Presiden Tidak Coret Daftar 10 Capim KPK
Presiden Joko Widodo menerima daftar nama 10 calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Istana Merdeka
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
TRIBUNMANADO.CO.ID - Presiden Joko Widodo menerima daftar nama 10 calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (2/9). Presiden tidak mengoreksi daftar nama tersebut dan tidak ingin tergesa-gesa dalam menentukan calon pimpinan lembaga antirasuah tersebut.
Panitia Seleksi Calon Pimpinan KPK menyerahkan daftar nama tersebut secara langsung kepada Presiden Joko Widodo. Presiden mengucapkan terima kasih kepada pansel yang melalui proses panjang untuk menyeleksi calon pimpinan KPK.
"Kita harapkan kita juga tidak harus tergesa-gesa. Hal yang paling penting menurut saya adalah apa yang akan saya sampaikan ke DPR itu betul-betul nama yang layak dipilih DPR," ujar Jokowi.
Baca: Anak Menangis di Asrama saat Mahasiswa Papua Dijemput Polisi
Jokowi membuka kesempatan kepada masyarakat dan tokoh masyarakat untuk memberikan masukan terhadap kinerja Pansel Capim KPK. Menurut Jokowi masukan tersebut bisa mengoreksi apa yang telah dikerjakan oleh pansel.
Presiden tidak mengoreksi daftar nama calon pimpinan KPK tersebut. Hal ini disampaikan oleh Ketua Pansel Capim KPK Yenti Garnasih. "Tidak ada istilah koreksi, sudah selesai," kata Yenti. Yenti menuturkan Presiden Jokowi selama ini memantau proses seleksi calon pimpinan KPK.
Setelah menerima daftar tersebut, Presiden Joko Widodo akan menyerahkan daftar itu kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Yenti menuturkan presiden tidak memberikan sinyal kapan akan menyerahkan daftar tersebut.
"Itu kewenangan presiden dan kami juga tidak menanyakan," tutur Yenti.
Sejumlah anggota Komisi III DPR bersikeras uji kelayakan dan kepatutan calon pimpinan KPK dilakukan oleh anggota DPR periode 2014-2019. Oleh karena itu, presiden diminta untuk segera menyerahkan daftar 10 nama calon pimpinan KPK yang lolos seleksi untuk mengikuti uji kepatutan dan kelayakan.
"Harapan kami adalah presiden segera menyerahkan ke Komisi III. Kenapa? Karena waktu untuk melakukan fit and proper test sudah sangat mepet," ujar Wakil Ketua Komisi III Herman Hery di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, (2/9).
Baca: Relawan Jokowi Usul Ahok Menteri PAN-RB
Menurut politikus PDI-P itu dengan cepatnya proses pemilihan komisioner KPK yang baru, maka polemik mengenai capim akan segera usai. Sejumlah pegiat anti korupsi meragukan kompetensi para capim yang diloloskan Pansel KPK.
"Biarlah tidak berlama-lama terjadi polemik yang ada pro dan kontra. Terkait polemik yang terjadi sekarang ini, saya pikir 10 nama sudah di tangan presiden, itulah sebuah proses pansel yang menurut kami sesuai aturan dan cukup profesional," katanya.
Menurut Herman seharusnya Pansel sejak awal mengumumkan apakah uji kepatutan dan kelayakan capim KPK dilakukan oleh anggota DPR sekarang atau periode mendatang. Sehingga, menurutnya, tidak akan menjadi polemik seperti sekarang ini.
"Jadi kalau ada pemikiran kenapa harus sekarang, kenapa tidak periode mendatang, kenapa tidak dari awal Pansel dibentuk kemudian melakukan protes 'jangan sekarang'. Dari awal sudah berjalan, setelah adanya nama-nama baru muncul pro dan kontra. Saya rasa ini tidak profesional, subjektif," tuturnya.
Anggota Komisi III dari Fraksi PPP Arsul Sani mengatakan uji kepatutan dan kelayakan sebaiknya dilakukan anggota DPR periode sekarang karena paham terhadap kinerja KPK dalam lima tahun terakhir. Menurut Arsul Sani anggota DPR periode sekarang memahami proses pengawasan dan anggaran KPK.
Bila digelar pada periode mendatang, maka menurutnya proses fit and proper test tidak akan maksimal. Alasannya sebagian anggota Komisi III nanti merupakan orang orang baru yang belum pernah bertugas mengawasi kinerja KPK.
Baca: Api Bakar Habis Puskesmas dan 3 Rumah
"Jika diuji oleh Komisi III periode mendatang maka bisa jadi setengah anggota Komisi III akan merupakan orang-orang baru yang belum mengerti tentang jeroan KPK sehingga proses uji kelayakannya akan lebih pada hal-hal yang tidak mengarah pada bagaimana capim akan menyelesaikan masalah-masalah yang ada jika terpilih," katanya.
Alexander Marwata (komisioner KPK), Firlu Bahuri (anggota Polri), I Nyoman Wara (auditor BPK), Johanis Tanak (jaksa), Lili Pintauli Siregar (advokat), Luthfi Jayadi Kurniawan (dosen), Nawawi Pomolango (hakim), Nurul Ghufron (dosen), Roby Arya (PNS sekretaris kabinet) dan Sigit Danang Joyo (PNS) adalah 10 orang yang masuk daftar calon pimpinan KPK. Yenti Ganarsih mengatakan pansel mempelajari masukan dari masyarakat dalam memilih kandidat.
"Semua ada catatan kemudian kita pelajari, kami nilai, kami pertimbangkan dari berbagai aspek dan inilah hasilnya," kata Yenti.
Saat memilih kandidat calon pimpinan KPK, Pansel juga melihat Undang-Undang KPK. Dalam undang-undang tersebut tercantum pentingnya memilih kandidat dari unsur masyarakat dan pemerintah.
"Dosen dan advokat unsur masyarakat menurut UU KPK. Hal yang terpenting adalah kami sesuai undang-undang, 10 yang diserahkan ini harus dua unsur itu. Itu amanah undang-undang," papar Yenti.
Anggota Pansel Capim KPK Hendardi mengatakan 10 nama tersebut sudah lolos berbagai tahapan seleksi dan telah mempertimbangkan rekam jejaknya. Menurut Hendardi 10 nama tersebut adalah pilihan yang terbaik.
Alexander Rileks Tunggu Tes
Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi Alexander Marwata mengaku rileks menunggu hasil uji kepatutan dan kelayakan calon pimpinan KPK di Dewan Perwakilan Rakyat. Menurut Alexander apapun hasil dari tes tersebut tidak akan merusak suasana hatinya.
Alexander Marwata adalah satu-satunya pimpinan KPK petahana yang masuk daftar 10 calon pimpinan KPK yang diseleksi oleh Pansel Capim KPK. Daftar tersebut telah diserahkan kepada Presiden Joko Widodo untuk kemudian diserahkan kepada Komisi III DPR untuk mengikuti uji kepatutan dan kelayakan.
"Rileks saja, santai. Saya tidak ada beban. Diterima atau ditolak menjadi pimpinan KPK, saya tetap bahagia. Prinsip saya itu," ujar Alexander di Jakarta, Senin (2/9).
Alexander Marwata adalah capim pertama yang mengikuti tes wawancara dan uji publik di Sekretariat Negara, Jakarta pada Selasa (27/8) lalu. Waktu itu Alex, sapaannya, menghadapi pertanyaan dari Pansel dan beberapa ahli selama satu jam.
"Tidak ada persiapan khusus. Saya tidur saja nyenyak. Apa yang ditanyakan juga hal-hal yang saya kerjakan setiap hari. Mereka sepakat, sepaham, atau tidak kita serahkan ke Pansel," tutur Alex.
Di akhir periode kepemimpinannya bersama Agus Rahardjo Cs, Alex mengaku akan fokus melanjutkan penyelesaian perkara yang tertunda dan menjadi pekerjaan rumah. Saat uji publik dan wawancara, Pansel sempat mencecarnya soal nasib kasus-kasus tunggakan KPK yang tidak kunjung dibawa ke meja hijau.
"Saya akan melanjutkan penyelesaian perkara yang tertunda. Rasanya sudah banyak dorong staf di bawah, tapi kalau alat bukti belum cukup, ya susah juga. Kita menetapkan tersangka hingga tahunan kan pelanggaran juga. Kita sudah mengekang hak orang," imbuhnya. (Tribun Network/sen/fik/the)