Busyro Minta Kapolri Tarik Firli: Begini Caranya Agar Revisi UU KPK Batal
Mantan Ketua KPK Busyro Muqoddas meminta Kapolri Jenderal Tito Karnavian untuk menarik Irjen Firli Bahuri sebagai pimpinan KPK.
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA – Mantan Ketua KPK Busyro Muqoddas meminta Kapolri Jenderal Tito Karnavian untuk menarik Irjen Firli Bahuri sebagai pimpinan KPK. Menurut Busyro, terpilihnya Firli sebagai Ketua KPK sarat akan konflik kepentingan.
"Tapi menurut saya itu kan menjadi catatan Polri. Ada bukti, ada track record tentang Firli. Sekarang kalau Kapolri punya itikad jujur, itikad baik. Tarik Firli. Tarik. Punya otoratis menarik kok. Dulu punya otoritas mengizinkan kenapa tidak punya otoritas menarik, apalagi ada bukti seperti itu," kata Busyro kepada wartawan, Minggu (15/9/2019).
Baca: Garuda-Citilink Batalkan 24 Penerbangan: 106 Penerbangan Lion Air Grup Terganggu
Busyro mengatakan Firli pasti meminta izin kepada Kapolri sebelum mendaftar sebagai pimpinan KPK. Karena itu, menurut dia, Kapolri juga bisa menarik izin yang diberikannya kepada Firli. Mengingat sosok polisi bintang dua itu yang diduga memiliki catatan hitam soal pelanggaran etik di KPK.
Busyro menilai ada potensi konflik kepentingan jika Firli menjadi Ketua KPK. Salah satunya, rentannya kebocoran informasi terkait kasus yang ditangani KPK.
"Potensi conflict of interestnya gede. Kekhawatiran dan hambatan-hambatan gede. Bocor kebocoran gede. Kami pernah mengembalikan Brigjen ke Mabes Polri waktu itu, urusan bocor membocor. Menyakitkan sekali urusan bocor membocor itu. Terutama penyidik, nangis lho, tinggal tangkap izin atasan, bocor. Wah sakit," kata Busyro.
Terkait pelanggaran etik yang diduga dilakukannya, Firli sendiri sudah memberi penjelasan. Firli menegaskan dirinya tidak pernah dinyatakan melanggar etik berat saat menjabat sebagai Deputi Penindakan KPK.
Baca: Gusi Berdarah dan Gigi Tanggal Bisa Jadi Penanda Kepikunan
"Ada dari 5 pimpinan bicara Pak Saut ada, Ibu Basaria, Pak Laode, Pak Alex, Pak Agus juga. Saya sendiri menghadapi 5 pimpinan tidak ada satu pun pimpinan mengatakan saya melanggar. Saya diperingatkan, iya," ujar Firli saat fit and proper test capim KPK di Komisi III DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (12/9).
Tak Utus Menteri
Revisi UU KPK menuai protes keras dari sejumlah kalangan karena dianggap melemahkan KPK. Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia, Agil Oktaryal, mengatakan terdapat dua hal yang dapat dilakukan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk membatalkan pengesahan revisi UU KPK.
"Satu adalah kita meminta persiden untuk menarik kembali surpres (surat presiden) itu. Jadi berdasarkan asas contrarius actus, masih bisa dilakukan presiden tarik surpresnya itu UU nggak bakal jadi dibahas," ujar Agil di Bangi Kopi, Jalan Raya Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Minggu (15/9/2019).
Selain itu, terdapat satu cara lainnya untuk membatalkan pengasahan revisi UU KPK, yakni Presiden Jokowi tidak mengutus menterinya untuk menghadiri pengesahan revisi UU KPK pada rapat paripurna DPR.
"Atau yang kedua, surpresnya tidak ditarik, tapi presiden tidak mengutus menterinya untuk ke sana (paripurna DPR). Meskipun di dalam surpres sudah ditunjuk dua menteri, satu Menkum HAM dan Menpan-RB. Ini masih bisa dilakukan di detik-detik terakhir ini menjelang hari Selasa kalau presiden memang mendengar aspirasi rakyat terkait UU KPK," ujar Agil.
Hal senada dikatakan peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana. Menurutnya presiden masih bisa menarik surpres.
"Masih bisa (tidak disahkan), bahwa surpres itu masih bisa ditarik, oleh presiden Jokowi, bahwa presiden bisa (untuk) tidak mengirimkan dua menterinya ke DPR untuk melanjutkan pembahasan UU KPK ini. Jangan sampai terkesan seperti kebut-kebutan, ada isu pelemahan capim ditambah lagi dengan proses legislasi yang bermasalah, karena akan mengakibatkan KPK shutdown 4 tahun kedepan," ujar Kurnia.
Baca: Indonesia Jadi Tuan Rumah Kejuaraan Dunia Bola Basket, Erick Thohir Terima Bendera FIBA
Advokat dari Integrity Law Firm, Denny Indrayana, juga berharap Presiden Jokowi membatalkan surat presiden (surpres) soal revisi UU KPK. Sebab, menurut Denny, revisi UU KPK berisiko melumpuhkan lembaga antirasuah itu.
"Kita berharap presiden membatalkan surpresnya. Masih ada waktu. Belum terlambat. Tapi kalaupun terlambat tidak apa-apa, lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali," kata Denny dalam video berjudul "Jangan Bunuh KPK!" yang dibagikannya dalam channel YouTube Integrity Law Firm. (tribun/dtc)