebutkan Desa Ulu Meraka, tidak memiliki wilayah di Kecamatan Lambuya. "Saya pernah dengar, tapi kenyataannya selama saya di sini, sejak Maret kemarin 2019, sampai sekarang belum ada saya temukan wilayahnya Desa Ulu Meraka, pemerintahnya juga tidak ada, warganya pun tak ada," ujar Jasmin, Jumat(8/11).
Menurutnya ada nama Desa Ulu Meraka, tapi berada di wilayah Kecamatan Onembute, bukan di Lambuya. Sebelumnya, Onembute, adalah bagian wilayah Kecamatan Lambuya. Sementara itu, Camat Uepai, Jasman menyebutkan Desa Uepai saat ini telah berubah status menjadi Kelurahan, setelah wilayah Uepai, mekar menjadi Kecamatan dari Lambuya pada tahun 2003 lalu. Namun, tahun 2015, Desa Uepai, masuk sebagai penerima dana desa, padahal sudah berstatus kelurahan.
• Penumpang Sriwijaya Pilih Naik Garuda
"Pada saat keluar nama-nama desa penerima dana desa, Desa Uepai masuk dalam daftar" jelas Jasman.
Namun karena telah berubah status, dana desa yang diperuntukan di Desa Uepai, diberikan pada Desa Tanggondipo, wilayah pemekaran Uepai. Sementara Desa Morehe, saat ini sebagai besar warganya berada di Desa Rawua dan Anggopiu. Hanya saja pada tahun 2015 lalu, desa ini, tetap masuk sebagai penerima dana desa kementerian desa.
Kepala Subdit Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Humas Polda Sultra, Kompol Dolfi Kumaseh mengatakan, penyidik telah melakukan pengecekkan terhadap desa-desa dalam peraturan daerah (perda) Nomor 7 Tahun 2011.
"Sudah dilakukan pengecekan di 23 yang tidak terdaftar di Kemendagri maupun di Pemerintah Provinsi, di mana ada desa dari 23 desa tersebut yang tidak ada warganya," ujar Dolfi.
Namun, hingga kini kepolisian belum memiliki bukti atas kasus desa tidak berpenghuni ini. Kompol Dolfi Kumaseh belum mau menyebut desa itu fiktif, dengan alasan masih dalam proses penyelidikan. Direktorat Reserse dan Kriminal Khusus (Dit Reskrimsus) Polda Sultra telah memeriksa 57 orang saksi, termasuk saksi dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
“Penyidik sudah periksa saksi dari Kemendagri, kemudian ahli pidana dan ahli adiministrasi negara. Telah dilakukan pemeriksaan fisik kegiatan dana desa bersama ahli lembaga pengembangan jasa konstruksi,” ujar Dolfi.
Penyidik kepolisian masih menunggu hasil cek fisik dari saksi ahli dan menunggu audit perhitungan kerugian keuangan negara dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) perwakilan Sultra. Dugaan kasus tindak pidana korupsi dengan adanya desa baru ini tidak sesuai dengan prosedur dan tidak menggunakan dokumen yang sah.
“Sehingga mengakibatkan kerugian keuangan negara atau daerah atas dana desa, dan alokasi dana desa yang dikelola pada beberapa desa di Kabupaten Konawe 2015 sampai 2018,” tambah Dolfi.
• Pilkada Tidak Langsung Setelah Tahun 2020
Saat ini, sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Konawe melaporkan kasus tersebut hingga ke Komisi KPK dan Markas Besar (Mabes) Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).