Kerusuhan di Wamena
Kerusuhan di Wamena Gara-gara Salah Paham, Kapolri: Guru Bilang 'Keras', Murid Dengarnya 'Kera'
"Tone logat Papua kan sedikit berbeda dengan yang lainnya. Dalam konteks ini, kedengaran (huruf) 'S'-nya agak lemah," ujar Tito.
TRIBUNMANADO.CO.ID - Polri terus meluruskan bahwa kabar hoakslah yang menyebabkan kerusuhan yang terjadi di Wamena.
KaPolri Jenderal Tito Karnavian mengakui, kerusuhan di Wamena, Papua, Senin (23/9/2019) kemarin, salah satunya disulut oleh isu rasisme guru terhadap muridnya di salah satu sekolah di Wamena.
"Di SMA PGRI, ada isu seorang guru yang sedang mengajar menyampaikan kepada muridnya, 'kalau berbicara, keras'," ujar Tito dalam konferensi pers di Gedung Kementerian Politik Hukum Keamanan Jakarta, Selasa (24/9/2019).
"Tapi terdengar oleh sang muridnya 'kera' sehingga muncul lagi (isu), si pelajar itu bilang ke orang lain 'saya dikatakan', mohon maaf, 'kera'. Padahal, yang dimaksud (guru) adalah 'jangan bicara keras'," lanjut Tito seperti dikutip dari artikel Kompas.com berjudul "Kapolri Akui Rusuh Wamena Disulut Salah Paham, "Keras" Jadi "Kera".
Tito yang pernah menjabat Kepala Polda Papua mengakui, logat Papua memang unik. Ada kata-kata di mana huruf terakhir tidak terlalu menonjol dilafalkan.
"Tone logat Papua kan sedikit berbeda dengan yang lainnya. Dalam konteks ini, kedengaran (huruf) 'S'-nya agak lemah," ujar Tito.
Meski demikian, Tito memastikan, informasi tersebut belum bisa dipastikan kebenarannya dan masih dalam tataran isu yang merebak di tengah masyarakat.
Baca: Sosok Ketua BEM UI yang Viral Sebut Dewan Pengkhianat Rakyat di Hadapan Anggota DPR
Baca: Tak Ada Tuntutan Untuk Lengserkan Jokowi, Demo Mahasiswa Menuntut Dibatalkannya RKHUP dan UU KPK
Baca: Alasan Jokowi Revisi UU KPK Terungkap, Hampir Sama dengan Analisis Fahri Hamzah, Kok Bisa?
Tito sekaligus menyampaikan bahwa kepolisian sudah mendeteksi kelompok yang menyebarkan isu ini ke tengah masyarakat.
"Kami yakin, yang mengembangkan (isu) itu adalah underbow (United Liberation Movement for West Papua /ULMWP) yang mengenakan seragam SMA. Merekalah yang menyebarkan isu ada guru rasisme dan menyatakan kata-kata tidak pantas yang melukai hati," ujar Tito.
"Padahal, sekali lagi, informasi ini belum tentu benar," lanjut dia.
Dalam kerusuhan itu sendiri, sebanyak 26 orang meninggal dunia.
"Sebanyak 26 orang meninggal dunia, 22 orang adalah masyarakat Papua pendatang," kata Tito Karnavian.
Sementara, empat orang lain yang meninggal dunia adalah masyarakat asli Papua.
Tito menjelaskan, mereka meninggal dunia akibat kekerasan yang terjadi saat kerusuhan di Wamena. Ada juga yang meninggal karena tempat tinggalnya dibakar. "
Mereka meninggal akibat luka bacok dan akibat terbakar, di dalam rumahnya atau rukonya yang dibakar," ujar Kapolri.