Elite Sedang Berhitung Biaya Politik 2024: Wacanakan Pengembalian GBHN
Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari berpendapat, rencana penghidupan GBHN.
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA – Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari berpendapat, rencana penghidupan kembali Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) melalui amandemen terbatas UUD 1945 adalah upaya elite politik yang tengah berhitung biaya politik untuk Pemilihan Presiden 2024.
Baca: Hasil Liga Inggris - Lima Gol Tercipta di Laga Southampton vs Chelsea
Jika GBHN kembali dihidupkan, bisa jadi Presiden tidak akan dipilih langsung oleh rakyat, melainkan lewat MPR. Mekanisme tersebut, menurut Feri, biaya politiknya lebih dapat dikalkulasikan dibanding pemilihan presiden oleh rakyat.
"Ini jangan-jangan karena elite-elite politik berhitung pada 2024 bahwa mereka akan sulit dipilih langsung oleh rakyat sehingga mereka berkeinginan mengembalikan proses kepada MPR agar kemudian alat hitung dan alat ukurnya bisa mereka pertimbangkan dari sekarang," kata Feri, Minggu (6/9/2019).
"Alat ukur, alat hitungnya itu ya soal politik uang yang akan mereka gunakan," sambungnya. Menurut Feri, jika presdein dipilih MPR, sudah dapat dipastikan berapa biaya yang dikeluarkan partai dan berapa perolehan suara yang akan didapat kandidat calon presiden. Tapi, jika presiden dipilih rakyat, politik uang tak menjamin besaran perolehan suara kandidat.
"Mereka (elite politik) selama ini kesulitan menghadapi proses pemilihan langsung. Kadang-kadang uang sudah disebarkan ke rakyat tapi (kandidat) tidak terpilih juga," ujar Feri.
Baca: Cerita Pesawat KLM Melakukan Rute Pertama Belanda-Jakarta dengan Waktu 55 Hari
Oleh karena hal tersebut, menurut Feri, rencana penghidupan kembali GBHN akan merusak demokrasi jika berujung pada pemilihan Presiden secara tidak langsung. Hal itu akan menciptakan pemerintahan yang lebih korup lagi. "Apalagi permainan uang di Parlemen itu akan mudah kalau kemudian KPKnya sudah lemah," katanya.
Menurut Feri, hal itu akan melukai semangat reformasi jika benar-benar dilakukan. "Saya enggak tahu kenapa kemudian PDI-P dan beberapa partai lain memaksakan harus amandemen dengan format GBHN, karena itu kan betul-betul melukai semangat reformasi," kata Feri saat dihubungi, Minggu (6/9/2019).
Menurut Feri, sejauh ini, reformasi konstitusi sudah berjalan meskipun masih terdapat sejumlah kekurangan. Dibandingkan era orde baru dan orde lama pun, kontestasi demokrasi sudah berjalan jauh lebih baik.
Menghidupkan kembali GBHN, kata Feri, kemungkinan besar sama dengan mengembalikan pemilihan Presiden melalui MPR. Jika hal itu terjadi, bukan saja demokrasi, tetapi sistem pemerintahan presidensial pun ikut ternodai. "Itu betul-betul merusak citra pemurnian sistem Presidensil. Bahwa Presiden itu bertanggung jawab pada rakyat bukan kepada MPR melalui GBHN.
Bahwa Presiden dipilih langsung oleh rakyat bukan oleh perwakilan rakyat," ujarnya. Feri menduga, upaya penghidupan kembali GBHN beserta pemilihan Presiden secara tidak langsung ini dikarenakan elite-elite politik tengah berhitung pada pergantian jabatan Presiden 2024. Jika Presiden dipilih MPR, hitung-hitungan uang politik lebih terukur dibandingkan pemilihan langsung.
"Alat ukur, alat hitungnya itu ya soal money politic yang akan mereka gunakan. Kalau di MPR akan terukur dan pasti ya, begitu orang sudah bisa dibeli ya mereka akan bisa memastikan berapa angka yang akan mereka peroleh menjadi alat hitung mereka itu," kata Feri.
Baca: 3 Bahaya Ini Mengintai Tubuh Bila Sering Konsumsi Sayuran Berikut Setiap Hari
Wacana amandemen UUD 1945 kembali mencuat setelah PDI-P menyatakan dukungan untuk Bambang Soesatyo duduk di kursi Ketua MPR RI 2019-2024. Dukungan PDIP kepada Bambang bukan tanpa syarat.
Satu dari lima syarat yang disampaikan, PDIP meminta Bambang mendukung kelanjutan rencana amandemen terbatas UUD 1945 untuk menghidupkan kembali Haluan Negara melalui Ketetapan MPR.
Bambang Soesatyo sendiri kini telah terpilih sebagai Ketua MPR RI periode 2019-2024. Bambang terpilih sebagai Ketua MPR melalui Rapat Paripurna penetapan dan pelantikan Ketua MPR di gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (3/10/2019) malam. (kps)