Istri ABK Korban Pembunuhan di Taiwan Ikhlas: Sesama TKI Terancam Hukuman Mati
Suryati Dauda (30), istri almarhum Ramadan La Saliku korban pembunuhan di Taiwan, mengaku sudah ikhlas.
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO – Suryati Dauda (30), istri almarhum Ramadan La Saliku korban pembunuhan di Taiwan, mengaku sudah ikhlas. Kini dia sedikit lega setelah menunggu 9 bulan, jenazah suami tiba di Bandara Sam Ratulangi Manado, Rabu (4/9/2019) pukul 15.20 Wita.
Ramadan yang kerap disapa Ali meninggal dunia setelah ditikam tersangka Vicky, sesama tenaga kerja Indonesia (TKI) di Taiwan pada 26 Desember 2018 subuh. Kejadian itu bermula dari adu mulut antara Ali dan Vicky yang berujung perkelahian. Singkat cerita, Vicky menikam bagian belakang kepala Ali menggunakan pisau. Rekan korban sempat menelepon rumah sakit, namun korban tak tertolong lagi.
Baca: Bincang Santai di Tribun: Richard Sualang Bicara Metropolitan hingga Pilkada Manado
Mengenakan gamis hitam dan jilbab warna senada, Suryati menyalami para staf dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulut dan staf Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI) yang sudah ada di Bandara Samrat. Suryati melihat ke arah pintu kargo. Sesekali ia minum air mineral, menarik nafas sambil merangkul sang anak yang kini berusia 8 tahun.
Suryati mengaku ikhlas dengan kepergian sang suami. Pertama kali mendengar kabar suami meninggal dari sang kakak TKI di Korea Selatan.
"Awalnya, ya gimana ya, namanya juga ditinggal suami dengan seperti itu (dibunuh), tapi sekarang saya sudah ikhlas. Saya dapat kabar juga dari kakak yang kebetulan TKI juga tapi di Korea," ujarnya kepada tribunmanado.co.id.
Ia mengatakan, penantian hampir 9 bulan tidaklah singkat, banyak proses dan harus sabar. "Karena prosesnya lama jadi 9 bukan baru bisa pulang, saya bersyukur dia (suami) bisa dipulangkan," ucapnya. Ia mengucapkan terima kasih kepada pemerintah (BP3TKI Manado), Dinas Tenaga Kerja Kota Bitung dan Sulut yang sudah memfasilitasi pemulangan sang suami.
"Terima kasih untuk semua yang sudah terlibat, terima kasih banyak," ujarnya.
Sementara Hainun Kotu (65), ibu mertua almarhum mengatakan, keluarga sudah ikhlas dengan kepergian sang menantu. "Sudah ikhlas kami, 9 bulan bukan waktu yang singkat, kami menantikannya tapi saya bersyukur dia bisa dipulangkan dan disemayamkan di rumah," ujarnya.
Mata Hainun berkaca-kaca saat ditanyai lebih lanjut terkait keinginan dan harapan untuk pemerintah kepada keluarganya. "Kami cuma berharap pemerintah bisa membantu untuk perlengkapan, kan butuh untuk doa 7 hari hingga 40 hari," ucapnya lalu meneteskan air mata. Tak lupa ia mengucapkan terima kasih kepada pihak yang terlibat memulangkan jenazah sang menantu. "Terima kasih banyak semuanya, dari proses penyidikan hingga pemulangan sudah difasilitasi," ucapnya.
Suryati dan Hainun bersama rombongan sanak saudara sekira 5 orang dewasa dan 2 anak datang menjemput jenazah. Jenazah anak buah kapal (ABK) yang bekerja di Taiwan itu diangkut menggunakan pesawat Garuda Indonesia.
Baca: DPR Ingin Ubah UU KPK: Ini Poin-poin yang Ingin Direvisi
Kepala BP3TKI Manado, Hard Merentek mengatakan, almarhum merupakan korban pembunuhan oleh sesama WNI pada 26 Desember 2018.
Hard membeberkan, alasan jenazah baru bisa dipulangkan dari Taiwan ke Indonesia pada Selasa 3 September 2019. "Karena ini (kejaksaan) masih selidiki jenazah korban pembunuhan di Taichung. Istri dan keluarga korban minta untuk ditindak lanjut seperti autopsi, jadi itu memakan waktu lama," ujarnya.
Menurutnya, banyak prosedur dan butuh berulangkali berkomunikasi dengan pihak keluarga. "Kami memfasilitasi keluarga untuk video call dengan penyidik di sana (Kejaksaan Taichung), karena memang dari pihak keluarga menginginkan untuk tindakan outopsi," ucapnya.
Hard mengatakan, jenazah sudah dalam keadaan siap disemayamkan. "Jadi di sana itu setelah diidentifikasi, jenazah sudah dimandikan, bersih, sudah dikafani dan disalatkan," ujarnya.
Sedangkan untuk pelaku pembunuhan sementara ini masih dalam proses hukum. "Pelakunya masih di sana, masih ada proses lanjutan, kalau untuk kapan pulang atau kelanjutannya nanti akan diinformasikan," ucapnya.
Ia mengatakan, jenazah dari Taiwan tiba di Jakarta sejak Selasa 2 September 2019, pukul 13.00 WIB difasilitasi BP3TKI Serang bekerja sama Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia (KDEI) Taiwan. Ia menjelaskan, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulut ikut mengantar jenazah dari bandara menuju rumah duka di Lembeh Selatan.
Baca: Lebih 500 Ribu Tautan Sebar Hoaks Papua: Paling Banyak Menggunakan Twitter
Ia menambahkan, hak-hak almarhum sebagai pekerja imigram tidak dapat diberikan dikarenakan sudah berganti perusahaan. "Almarhum telah berganti perusahaan sebulan setelah sampai di Taiwan, jadi pertama almarhum itu jadi pekerja imigran lewat perusahaan legal.
Nah, sampai di sana sudah sebulan di Taiwan almarhum ganti perusahaan, jadi haknya tidak bisa diberikan, terlebih untuk BPJS Ketenagakerjaan dikarenakan ini meninggal karena perkelahian bukan karena saat bekerja," tambahnya.
"Selama kasus ini berlangsung semua fasilitas penanganan terkait kasus almarhum ditangani oleh KDEI Taiwan," ucapnya. Lanjutnya, koordinasi dengan pihak KDEI dan Kemenlu terus dilakukan oleh BNP2TKI dan BP4TKI Manado.
"Kasus almarhum Ramadan La Saliku telah kami pantau dari awal tahun 2019 untuk itu dalam penanganan kasus ini, BP3TKI Manado membantu dalam hal memfalisitasi proses komunikasi dengan keluarga almarhum selama pengurusan masalah di Taiwan berlangsung,” kata dia.
Lanjutnya, termasuk mengurus segala kelengkapan dokumen yang dibutuhkan oleh KDEI dari pihak keluarga dan proses komunikasi antara Kejaksaan Taichung dengan istri almarhum untuk meminta keterangan terkait kasus melalui video call.
Hard mengimbau, agar seluruh warga Sulut untuk berhati-hati dalam mencari informasi terkait bekerja ke luar negeri. "Apabila memiliki minat untuk bekerja ke luar negeri, masyarakat cukup mendatangi kantor Dinas Tenaga Kerja setempat atau kantor BP3TKI Manado untuk mencari informasi sebanyak mungkin, atau bisa juga dengan membuka website www.jobinfo.bnp2tki.go.id," jelasnya.
Jenazah almarhum Ramadan tiba di ruangan Kedatangan Kargo Domestik, Bandara Samrat, Rabu sore. Nampak peti jenazah kayu berwarna coklat tua yang dibungkus rapi dengan wreping.
Bagian atas peti terdapat dokumen jenazah. Peti langsung dimasukan ke dalam mobil ambulance RS Bhayangkara TK III Polda Sulut dan diantar menuju dermaga Bitung untuk dipulangkan ke rumah duka.
Setelah hampir 30 menit keluarga berada di ruang tunggu kargo, mereka langsung berangkat naik mobil menuju Bitung mengiringi mobil ambulance yang membawa jenazah.
Sementara itu, Vicky, WNI yang menusuk dan membunuh sesama TKI dalam adu mulut saat mabuk didakwa dengan pasal pembunuhan. Peristiwa ini terjadi di sentral Taiwan.
Menurut Kantor Jaksa Penuntut Distrik Taichung dikutip daru focustaiwan.tw, peristiwa ini terjadi pada malam Natal 2018, di resting area untuk para pekerja di daerah Lishan, Distrik Heping, Taichung.
Dari rekaman CCTV memperlihatkan dua TKI minum dengan beberapa temannya ketika terjadi percekcokan yang berujung pada perkelahian. Dalam perkelahian tersebut pria yang didakwa teridentifikasi sebagai Vicky, menusuk dengan pisau seorang TKI lain yang bernama Ramadan di bagian belakang kepala.
TKI lainnya memanggil ambulans tapi Ramadan meninggal karena kehabisan banyak darah dalam perjalanan ke rumah sakit. Vicky segera kabur dari TKP. Seminggu kemudian, saat bersembunyi di pelabuhan ikan Chiayi's Budai, petugas menangkapnya tepat sebelum dia berhasil meninggalkan Taiwan secara ilegal.
TKI yang berusia 28 tahun tersebut mengaku pada jaksa bahwa dia menikam korban karena marah dituduh mencuri skuter korban, padahal bukan dia pencurinya. Berdasarkan bukti yang dikumpulkan di TKP dan pengakuan saksi mata, Jaksa Penuntut Taichung menuntut Vicky dengan pasal pembunuhan dengan ancaman maksimal hukuman mati.

Mawas Diri lah di Negeri Orang
Toar Palilingan, Pengamat Hukum dari Unsrat mengatakan, perkelahian antar sesama TKI di Taiwan sebenarnya bukan masalah perlu pembekalan tidak melanggar hukum di luar negeri. Di mana saja kita berada, seyogyanya tidak melakukan perbuatan yang tidak dapat dibenarkan.
Mungkin peristiwa pembunuhan dengan pelaku sesama TKI ini bisa diambil pelajaran khususnya bagi mereka yang berada di negeri orang mengingat untuk proses pengurusan administrasi maupun pemulangan jenazah sangat merepotkan keluarga maupun pihak-pihak terkait bahkan membutuhkan waktu yang sangat panjang.
Ketika tujuan kita akan bekerja ke mana saja, maka hindarilah hal-hal yang dapat merugikan diri sendiri maupun orang lain.
Dalam hal ini peran pihak terkait sangat penting untuk selalu mengingatkan apalagi mereka yang terbiasa konsumsi miras untuk refreshing saat off kerja agar lebih mawas diri.
Biasanya kalau terkait dengan kasus hukum seperti pembunuhan maka konsekuensinya bisa seperti ini berlarut-larut, mengingat butuh kelengkapan dokumen dari instansi penegak hukum dikarenakan berjalannya proses hukum bagi pelaku. (ana/juf/ecs)