Pegawai KPK Kecewa dan Sedih: Mahasiswa Goyang DPR
Pegawai KPK kecewa dan sedih atas disahkannya revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
Pada pukul 17.00, sebanyak 22 orang perwakilan kelompok mahasiswa diberi kesempatan melakukan pertemuan dengan pihak DPR untuk menyampaikan tuntutannya. Kapolres Jakarta Pusat Kombes Harry Kurniawan menjadi mediator sekaligus mengawal perwakilan mahasiswa.
Massa mahasiswa dari berbagai universitas yang melakukan unjuk rasa menolak RUU KUHP dan revisi UU KPK masih bertahan di depan Gedung DPR, Senayan, malam ini. Massa melakukan aksi dengan menutup Jalan Gatot Subroto arah Slipi, Jakarta Barat.
Hingga pukul 20.00, perwakilan mahasiswa belum keluar dari dalam Gedung DPR. Sementara, ratusan mahasiswa yang berada di depan gerbang Gedung DPR terus berorasi. Bahkan, mereka mulai menggelar aksi teatrikal dengan membentuk lingkaran di tengah Jalan Jenderal Gatot Soebroto. Seorang mahasiswa menuliskan sebuah kata di tengah jalan tersebut dengan cat semprot.
Para mahasiswa juga kompak menyanyikan berbagai yel yel dan lagu kebangsaan di tengah aksi teakrikal itu. Sesekali mereka meneriakkan tuntutan pencabutan RUU KPK dan RKUHP.
Selain dari kelompok mahasiswa, penolakan RUU KPK lebih dulu disuarakan para pimpinan dan pegawai KPK dalam aksi di kantor mereka. Sejumlah pegiat anti-korupsi hingga akademisi bergabung dalam aksi tersebut.
Baca: AS Tuduh Iran Memulai Perang Teluk
Pegawai KPK kecewa dan sedih atas disahkannya revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) oleh DPR RI. Sebab, banyak pasal dalam UU KPK yang baru itu mengubah struktur, kewenangan hingga independensi lembaga anti-rasuah tanpa meminta masukan KPK.
Hal itu disampaikan dan Wakil Ketua KPK, Laode Muhammad Syarif, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (19/9).
Laode mengatakan UU KPK yang baru akan mengubah hal-hal yang dinilai fundamental dalam lembaga antirasuah itu. "Karyawan KPK agak gloomy dan terus terang banyak yang menangis karena tiba-tiba rumahnya berubah secara fundamental," kata Laode.
Laode menganalogikan KPK sebagai rumah yang dititipkan kepada seluruh pegawai, termasuk komisioner seperti dirinya. Namun, DPR bersama pemerintah berusaha merenovasi rumah tersebut tanpa sepengetahuan penghuni rumah. Mereka ini proses revisi undang-undang ini janggal.
"Tiba-tiba orang di luar (DPR dan pemerintah,-red) itu, 'OK ya rumah kamu saya renovasi', terus kami tanya, 'Nanti renovasinya seperti apa?' Mereka lalu bilang, 'Enggak ada masalah, nanti kami bikin renovasi, nanti kalian tinggal di tempat yang baru'," kata Laode menggambarkan proses revisi UU KPK.
Kesedihan para pegawai KPK terlihat saat aksi damai di Gedung Merah Putih KPK pada Selasa malam, 17 September 2019. Saat itu, ratusan para pegawai yang mengibarkan bendera kuning tampak menitikkan air mata, Aksi itu sebagai respons atas langkah DPR bersama pemerintah mengesahkan Rancangan Undang-undang KPK pengganti UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.
Laode juga menilai Presiden Joko Widodo mengingkari ucapan sendiri. Sebab, Jokowi sempat menyampaikan dia ingin memperkuat KPK terkait revisi UU KPK. Namun, hal itu tidak terjadi.
Menurut Laode, RUU KPK yang disahkan oleh DPR justru mempreteli kewenangan pimpinan KPK sebagai penyelidik, penyidik dan penuntut umum. "Apa yang kami khawatirkan akhirnya menjadi kenyataan karena betul-betul UU yang ada sekarang itu tidak sesuai dengan apa yang diharapkan Presiden dalam konferensi pers yang disampaikan beliau, bersama Menseseg dan KSP," ucap Laode.
Sebelumnya, Laode sempat menyebut Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H Laoly melakukan pembohongan kepada KPK. Sebab, Yasonna sempat menyampaikan akan mempertemukan KPK dengan DPR untuk membahas revisi UU KPK. Namun, hal itu tidak dilakukan.
Ia juga mengatakan Yasonna melakukan kebohongan lain karena mengaku telah berdiskusi dengan pimpinan KPK Agus Rahardjo dan Laode M Syarif terkait pembahasan revisi UU KPK di kantor Kemenkumham pada 12 September 2019. Namun, hal itu tidak pernah terjadi.