Wow, Saya Merasa Nadiem Out of The Box: Para Guru Tak Mengira Bos Gojek Jadi Mendikbud
Sejumlah guru mengaku tidak menyangka sama sekali, bos Go-Jek Nadiem Makarim menjadi Menteri Pendidikan.
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
Kurikulum Jangka Panjang
Endah juga berharap, Nadiem membuat sistem pendidikan yang betul-betul jangka panjang, mulai dari sistem kurikulum dan tenaga pendidiknya. “Kalau kita sudah punya sistem, biasanya bisa berjalan dalam waktu panjang, kita tinggal mengevaluasi. Jadi tidak hanya sekadar berdasarkan program sesaat, kemudian ganti lagi, ganti lagi,” harap Endah.
Ilmi, guru SD MI Unggulan Darussalam di Blitar, berharap orangtua juga perlu dibekali pengetahuan terkait pendidikan dan juga dilibatkan dalam proses pendidikan. Baginya yang kurang dari pendidikan di Indonesia adalah pemahaman orangtua siswa.
“Saya itu bermimpi bahwa antara guru dan orangtua itu punya visi misi dan paradigma yang sama agar tidak tumpang tindih,” kata Ilmi mengeluh.
Mul, guru 28 tahun, juga berharap sistem pendidikan tidak terpaku pada nilai dan melihat potensi siswa. “Mudah-mudahan ke depannya lebih melihat dari potensi anak,” harap Mul.
Menurutnya, orangtua juga harus mengerti penilaian bukan sekadar angka. Apalagi adalah guru seumur hidup, sehingga tidak bisa terus berpatokan pada pola asuh lama, sehingga terjadi ketidakseimbangan antara cara didik orangtua dan guru.
Dengan latar belakang Nadiem di sektor teknologi diharapkan menjadi kekuatan bagi sistem pendidikan baru. “Mudah-mudahan dengan basik kemampuan beliau dan menguasai teknologi menguasai komunikasi dan jaringan, mudah-mudahan bisa membawa pendidikan itu ke arah komunikasi yang cepat,” ujar Marsono.
Namun Marsono juga berharap Nadiem tidak meninggalkan sistem pendidikan dasar. Seperti kurikulum dan mengutamakan pembangunan karakter.
Dengan sistem teknologi yang baik pula, Alkurnia (33), guru SD Negeri Prigi II berharap guru tidak lagi disibukkan dengan administrasi bertele-tele. Sebagai PNS ia merasa memiliki kewajiban administrasi yang menumpuk.
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), misalnya, ia diminta membuat minimal 10 lembar RPP dalam sehari. “Kan enggak ngefek sama siswa. Itu ngefek-nya ke karier guru, kenaikan pangkat, dan lain-lain. Tolong dong diminimalisasi, begitu. Jadi kita bisa lebih fokus benar-benar ke tugas pokok mengajar siswa,” kata Alkurnia.
Nurina, menyampaikan, “Mungkin Pak Menteri bisa turun langsung ke guru-guru. Jadi nanti bisa tanya-tanya guru permasalahnnya, ‘kan yang ngalami guru sendiri. Jadi beliau bisa buat program yang akhirnya cocok dengan lingkungan pendidikan di Indonesia.” (Kompas.com)