Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

News

Begini Penjelasan Istana Terkait Putusan Presiden Jokowi yang Tak Terbitkan Perppu KPK

Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman mengatakan, pemerintah perlu menghormati produk undang-undang yang telah disahkan DPR.

istimewa
Fadjroel Rachman 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk membatalkan Undang-Undang KPK hasil revisi kian dinanti-nanti.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) hingga kini belum menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk membatalkan Undang-Undang KPK hasil revisi.

Padahal UU KPK saat ini banyak ditentang berbagai kalangan karena dinilai melemahkan lembaga antirasuah dalam memberantas korupsi di Tanah Air.

Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman mengatakan, pemerintah perlu menghormati produk undang-undang yang telah disahkan DPR.

Undang-Undang tersebut lahir dari hasil kerja sama pemerintah dengan anggota dewan.

"Pemerintah menghormati peraturan perundang-undangan yang ada, berati menghormati Undang-Undang KPK yang baru," kata Fadjroel Rachman di komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (5/11/2019).

Menurut dia, jika ada pihak yang merasa kecewa dengan UU KPK saat ini, sebaiknya mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK).

"Kalau misalnya ada keberatan soal itu, disarankan sesuai dengan reformasi yang kita jalankan kan, semua ada forum legal untuk menyelesaikan persoalan," kata Fadjroel .

"Itu sebenarnya hadiah dari reformasi, semua perselisihan dalam kehidupan bernegara sosial, semuanya ditempatkan di forum yang bisa menyelesaikan secara beradap," tambah Fadjroel.

Manado Independent School Beri 2 Hari Rehat Para Guru dan Staf, Retret di Tempat Wisata Likupang

Tahun 2019 Dinas Kesehatan Boltim Kirim Tiga Dokter ke Pelosok Desa

Pilkada 2020 - Selain Pro Rakyat, Ini Harapan Virginia Rebeca Tulung Untuk Para Calon Pemimpin

Tak perlu tunggu putusan MK

Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah melakukan seleksi lima anggota Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Dalam penunjukan Dewan Pengawas KPK nantinya, Jokowi pun tidak perlu menunggu putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang sedang memproses sidang uji materi Undang-Undang KPK hasil revisi.

"Yang penting sudah berlaku (UU KPK) pada 17 Oktober. Jadi tidak perlu menunggu (putusan uji materi di MK)," kata Juru Bicara Presiden, Fadjroel Rachman, di komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (5/11/2019).

Menurutnya, jika nantinya hakim MK membatalkan Undang-Undang MK hasil revisi, Presiden Jokowi pasti menghormatinya dengan turut membatalkan penunjukan dewan pengawas.

"Kalau nanti ada perubahan karena ada judicial di MK, presiden juga mengatakan pemerintah mengambil sikap. Jadi tidak masalah kalau ada perubahan, tinggal disesuaikan saja," katanya.

Diketahui, Hakim MK telah menggelar sidang uji materi Undang-Undang tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK).

Agenda sidang perbaikan permohonan perkara diregistrasi Nomor 57/PUU-XVII/2019.

Para pemohon berjumlah 190 orang, mayoritas dari mereka masih berstatus mahasiswa.

Seperti dilansir laman MK pada Selasa (22/10/2019), para pemohon memperbaiki alasan mengajukan permohonan terkait eksistensi dewan pengawas KPK.

Mereka menyampaikan sejumlah perbaikan permohonan sesuai nasihat hakim di sidang pendahuluan.

Para pemohon menjelaskan dewan pengawas KPK merupakan suatu paradoks yang justru melemahkan pemberantasan korupsi.

Menurut pemohon, pembentukan dewan pengawas dalam struktur KPK dilakukan pembentuk undang-undang sebagai upaya pengawasan KPK sehingga lembaga itu tak memiliki kewenangan absolut.

Keberadaan dewan pengawas yang diatur UU KPK justru melemahkan pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh KPK.

Kewenangan pengawas KPK telah melampaui batas pengawasan oleh karena dewan pengawas memiliki kewenangan ijin terhadap penyadapan, penggeledahan dan penyitaan sehingga hal ini di luar batas sistemik pengawasan karena dewan pengawas bukan aparatur penegak hukum.

Selain itu, para pemohon mempertegas permohonan Pengujian UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terhadap UUD 1945.

Kemudian, terkait kerugian konstitusional, para Pemohon memasukkan uraian mengenai kerugian konstitusional antar generasi dan kerugian secara kolektif serta kerugian konstitusional individual.

Selain itu, Para Pemohon merubah petitum permohonan.

Jasa Marga Kembangkan Sistem QR Code: Bayar Tarif Tol Cukup Pakai Handphone

Jokowi Umumkan 5 Anggota Dewan Pengawas KPK, Istana Tolak Tunggu Putusan MK

Pilkada 2020 - Selain Pro Rakyat, Ini Harapan Virginia Rebeca Tulung Untuk Para Calon Pemimpin

Minta masyarakat hargai keputusan Jokowi

Menko Polhukam Mahfud MD meminta masyarakat untuk menghargai keputusan Presiden Joko Widodo yang belum mau menerbitkan Peraturan Pengganti Undang-undang (Perppu) KPK.

Sebelumnya, Jumat (1/11/2019), Presiden Jokowi menyatakan belum akan menerbitkan Perppu KPK karena menghargai proses uji materi UU No 19 Tahun 2019 tentang Perubahan UU KPK di Mahkamah Konstitusi (MK).

“Kita harus hargai pendapat presiden itu yang menilai tidak etis secara kenegaraan bila masih ada proses uji materi tetapi ditimpa Perpu. Menurut beliau kurang etis,” kata Mahfud MD ditemui di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Selasa (5/11/2019).

Mahfud MD mengatakan presiden nantinya akan mengevaluasi dan mempelajari apakah keputusan MK soal uji materi sudah memuaskan atau tidak.

“Jadi yang menyatakan presiden menolak Perppu itu tidak benar dan kurang tepat, beliau menyampaikan belum perlu mengeluarkan Perppu dan Pak Jokowi juga sudah berbincang dengan saya,” kata Mahfud MD.

Mengenai desakan berbagai elemen masyarakat kepada dirinya sebagai tokoh yang mendukung Perppu KPK, Mahfud MD mengatakan dirinya sudah menyampaikan kepada Presiden.

Namun, ia menegaskan bahwa keputusan untuk mengeluarkan Perppu KPK atau tidak merupakan hak prerogatif presiden.

“Sejak sebelum dibentuk kabinet, saya dan beberapa tokoh sudah menyampaikan kepada Presiden ada tiga alternatif untuk membatalkan UU KPK yang baru yaitu legislatif review, uji materi, dan Perpu. Kami mendukung Perpu, cuma Presiden sudah menyampaikan pertimbangannya bahwa keadaan belum darurat untuk mengeluarkan Perppu KPK, karena sudah ada uji materi,” kata Mahfud MD.

Namun, sebagai menteri, Mahfud MD, harus sejalan dengan apa yang menjadi visi misi presiden.

“Pak Jokowi juga mengatakan hanya ada visi dan misi presiden, tidak boleh menteri memiliki visi misi lepas. Kalau jadi menteri ya harus konsekuen dengan itu,” katanya.

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved