Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Moeldoko Melihat Buzzer Tidak Diperlukan Lagi: Pendengung Rugikan Jokowi

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menilai pihaknya tidak memberikan perhatian khusus kepada buzzer atau pendengung

Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
(Tribunnews.com/ Theresia Felisiani)
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko jelaskan mengapa Presiden tak hadir di sidang PBB 

TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menilai pihaknya tidak memberikan perhatian khusus kepada buzzer atau pendengung di media sosial. Bagi Kominfo, postingan atau konten yang berbahaya yang terus dipantau.

"Pada prinsipnya seluruh postingan di medsos kami pantau ya, baik itu dari buzzer atau akun-akun biasa. Ketika dia melakukan unggahan yang masih dalam koridor, itu tak masalah," kata Plt Kabiro Humas Kominfo, Ferdinandus Setu saat dihubungi Tribun Jumat(4/10).

Baca: Duit Suap Eks Bupati Cirebon untuk Acara PDIP

Ferdinandus menjelaskan apabila pihaknya saat melakukan penelusuran menemukan konten hoaks, ujaran kebencian atau nada provokatif, Kominfo akan menindaklanjuti. "Akun ini kita proses ke Polri, dan ini tidak hanya berlaku untuk buzzer. Semua pegiat media sosial atau bahkan di seluruh internet akan kita proses," kata Ferdinandus.

Dari sana, Kominfo dikatakan Ferdinandus, kemudian yang akan mengeksekusi untuk penonkatifan akun-akun yang diduga berbahaya. "Apa yang kami lakukan ini sifatnya umum. Kami melakukan pemantauan secara terus-menerus di internet atau di media sosial, baik kepada buzzer atau kepada pegiat media sosial pada umumnya," ujar Ferdinandus.

Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko menilai para buzzer perlu ditertibkan. "Saya pikir memang perlu (ditertibkan). Kan ini kan yang mainnya dulu relawan, sekarang juga pendukung fanatik," ujar Moeldoko.

Baca: Unsrat Usulkan Ibu Kota Negara Gunakan Energi Angin

Moeldoko juga bahwa melihat buzzer atau orang yang mampu mempengaruhi pengikutnya lewat media sosial sudah tidak diperlukan lagi. Dirinya mengimbau kepada para buzzer pendukung Presiden Jokowi yang selama ini tidak pernah dibentuk secara administrasi agar tidak menyampaikan pesan menyakiti pihak lain.

"Dalam situasi ini, bahwa relatif sudah tidak perlu lagi buzzer-buzzeran," tutur Moeldoko.

Lebih jauh Moeldoko mengatakan aktivitas para buzzer atau pendengung pendukung Presiden Joko Widodo saat ini justru merugikan presiden terpilih periode 2019-2024 itu. Ia mengimbau para pendukung Jokowi tersebut menyebarkan informasi yang positif di media sosial.

"Ya kita melihat dari emosi yang terbangun, emosi yang terbangun dari kondisi yang tercipta itu merugikan. Jadi ya yang perlu dibangun emosi positif lah," kata Moeldoko.

Moeldoko melihat buzzer saat ini sudah tidak diperlukan lagi karena pemilu sudah selesai. Yang diperlukan saat ini lanjut Moeldoko adalah dukungan politik yang lebih membangun, bukan dukungan yang malah bersifat destruktif.

"Dalam situasi ini, bahwa relatif sudah tidak perlu lagi buzzer-buzzeran," ujar Moeldoko.

Mantan Panglima TNI itu pun menilai buzzer yang menyampaikan informasi negatif, dapat merugikan pihak yang didukungnya. Oleh sebab itu, Ia pun berharap narasi positif disebarkan dan tanpa emosi.  "Ya kita melihat dari emosi yang terbangun, emosi yang terbangun dari kondisi yang tercipta itu merugikan jadi ya yang perlu dibangun emosi positiflah," kata Moeldoko.

Tenaga Ahli Kedeputian IV Kantor Staf Presiden, Ali Mochtar Ngabalin mengklaim pemerintah lebih banyak menjadi korban oleh oknum-oknum buzzer yang ada di media sosial. Salah satunya dengan penyebaran berita bohong alias hoaks.

Baca: Jokowi Dilema Puaskan Mahasiswa soal Revisi Undang-undang KPK

Respons Ngabalin itu untuk menanggapi rencana Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko yang ingin menertibkan buzzer-buzzer di media sosial. Mantan panglima TNI itu menilai kegiatan para buzzer perlu ditinggalkan.

"Buzzer politik itu yang lebih banyak difitnah adalah pemerintah, yang lebih banyak terpojok dan di bully itu adalah pemerintah. Jadi jangan juga memutar balikkan fakta, tidak ada satu kekuatan politik di dunia manapun yang tidak menggunakan media sosial," kata Ngabalin.

Ngabalin mengatakan, banyak buzzer-buzzer yang diorganisir untuk mencaci maki, menyebarkan berita bohong, menghujat dengan gerakan intorelansi, dan mencederai suku agama dan bangsa. "Negara harus menertibkan (buzzer), harus. Tidak bisa tidak. Karena negara memiliki kekuasaan untuk bisa menertibkan keamanan dalam negeri. Kalau tidak kan bisa bubar. Coba lihat, karena berita hoaks orang jadi bunuh-bunuhan, orang jadi terbantai," ujar Ngabalin.

Namun ketika disinggung penertiban juga berlaku untuk buzzer yang jadi pendukung pemerintah, ia enggan berpolemik. Ngabalin hanya memastikan, pemerintah tidak pernah mengkoordinir jasa buzzer untuk membela kepentingan pemerintah.

"Tidak mungkin pemerintah mengorganisir, tidak mungkin. Bagaimana bisa itu lembaga negara, lembaga pemerintah bisa mengorganisir lembaga di luar pemerintah. Dia punya departemen, penerangan, ada badan sandi siber negara," pungkasnya.

Polda Metro Jaya bakal berkoordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk menertibkan para buzzer yang selama ini beraksi di media sosial. "Nanti kami koordinasi dengan Kominfo ya (untuk menertibkan buzzer)," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Argo Yuwono.

Argo mengatakan pihaknya masih mendalami unsur pidana terhadap aksi yang dilakukan oleh para buzzer di media sosial. Polisi akan melihat lebih dahulu konten yang disebarkan oleh para buzzer.

"Ya kita cek dulu seperti apa," tutur Argo. (Tribun Network/den/fah/fel/sen/wly)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved