Sejarah Indonesia
Genjer-genjer dan Darah Rakyat, Lagu Terlarang di Masa Orba Lantara Dianggap Lagu Komunis, Padahal?
Kisruh politik yang terjadi di Indonesia pada akhir kekuasaan Presiden Soekaro, 1965-67 hingga sekarang terus diperbincangkan.Tidak hanya situasi di
Penulis: Rizali Posumah | Editor: Rizali Posumah
TRIBUNMANADO.CO.ID - Kisruh politik yang terjadi di Indonesia pada akhir kekuasaan Presiden Soekaro, 1965-67 hingga sekarang terus diperbincangkan.
Tidak hanya situasi di masa itu, bahkan sampai lagu-lagu pun ikut diperdebatkan.
Saat pemerintahan Soekarno digantikan oleh Orde Baru atau masa pemerintahan Presiden Soeharto, ada beberapa lagu yang dianggap sebagai lagu Partai Komunis Indonesia (PKI) atau lagu-lagu yang identik dengan Komunisme.
Lau-lagu ini pun dilarang oleh pemerintah. Bahkan, saking dianggap berbahayannya lagu ini, siapa pun yang menyanyikannya atau memutar lagu ini akan ditangkap aparat keamanan.
Di antara lagu-lagu tersebut adalah Genjer-genjer dan Darah Juang.
Genjer-genjer
Dilansi dari intisari online Dalam adegan film Pengkhianatan G 30/S PKI, terdapat sebuah adegan anggota Gerwani mengelilingi para jenderal yang ditawan.
Mereka kemudian menyileti wajah para jenderal diselingi nyanyian Genjer-genjer.
Sampai saat ini film Pengkhianatan G 30/S PKI masih ramai diperdebatkan apakah adegan penyiksaan oleh Gerwani tersebut nyata atau tidak.
Ada yang menganggapnya sekadar propaganda Orde Baru, namun tidak sedikit pula yang mempercayainya.
Terlepas dari benar atau tidaknya adegan tersebut, fakta yang tak terbantah adalah lagu Genjer-genjer menjelma menjadi sebuah lagu yang menyeramkan pasccagerakan G30S.
Genjer-genjer menjadi lagu yang identik dengan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Jadi, semasa Orde Baru dan bahkan hingga kini, orang yang menyanyikan lagu tersebut rentan dituduh berafiliasi dengan PKI.
Padahal lagu Genjer-genjer bukanlah lagu mars PKI dan juga bukan lagu yang diciptakan khusus untuk mereka.
Berita Populer
Baca: Pemimpin Papua Keluarkan Pernyataan Tegas: Tidak akan Diampuni, Jangan Jadi Korban Referendum
Baca: Alasan Jokowi Revisi UU KPK Terungkap, Hampir Sama dengan Analisis Fahri Hamzah, Kok Bisa?
Baca: Rekonstruksi Kasus Mayat Wanita Tanpa Celana, Polisi Temukan Hal Janggal yang Beda dari Hasil Visum
Genjer-genjer sebenarnya adalah lagu populer berbahasa Osing (suku di Banyuwangi).
Diciptakan pada 1942 oleh Muhammad Arief, seorang seniman Osing sebagai gambaran kondisi warga Banyuwangi saat penjajahan Jepang.
Lagu ini menggambarkan penderitaan rakyat Indonesia selama dijajah jepang.
Sebelum penjajahan Jepang, genjer (Limnocharis flava) adalah tumbuhan untuk makanan ternak.
Ketika Jepang jadi penjajah, banyak warga kelaparan dan terpaksa memakan tumbuhan yang awalnya dianggap hama itu.
Biasanya warga memasak sayur genjer dan dimakan dengan nasi ditambahi sambal jeruk.
Tanaman Genjer
Petikan lagu Genjer-genjer adalah sebagai berikut:
Emake jebeng padha tuku nggawa welasah
Genjer-genjer saiki wis arep diolah
Genjer-genjer mlebu kendhil wedang gemulak
Setengah mateng dientas ya dienggo iwak
Sego sak piring sambel jeruk ring pelanca
Genjer-genjer dipangan musuhe sega
Artinya dalam bahasa Indonesia kira-kira sebagai berikut.
Ibu si gadis membeli genjer sembari membawa wadah-anyaman-bambu
Genjer-genjer sekarang akan dimasak
Genjer-genjer masuk periuk air mendidih
Setengah matang ditiriskan untuk lauk
Nasi sepiring sambal jeruk di dipan
Genjer-genjer dimakan bersama nasi
Baca: ZODIAK Hari Ini Selasa 24 September 2019, Kekuatan Komunikasi Leo Menonjol dan Sagitarius Penuh Aura
Baca: Sosialisisi Mitigasi Bencana, Palit: Armada Kami Terbatas dan Anggaran BBM Sudah Habis
Baca: Jadi Sorotan, Intip 6 Potret Jessica Mila Setelah Berat Badan Naik 10 Kg
Lagu Genjer-genjer menjadi populer setelah dinyanyikan Bing Slamet.
Karena begitu populer, PKI lantas memanfaatkan lagu ini untuk berkampanye.
Saking seringnya lagu ini dinyanyikan PKI dan simpatisannya, tak ayal Genjer-genjer jadi lekat dengan partai komunis tersebut.
Setelah G30S pecah dan PKI dinyatakan sebagai partai terlarang, Genjer-genjer juga ikut dimasukkan sebagai lagu terlarang di Indonesia oleh Orde Baru.
NESTAPA KELUARGA PENCIPTA LAGU
Sinar Syamsi, anak pengarang lagu Genjer-genjer.
Setelah pemberontakan PKI pecah pada 30 September 1965, Muhammad Arief sang pencipta lagu menghilang.
Seperti dilansir Kompas.com (30/9/2014), keluarga Arief hidup dalam penderitaan karena dicap PKI.
Sinar Syamsi , anak dari Muhammad Arief, mengisahkan, setelah rumah ayahnya di Jalan Kyai Shaleh Nomor 47, Kelurahan Temenggungan, Banyuwangi, dihancurkan oleh massa pada 30 September 1965, Muhammad Arief pamit keluar rumah.
Belakangan diketahui, ayahnya ditangkap Corps Polisi Militer (CPM).
Syamsi bersama Suyekti, ibunya, kemudian membakar buku-buku bacaan yang berbau aliran kiri milik ayahnya.
Dia bersama ibunya juga sempat menjenguk Muhammad Arief di Markas CPM.
"Bapak ditahan tentara, dan itu terakhir saya bertemu dengan dia. Sempat dengar, katanya bapak dipindah ke Kalibaru, dan dengar lagi bapak sudah dipindah ke Malang," urainya.
Terakhir, ia mengetahui bahwa Muhammad Arief ditahan di Lowokwaru, Malang.
"Teman bapak yang cerita. Sampai saat ini saya tidak tahu bapak ada di mana. Dia tidak pernah kembali," kenangnya dengan mata berkaca-kaca.
Sementara itu, ibunya, Suyekti, yang asli Jawa Tengah, memilih untuk tinggal di Banyuwangi di rumah warisan keluarga.
"Kasihan ibu saya. Stigma sebagai keluarga PKI membuat ia tertekan. Ibu meninggal pada tahun 1997," ujarnya.
Darah Juang
Dilansir dari sososk.id Sebuah catatan sejarah menuliskan bahwa lagu ini pernah dinyanyikan oleh ribuan orang saat diadakan rapat raksasa di Lapangan Ikada.
Kala itu tahun 19 September 1945, kertas bertuliskan lirik lagu Darah Rakyat dibagi-bagikan kepada setiap orang yang datang di Lapangan Ikada.
Lagu itu dikumandangkan saat kedatangan Sukarno bersama Tan Malaka dan Hatta serta beberapa menteri pemerintahan saat itu.
Dalam pidatonya yang didatangi oleh ribuan rakyat tersebut Sukarno meminta dukungan kepada rakyat untuk Negara yang baru terbentuk tersebut.
Dalam buku berjudul "The Blood of The People: Revolution and The End of Traditional Rule in Northern Sumatra (1979)", lagu ini juga menjadi salah satu nyawa di sebuah organisasi di tanah melayu.
Parti Kebangkitan Melayu Malaya (PKMM) yang berdiri pada Oktober 1945 yang kemudian dinyatakan terlarang karena termasuk salah satu partai berhaluan kiri.
Lagu Darah Rakyat menjadi salah satu penggambaran aksi-aksi pemogokan serikat buruh yang disponsori oleh PKMM kala itu.
Dalam film dokumenter "10 Tahun Sebelum Merdeka (2007)", seorang aktivis PKMM mengatakan pengaruh Sukarno dan perjuangan Rakyat Indonesia tergambar dalam lagu tersebut.
Hingga menginspirasi PKMM untuk menjadi organisasi yang berjuang bersama rakyat.
"Dunia Baru Pasti Datang, Dunia Baru Pasti Datang, Ayo Ayo Bergerak Sekarang, Kemerdekaan Telah Datang", sepenggal lirik dari lagu tersebut menggambarkan lagu tersebut tercipta kemungkinan sesaat setelah kemerdekaan Indonesia.
Dari mana asal mula lagu Darah Juang ini?
Tribun Manado menelusuri asal muasal lagu Darah Juang ini, namaun tidak ditemukan catatan resminya.
Namun situs berdikarionline.com menulis, beberapa sumber menyebut bahwa lagu ini adalah gubahan dari Legiman Hardjono, namun belum ada kepastian yang tepat.
Penelusuran Tribun Manado selanjutnya hanya mendapati artikel yang ditulis oleh Windu Jusuf, seorang penulis di tirto.id.
Dalam artikel berjudul Jejak Revolusi Perancis di Lagu PKI Jusuf membeber, bahwa lagu Darah Rakjat disadur dari lagu Le Drapeau Rouge (“Panji Merah”).
"Dengan birama 4/4, dan nada-nada mayor, dua mars tersebut secara umum hanya beda lirik dan sedikit pada bagian refrain. Namun bahkan pada bagian itu, ada kemiripan lirik yang sulit disangkal."
"Lirik Indonesia berbunyi “Merah warna panji kita/Merah warna darah rakyat”, sementara versi Perancisnya “Panji merah kita/Merah darah pekerja.”
Kenapa lagu Genjer-genjer dan Darah Juang dilarang? padahal kedua lagu ini erat kaitannya dengan perjuangan Indonesia, nilai-nilai moral dan punya makna yang justru universal, tak terkait dengan ideologi dan partai apa pun? hingga kini masih menjadi misteri. (*)