Lebih 500 Ribu Tautan Sebar Hoaks Papua: Paling Banyak Menggunakan Twitter
Kementerian Komunikasi dan Informatika menemukan lebih dari 500 ribu Uniform Resource Locator (URL) atau tautan
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA – Kementerian Komunikasi dan Informatika menemukan lebih dari 500 ribu Uniform Resource Locator (URL) atau tautan yang menyebarkan hoaks atau berita bohong terkait gejolak di Papua. Penyebaran hoax itu banyak dilakukan melalui media sosial Twitter.
Baca: Lili Ingin Keterwakilan Perempuan di Komisioner KPK
"Sekarang sampai tanggal 1 (September, red) kemarin jumlah URL yang digunakan untuk mengirim hoax sudah 500 ribu lebih. Paling banyak (menggunakan) Twitter," ujar Rudiantara di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (3/9).
Menurut Rudiantara pihaknya telah menutup ratusan ribu tautan tersebut. Tautan-tautan itu digunakan untuk menyebarkan berita bohong. Kemenkominfo juga terus memantau aktivitas di media sosial terkait dengan Papua meski situasi di sana berangsur kondusif.
"Semua sampai 500 ribu lebih kita kumpulkan, kita minta untuk di-takedown karena jelas bertentangan," papar Rudiantara.
Kementerian Komunikasi dan Informasi mendeteksi tautan-tautan penyebar berita bohong berkaitan dengan Papua berasal dari lebih dari 20 negara. Menurut Rudiantara belum tentu warga negara dari negara tersebut yang mengunggah berita bohong itu ke media sosial.
"Kami mencatat 20 negara lebih yang mention-nya berasal dari negara tersebut, tetapi belum tentu warga negara tersebut yang mengunggah," ujar Rudiantara.
Rudiantara tidak menjelaskan secara spesifik alamat IP penyebar berita bohong itu dari negara mana saja. Menurut Rudiantara satu alamat IP penyebar berita bohong berasal dari sebuah negara di Eropa.
"Kebanyakan dari dalam negeri mention-nya, tetapi juga ada dari luar negeri, salah satu negara Eropa," katanya.
Koordinator Gerakan Bijak Bersosmed Enda Nasution mengatakan penyebaran hoax tidak hanya terjadi di Twitter. Penyebaran berita bohong juga terjadi di Facebook, WhatsApp dan lainnya.
Baca: Jangan Minum Sembarang 4 Jenis Obat Ini, Bisa Merusak Saraf Mata
Namun demikian, alasan penyebaran hoax paling banyak dilakukan melalui Twitter karena sifatnya. Media sosial ini sangat terbuka seperti Facebook. Selain itu penyebaran informasi melalui Twitter sangat mudah sehingga setiap orang yang memiliki akun Twitter dapat menulis dan menyebarkan apapun tanpa disaring.
"Penyebaran hoax ini sulit untuk dicegah karena media sosial ini bisa dimiliki oleh siapapun dengan kategori orang yang berbeda-beda," ujar Enda kepada Tribun Network, Rabu (4/9).
Menurut Enda pencegahan penyebaran hoax dapat dilakukan dari pengguna media sosial itu terlebih dulu. Pengguna media sosial diharapkan tidak mudah percaya terhadap informasi yang belum pasti serta memastikan kebenaran informasi yang didapat.
"Namun pada realitanya masyarakat tertarik kepada berita yang mengandung unsur viral lalu disebarluaskan melalui media sosial mereka," katanya.
Terkait isu Papua, Enda menilai penyebaran hoax menjadi sangat mudah karena diterima oleh orang banyak. Ini ditambah oleh sifat masyarakat yang menyukai hal berbau viral dan memancing emosional.
"Rantai informasi hoax pada media sosial sangat sulit untuk diputus karena pada media sosial sumber informasinya sulit ditelusuri, berangkat dari mana dan siapa saja. Masyarakat bebas menyimpan informasi yang belum pasti lalu menyebarluaskan," ujar Enda.