Kisah Menarik
Cerita Menarik Dari Dua Sopir Bus Asal Indonesia, Berpenghasilan Hingga Ratusan Juta Rupiah
Kisah dua orang Indonesia yang bekerja sebagai sopir dengan penghasilan luar biasa. Mereka adalah Rita dan Charles
Hal itu harus ia pelajari karena adanya larangan menggunakan telepon genggam untuk mengakses layanan GPS saat mengemudi.
"Kami biasanya menggunakan catatan sendiri supaya tidak salah mengambil jalur." kata Rita.
Tantangan lain justru dirasakan Charles Gultom.
Ia justru melihat faktor penumpang sebagai tantangan saat menjadi sopir bus di Australia.
"Dukanya [sebagai sopir bus] adalah kalau misalnya ada perlakuan penumpang yang tidak enak. Misalnya kalau kita salah jalan mereka marah-marah biasanya," ungkap Charles yang berencana untuk menjadi sopir bus hingga lima tahun ke depan.
"Kedua, kalau bus panas, apalagi waktu musim panas, pendingin udara tidak jalan, sudah pasti penumpang juga mengeluh dan kita terpaksa minta ganti bus."
Teman dan keluarga terkejut
Selain tantangan, Rita, Edwin, dan Charles juga menghadapi reaksi dari teman-teman dan anggota keluarga mereka di Indonesia.
Rita yang kini memegang izin tinggal Warga Tetap Australia pernah menerima reaksi yang dilihatnya bersifat "meremehkan" di samping dari reaksi positif beberapa anggota keluarga.
Seperti keluarga Rita, mayoritas teman-teman Charles di Indonesia juga sempat kaget mengetahui pekerjaannya di Australia.
Keluarganya namun tidak memberi tanggapan demikian.
"Teman-teman melihat [pekerjaan saya] pasti terkejut. Mereka berkata, 'Hanya jadi sopir bus di Australia?" tapi kan mereka tidak tahu uang [yang dihasilkan] seperti apa," kata Charles.
"Kalau keluarga sih tidak masalah. Istri pun tidak masalah yang penting saya senang."
"Kalau orang di Indonesia melihatnya begitu. Sedangkan di Australia kita kerja sebagai pekerja penuh waktu bisa membayar biaya hidup di sini. Normal, maksudnya."
"Contoh, saya sebagai sopir bus memiliki total waktu libur dalam satu tahun sebanyak sembilan minggu lamanya yang adalah lebih dari cukup. Gaya hidupnya juga tidak kalah. Walau kerja sebagai sopir tetap bisa liburan dan jalan-jalan."
"Sedangkan di Indonesia [bila menjadi sopir bus] makan saja belum tentu cukup." ungkapnya.
Alasan Charles pindah ke Australia dan bekerja sebagai sopir bus adalah karena demi kualitas pendidikan anak-anaknya.
Menurutnya tak masalah menjadi sopir bus, namun tetap dapat memiliki kualitas hidup yang baik.
Sedangkan Rita melihat reaksi tidak menyenangkan dari beberapa teman ini sebagai inspirasi bagi dirinya beserta suami untuk selalu melangkah ke depan.
Prinsip itu mereka anut dengan terus melihat perjuangan yang harus mereka lalui saat hendak pergi ke Australia.
Ia mengaku tidak punya modal untuk berangkat dan akhirnya harus menjual rumah dan seisinya yang saat itu hanya cukup membayar semester pertama tiket asuransi.
"Tapi buat kami cemoohan justru cambukan untuk membuktikan kamu bisa maju dan tentu saja punya kehidupan yang lebih baik," kata Rita yang saat ini telah memiliki rumah sendiri dan tinggal bersama suami, anak-anak dan orangtuanya.
"Setelah tiga sampai enam bulan [menjadi sopir bus], semua jauh lebih mudah. Kami merasa modal utama menjadi sopir bus adalah untuk tidak mudah menyerah." kata Rita. (*)
(TRIBUNNEWSWIKI.COM/Dinar Fitra Maghiszha)
Subscribe YouTube Channel Tribun Manado :