Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Pahlawan Nasional AA Maramis

Begini Usaha Keluarga Menjadikan AA Maramis Pahlawan Nasional, Terwujud Dibantu Olly Dondokambey

Pejuang kemerdekaan Alexander Andries Maramis atau populer dikenal AA Maramis akhirnya ditetapkan Presiden Jokowi sebagai Pahlawan

Editor: Aswin_Lumintang
Istimewa
Gubernur Olly Sebut AA Maramis Si Perumus Pancasila, Layak Dianugerahi Pahlawan Nasional 

TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO - Pejuang kemerdekaan Alexander Andries Maramis atau populer dikenal AA Maramis akhirnya ditetapkan Presiden Joko Widodo sebagai Pahlawan Nasional. Ini setelah Gubernur Sulut, Olly Dondokambey mengajukan permohonan ke Kementerian Sosial Republik Indonesia.

AA Maramis Dianugerahi Gelar Pahlawan Nasional, Ini Kiprah dan Jasanya Terhadap Bangsa.
AA Maramis Dianugerahi Gelar Pahlawan Nasional, Ini Kiprah dan Jasanya Terhadap Bangsa. (Istimewa)

Siapa sebenarnya Alexander Andries Maramis?  Pria kelahiran Manado 20 Juni 1879 ini merupakan pendiri bangsa bersama-sama Bung Karno dan Bung Hatta dalam merumuskan dasar negara termasuk merumuskan nilai-nilai Pancasila.

Keponakan Pahlawan Nasional Maria Walanda Maramis ini pernah menjabat jadi anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang diketuai Soekarno.

Diawal kemerdekaan, AA Maramis menjabat anggota KNIP.

Dia bahkan menjabat sebagai Menteri keuangan dan orang pertama yang menandatangani Oeang Republik Indonesia (ORI).

AA Maramis bahkan disebut-sebut pernah mendapatkan mandat Spekarno-Hatta untuk membentuk pemerintahan darurat di India. Jika Sjafruddin Prawiranegara tak dapat membentuk pemerintahan darurat di Sumatra.

Alexander Andries Maramis
Alexander Andries Maramis (istimewa)

Besar jasanya bagi negara, hingga namanya diabadikan jadi nama jalan di Manado. Namun, hingga kini AA Maramis belum juga diangkat jadi pahlawan nasional.

Di Manado, monumen AA Maramis dibangun di Paniki Bawah, Jalan Raya menuju Bandara Sam Ratulagi.

Monumen setengah badan, seisi monumen itu berwarna hijau ini diresmikan Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan pada 15 November 1985.

Sayang monumen tersebut tak dirawat baik pemerintah, bahkan jelang peringatan HUT Republik Indonesia. Lokasi tersebut tak dipasangi bendera merah putih.

Lody Rudy Pandean (80), Ponakan sekaligus ahli waris AA Maramis mengaku kesal melihat monumen AA Maramis tak dipasang bendera merah putih. 

Warga Kawanua di Perantauan Ini Akan Beri Materi Hubungan Antar Agama di Jerman

Kekasih Jessica Iskandar Jalani Cangkok Kulit di Australia, Jedar: Nanti Januari Operasi Lagi

Timpora Tingkat Kecamatan se-Kabupaten Kepulauan Sitaro Resmi Dibentuk

Dia lantas membeli sendiri bendera merah putih dan memasangnya di monumen.

 
Lody tinggal di rumah dinas AA Maramis di Jalan Merdeka Timur, tepatnya Stasiun Gambir. Dia tiba di Manado pekan lalu dan mengunjungi monumen tersebut.

Ia kaget dan kecewa, tiang bendera di sekitar monumen tak terpasang bendera.

Lahan dari monumen AA Maramis ini adalah milik keluarga yang dihibahkan.

Lody merupkan ponakan AA Maramis, Ibunya, SK Pandean dan AA Maramis adalah anak bersaudara.

SK Pandean juga adalah pejuang yang masuk dalam pimpinan Kebaktian Rakyat Indonesia Sulawesi.

Menurut Lody, saat pembangunan monumen ini pemerintah turut membantu dalam pembiayaan.

Saat ini AA Maramis belum masuk dalam jajaran pahlawan nasional RI.

Keluarga terus mengupayakan agar tahun ini sudah bisa diresmikan menjadi pahlawan nasional. Sebab semua persyaratan sudah dipenuhi pihak keluarga.

Saat ini pemerintah masih mengkaji semua dokumen pendukung dari AA Maramis ini.

Sebab kata Lody, kualifikasi pahlawan nasional itu begitu tinggi.

“Sepengetahuan saya, di panitia 9 itu tinggal AA Maramis yang belum menjadi pahlawan nasional. Saya dapat kabar, tapi pastikan lagi di dinas sosial,” ujarnya, Sabtu (11/8/2018).

Lody menceritakan bagaimana sulitnya proses untuk menjadikan AA Maramis sebagai pahlawan nasional.

Terutama untuk melakukan seminar sebagai salah satu syarat penting. Keluarga kesulitan dana untuk menggelar seminar ini, sementara dukungan dari pemerintah daerah sangat-sangat minim.

Dengan susah payah akhirnya pada tahun 2014, seminar soal AA Maramis digelar di Kota Manado.

Lody menyesalkan, sejak kematian AA Maramis tahun 1977 lalu, tak ada upaya dari pemerintah yang berarti untuk memperjuangkan AA Maramis menjadi pahlawan nasional. Padahal dia adalah founding father atau salah seorang pendiri bangsa.

Dulu waktu aturan tiap provinsi bisa mengusulkan lebih dari satu nama tiap tahun, tak ada nama AA Maramis dari Sulawesi Utara. Hingga aturan baru yang hanya memperbolehkan satu pahlawan tiap tahun dari tiap provinsi.

Padahal di Konferensi New Delhi, AA Maramis adalah pimpinan delegasi Indonesia, yang berhasil memperjuangkan pengakuan dunia internasional atas kedaulatan Republik Indonesia ini.

“Baru setelah konferensi itu, AA Maramis bersama LN Palar sama-sama ke PBB untuk menyampaikan hasil konferensi itu. LN Palar waktu itu jubir Indonesia di PBB,” kata Lody.

Mengenal Sosok AA Maramis

AA Maramis, putra asli Minahasa, kelahiran 20 Juni 1897 di Desa Paniki Bawah.

Dulunya desa ini masih masuk daerah administratif Minahasa, sebelum otonomi daerah dan menjadi bagian dari Kota Manado.

Catatan sejarah, 20 prestasi menonjol AA Maramis yakni menjadi anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), Menteri Negara dan Wakil Menteri Keuangan, 19 Agustus 1945 - 25 September 1945 Menteri Keuangan, Menteri Keuangan ke-1 (presidentil), Menteri Keuangan Kabinet A Syarifudin ke-1, Menteri Keuangan Kabinet A Syarifudin ke-2, Menteri Keuangan Kabinet Presidentil ke-11 (Moh Hatta).

Wakil Ketua PMI Januari 1947, Pimpinan Delegasi Indonesia ke Konferensi Asia di New Delhi (20-23 Januari 1949), Pendiri Pemerintahan RI dalam pengasingan (in exile) di India, Menlu Pemerintahan Darutat RI, Dubes Istimewa pengawas semua semua perwakilan RI d luar negeri, Penasehat Konferensi Meja Bundar di Belanda, Dubes Jerman Barat, Kepala Direktorat Asia Pasifik Deparlu, Dubes di Moskow dan Finlandia, Anggota Panitia 5 Kesatuan Tafsir Pancasila saat usia 78 tahun.

AA Maramis menamatkan pendidikan dasarnya pada tahun 1911 di sebuah sekolah elit Belanda di Manado, yakni Europeesche Lagere School (ELS). Sekolah tersebut terletak di pusat Kota Manado, yang sekarang menjadi SD N 4 Manado.

Selesai menamatkan pendidikan dasarnya, keluarga berembuk untuk menyekolahkan AA Maramis ke pendidikan sekolah yang lebih tinggi di Batavia yakni Hogere Burger School (HBS) , mengingat saat itu Manado hanya salah satu wilayah keresidenen Ternate.

Pada tahun 1918 keluarga lalu mengirim AA Maramis ke HBS di Jalan Matraman.

Sejak bersekolah di Batavia, Maramis bertemu dengan teman-teman sebangsanya dari daerah berbeda. Di antanya Achmad Soebardjo dan Datuk Natsir Pamuntjak.

Ketiganya yang dari Sulawesi, Jawa dan Sumatera lalu melanjutkan sekolah di Universitas Leiden Belanda.

Ketiganya mendapat beasiswa dari pemerintah Hindia Belanda sekana enam tahun. Mereka yang studi di Ilmu Hukum harus menguasai bahasa Yunani dan Latin.

Pada Juni 1924 AA Maramis berhasil menyelesaikan studi dan mendapat gelar Meester in de Rechten atau ahli hukum.

Zaman itu tak banyak orang yang mendapat gelar tersebut. AA Maramis kembali ke tanah air pada Juli 1924.

Ia mendapat tawaran pemerintah Hindia Belanda untuk menjadi pegawai mereka, namun AA Maramis menolaknya. AA Maramis memilih menjadi pengacara bagi rakyat Indonesia yang kurang mampu.

Dari sinilah perjuangan AA Maramis bagi bangsa dan negara dimulai.

AA Maramis termasuk dalam perumusan UUD 1945 dan satu-satunya wakil dari kaum minoritas Kristen, Hindu, Budha dan Konghucu.

Dia merupakan wakil daerah Kalimantan dan Indonesia Timur di Panitia 9 BPUPKI, bersama Johannes Latuharhary dari Ambon.

Ia satu-satunya orang Kristen dari 8 orang lain yang nasionalis-Islam yakni Abikusno, Agus Salim, Kahar Muzakkir, dan Wahid Hasyim maupun nasionalis-sekuler yakni Hatta, Sukarno, Soebardjo, dan Yamin.

Kiprah AA Maramis di dunia internasional di antaranya konferensi New Delhi 20-23 Januari 1949. Ia yang saat itu sebagai Menteri Luar Negeri memimpin delegasi dari Indonesia.

Perjuangan delegasi Indonesia di konferensi ini menjadi catatan penting bagi sejarah Indonesia. Karena menyangkut pengakuan dunia internasional terhadap kedaulatan negara Republik Indonesia. Hal ini yang menjadi harapan berjuta-juta rakyat Indonesia saat itu.

Setelah Konferensi New Delhi usai, AA Maramis langsung menuju PBB bersama Lambertus Nicodemus Palar yang ditunjuk sebagai juru bicara delegasi Indonesia di PBB bersama Sudarpo, Sudjadmiko dan Sumitro.

Sebagai juru bicara, LN Palar melaporkan secara resmi tentang pengakuan kedaulatan Indonesia dan hasil Konferensi New Delhi 1949 yang diperjuangkan AA Maramis.

Satu tahun kemudian membuahkan hasil, pada 28 September 1950 Indonesia diakui sebagai negara yang berdaulat dan menjadi anggota resmi Perserikatan Bangsa-bangsa ke-60 dengan status anggota penuh.

Setelah hampir 20 tahun tinggal di luar Indonesia, AA Maramis menyatakan keinginannya untuk kembali ke Indonesia. Pemerintah Indonesia mengatur agar ia bisa kembali dan pada tanggal 27 Juni 1976 ia tiba di Jakarta. 

Pada bulan Mei 1977, ia dirawat di rumah sakit setelah mengalami perdarahan. AA Maramis meninggal dunia pada tanggal 31 Juli 1977 di Rumah Sakit Angkatan Darat Gatot Soebroto, hanya 13 bulan setelah ia kembali ke Indonesia.

Maramis menikah dengan Elizabeth Marie Diena Veldhoedt. Ayah Elizabeth adalah orang Belanda sedangkan ibunya berasal dari Bali.

Perkawinan Maramis dan Veldhoedt tidak menghasilkan anak, tetapi Veldhoedt memiliki seorang putra dari pernikahan sebelumnya. Anak itu diterima dengan baik oleh Maramis bahkan ia diberi name Lexy Maramis.

 

Artikel ini telah tayang di tribunmanado.co.id dengan judul Fakta tentang AA Maramis, Pendiri Bangsa yang Belum Jadi Pahlawan Nasional, https://manado.tribunnews.com/2018/08/14/fakta-tentang-aa-maramis-pendiri-bangsa-yang-belum-jadi-pahlawan-nasional?page=all.
Penulis: Aldi
Editor: Aldi

Sumber: Tribun Manado
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved