Pegawai KPK Kecewa dan Sedih: Mahasiswa Goyang DPR
Pegawai KPK kecewa dan sedih atas disahkannya revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Ratusan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi berunjuk rasa di depan Gedung DPR/MPR RI, Jakarta, menolak perubahan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK), Kamis (19/9). Unjuk rasa mahasiswa dalam skala besar ini pertama terjadi setelah DPR mengesahkan revisi UU KPK pada Selasa, 17 September 2019.
Selain RUU KPK, para mahasiswa juga menuntut DPR menunda pengesahan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP).
Baca: Revisi UU KPK Bukan untuk Koruptor
Para mahasiswa dengan menggunakan jaket almamater perguruan tinggi masing-masing tampak membawa sejumlah poster dan spanduk berisi tuntutan pencabutan RUU KPK dan ungkapan mosi tidak percaya terhadap DPR-pemerintah.
Mereka juga membawa sejumlah karangan bunga yang menjadi simbol matinya lembaga KPK setelah disahkannya UU KPK yang baru oleh DPR bersama pemerintah.
Di antara mereka, ada yang membawa spanduk berukuran sekitar 3x3 meter bertulisan 'Gedung Ini Disita Mahasiswa'. Spanduk tersebut dipasang tepat di gerban Gedung DPR/MPR RI. Selain itu, ada spanduk bertulisan 'Stop Intervensi KPK'.
Dari atas mobil komando, sejumlah orator bergantian menyampaikan tuntutan untuk para anggota DPR. "Kita menolak revisi UU KPK, itu membunuh KPK," kata seorang orator.
Orator kemudian membakar semangat mahasiswa dengan mengajak menyanyika lagu 'Reformasi Dikorupsi'.
Para mahasiswa yang mengikuti unjuk rasa ini berasal dari beberapa perguruan tinggi seperti Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), Trisaksi, STMT Trisakti, Universitas Indraprasta PGRI (Unindra), Universitas Paramadina, Universitas Pendidikan Indonesai (UPI) dan Universitas Tarumanegara (Untar).
Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UI Manik Marganamahendra mengatakan kelompok mahasiswa menyayangkan permasalahan korupsi dan demokrasi di Indonesia yang makin lama makin terancam.
Menurutnya, sejumlah pasal dalam RUU KPK tidak sejalan atau pro upaya pemberantasan korupsi. Di antaranya adanya pasal tentang Dewan Pengawas untuk KPK yang wewenang tertinggi dalam operasional KPK, mulai izin penyadapan, penyelidikan, penyidikan, penyitaan hingga penggeledahan. Sementara, orang-orang yang akan mengisi Dewan Pengawas KPK adalah pilihan presiden.
Baca: Anggota KKB Berhasil Dilumpuhkan Tim Gabungan TNI/Polri, Tiga Orang Tewas dalam Kontak Senjata
Dan menurutnya, rencana DPR bersama pemerintah mengesahkan RKUHP pada 24 September adalah tergesa-gesa dan mengancam demokrasi di Indonesia karena ada sejumlah 'pasal ngawur' dan bermasalah. "Dua hal tersebut akhirnya justru malah membuat mosi tidak percaya kami kepada negara," sambungnya.
Kepala Departemen Kajian Strategis BEM UI Elang ML menilai, saat ini para anggota DPR sedang 'kejar tayang' untuk mengesahkan RUU sebanyak-banyaknya yang menguntungkan penguasa. Di antaranya RUU KPK, RKUHP, RUU Pemasyarakatan, RUU Pertanahan hingga RUU Sumber Daya Air. "Kita sangat kecewa, banyak RUU yang mengembalikan kita pada Orde Baru, kultur DPR seperti orba, asal bapak senang diketok, menguntungkan kepentingan penguasa," kata Elang kepada wartawan.
Elang meyakinkan unjuk rasa dalam skala besar dari mahasiswa ini akan terus berlanjut sampai tuntutan dilaksanakan DPR dan pemerintah.
Hingga petang, unjuk rasa ratusan mahasiswa di depan gerbang Gedung DPR/MPR ini belum bubar. Justru jumlah mahasiswa yang bergabung dalam unjuk rasa terus bertambah pada sore hari dan diperkirakan mencapai lebih 300 orang. Mereka datang secara bergelombang.
Terpantau, unjuk rasa mahasiswa ini sampai menutup Jalan Jenderal Gatot Soebroto, di depan Gedung DPR/MPR RI. Akibatnya, kendaraan dari Semanggi menuju Slipi tidak bisa melewati jalan tersebut dan kemacetan tidak terhindarkan.