Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

News

Wenas : RUU KPK Sekarang Tanggungjawab DPR-RI, Presiden Sudah Menyatakan 4 Poin Penolakannya!

Andre Vincent Wenas MM MBA, Politisi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mengatakan setelah surat presiden dikirim ke DPR-RI

Penulis: | Editor: Maickel Karundeng
Istimewa
Andre Vincent Wenas MM MBA, Politisi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Andre Vincent Wenas MM MBA, Politisi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mengatakan setelah surat presiden dikirim ke DPR-RI, maka sekarang bola berada di lembaga legislatif.

DPR-RI lah yang seharusnya sekarang dikejar dan diawasi ketat proses pembahasan RUU KPK menjadi Undang-Undang.

"Proses sidang pembahasannya harus terbuka dan transparan agar rakyat bisa memantau langsung wakil-wakil yang dipilihnya sungguh-sungguh menjalankan komitmen untuk memerangi korupsi dengan memperkuat fungsi lembaga anti rasuah (KPK) ini," kata konsultan dan dosen itu, Senin (16/9/2019).

Sebagai lembaga katanya KPK memang perlu pembenahan internal, prosedur maupun susunan manajemennya. Jika ada oknum-oknum yang bermain politik di dalam KPK segera bersihkan, namun bukan dengan mengebiri efektivitas fungsi kerja KPK.

Ia mengatakan Presiden Joko Widodo sudah menyampaikan empat poin keberatannya atas RUU KPK yang diajukan oleh DPR-RI melalui surpres.

Poin pertama, tidak setuju jika KPK harus memperoleh izin dari pihak eksternal untuk melakukan penyadapan.

Pihak eksternal yang dimaksud, misalnya pengadilan. KPK cukup memperoleh izin penyadapan dari Dewan Pengawas untuk menjaga kerahasiaan.

"Poin kedua, tidak setuju penyidik dan penyelidik KPK hanya berasal dari kepolisian dan kejaksaan. Penyelidik dan penyidik seharusnya bisa dari unsur aparatur sipil negara yang diangkat dari pegawai KPK maupun instansi pemerintah lain. Tentu saja harus melalui prosedur rekrutmen yang benar," ujarnya.

Ia mengatakan, poin ketiga tidak setuju jika KPK diwajibkan berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung dalam hal penuntutan.

Sebab, sistem penuntutan saat ini sudah berjalan baik sehingga tidak perlu diubah.

"Poin keempat, keberatan tentang pengelolaan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) jika dikeluarkan dari KPK, lalu diberikan kewenangannya kepada kementerian atau lembaga lain. LHKPN tetap diurus oleh KPK sebagaimana yang telah berjalan selama ini," ujarnya.

Ia mengatakan sekarang DPR-RI lah yang mesti membahas tuntas dan menjelaskan secara rinci kepada masyarakat apa saja revisinya.

"Jangan membuat masyarakat bingung. Sementara ini yang terjadi seakan Presiden Joko Widodo dipojokan sebagai pihak yang ingin melemahkan fungsi KPK, padahal jelas dalam surpres sudah disampaikan empat keberatan atau penolakan Presiden terhadap kemungkinan pelemahan fungsi KPK. Quo Vadis DPR-RI?," ujarnya.

Baca: Dulu Kaya Raya, Bule Inggris Jatuh Miskin Nikahi Gadis Indonesia: Saya Dihisap Sampai Kering

Baca: VIRAL, Ular Anaconda Hangus Terbakar di Hutan Kalimantan, Diikat Warga dengan Tali Rafia

Baca: Kecelakaan Maut Rombongan Mahasiswa Ibadah Kebaktian: Ini Penyebab, Daftar Korban s/d Kronologinya

Sumber: Tribun Manado
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved