Pimpinan KPK: Jokowi Presiden Terkeren
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang mengapresiasi perubahan sikap Presiden Joko Widodo
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
Kata Mahfud, Jokowi pun tidak bisa mencabut sebuah RUU yang sudah disahkan oleh DPR. Hal itu diatur dalam Pasal 20 ayat 5 UUD 1945. "Jadi misalkan Presiden 'saya mau cabut', nggak bisa, sudah disahkan, sudah diketok palu. Sehingga bagaimanapun Presiden harus menandatangani atau tetap masuk lembaran negara," jelas dia.
Menurut Mahfud, dengan melihat kondisi politik, hukum dan keamanan yang terjadi belakangan ini, maka ia bersama sejumlah tokoh mengusulkan perlunya diterbitkan Perppu. Ia menilai gelombang aksi unjuk rasa penolakan UU KPK hasil revisi dapat dikategorikan suatu kegentingan dan memaksa sehingga mendukung syarat penerbitan Perppu. "Kan memang sudah agak genting sekarang," kata Mahfud.
Meski begitu, Mahfud menyerahkan kepada Presiden Jokowi sendiri untuk menilai diperlukan atau tidak untuk menerbitkan Perppu tersebut.
Langkah Jokowi untuk mempertimbangkan penerbitan Perppu ini terbilang berbeda dari keputusan sebelumnya.
Jokowi sebelumnya bersikukuh tak akan menerbitkan Perppu untuk membatalkan penerapan UU KPK yang telah disahkan DPR dan pemerintah. Bahkan, Jokowi dua kali mengeluarkan pernyataan menolak untuk menerbitkan Perppu atas UU KPK hasil revisi, yakni pada 23 dan 25 September 2019. Padahal, saat itu gelombang mahasiswa mulai berunjuk rasa menolak RUU KPK yang disahkan DPR.
Gelombang unjuk rasa dari mahasiswa terjadi ibu kota dan sejumlah kota besar lain di Indonesia sejak 24 September 2019. Kelompok mahasiswa menuntut pencabutan RUU KPK yang disahkan DPR, RKUHP dan sejumlah RUU lainnya.
Kelompok mahasiswa memrotes RUU KPK hasil revisi karena dinilai mengandung banyak pasal yang dapat melemahkan kerja KPK. Misalnya dibentuknya Dewan Pengawas untuk KPK dengan anggotanya hasil pilihan presiden. Sementara, Dewan Pengawas diberi banyak kewenangan khusus terkait penyelidikan, penyidikan, penggeledahan, penyitaan hingga penyadapan.
KPK juga diberi kewenangan untuk menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) terhadap kasus yang mangkrak selama dua tahun.
Selain itu, nantinya pegawai KPK akan berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN) meski lembaga anti-rasuah tersebut berstatus lembaga independen.
Tergantung DPR Selanjutnya
Ketua DPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) menyebut DPR mendukung keputusan Presiden Jokowi jika ingin menerbitkan Perppu atas RUU KPK yang telah disahkan sebelumnya. "Jadi ya, begini, apapun yang akan dilakukan oleh presiden, prinsipnya DPR mendukung sepenuhnya ya. Karena semua kan berpulang di pemerintah," kata Bamsoet.
Namun, menurut Bamsoet, nantinya diterima atau tidak pengajuan penerbitkan Perppu dari presiden tergantung dari keputusan para anggota DPR RI periode 2019-2024. Sebab, masa jabatan DPR periode 2014-2019 akan berakhir dalam beberapa hari ke depan. "Tanya DPR yang baru nanti. Kan saya berakhir," ujarnya. (tribun network/tim/kompas.com)
