Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Presiden Buka Peluang di Luar 10 Nama: Minta Pansel Capim KPK Dengar Saran Masyarakat

Presiden Joko Widodo sudah mendapat laporan Panitia Seleksi calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
Seno Tri Sulistiyono/Tribunnews.com
Presiden Jokowi menerima Pansel Capim KPK di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (2/9/2019). 

TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Presiden Joko Widodo sudah mendapat laporan Panitia Seleksi calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sepuluh nama kandidat pun sudah disebut, namun presiden memastikan belum tentu 10 nama itu pasti lolos.

"Saya minta capim buka telinga dan dengar pendapat para tokoh, NGO dan masyarakat. Nama 10 itu baru laporan saat konsultasi ke saya, belum hasil akhir.

Belum laporan resmi. Kalau laporan resmi harus tertulis. Kemarin itu masih konsultasi," ujar Presien Jokowi saat bertemu dengan para pemimpin redaksi media massa di Istana Negara, Jakarta, Selasa (3/9) siang.

Baca: KPI Ikut Pameran Energi di Malaysia

Presiden menuturkan saat bertemu dengan Yenti Ganarsih dan tim, ia mengaku mendengar banyak keluhan tokoh msyarakat, lembaga swadaya masyarakat (NGO) dan masyarakat umum terkait nama-nama yang diseleksi. Sebagian ada yang menuai kontroversi.

"Saya ikuti, kok. Ada calon yang pernyataannya terang-terangan (tidak pro-pemberantasan korupsi, Red). Jadi saya bilang, pansel harus dengan kritik dan masukan," kata Presiden.

Dengan prinsip mendengar keluhan masyarakata umum, presiden mengaku menolak 10 nama yang diajukan Pansel. "Belum tentu semua nama saya terima. Saya lihat ada empat nama yang baik. Makanya, di meja saya, masih ada juga nama-nama hasil usulan para tokoh," ujar Jokowi.

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyatakan sepuluh calon pimpinan KPK yang telah diserahkan ke tangan Presiden Joko Widodo sudah menjadi keputusan akhir atau final. Moeldoko meyakini Presiden Jokowi tidak akan melakukan perubahan nama-nama. Dalam beberapa hari ini, nama tersebut akan diserahkan ke DPR.

"Ya sudah final. Masak seleksi dari sejumlah (ratusan) sampai dengan 10 itu kan sudah panjang. Di situlah peran masyarakat memberi masukan. Masak mau mundur lagi," tegas Moeldoko, Selasa (3/9) di Istana Kepresidenan Jakarta.

Dikonfirmasi soal nama 10 capim tersebut masih tetap diprotes oleh koalisi masyarakat sipil, Moeldoko menjawab selama ini Panitia Seleksi Capim KPK sudah bekerja melakukan seleksi. Pansel Capim KPK juga sudah menyerahkan hasil seleksi kepada Jokowi sehingga Presiden Jokowi tinggal mengirim nama-nama itu ke DPR.

Baca: Wiranto Beberkan Perbedaan Papua, Papua Barat dan Timor Timur, Intinya Tidak Ada Referendum

"Tinggal nanti dilihat di DPR. Urutannya begitu. Jadi (Pansel Capim KPK) sudah menjalankan tugas, lapor presiden, (presiden) kirim ke DPR," imbuhnya.
Moeldoko juga menyebut Jokowi sudah menyetujui sepuluh nama yang kemarin diserahkan oleh Pansel Capim KPK. Menurut dia Jokowi telah menyerahkan tugas menjaring Capim KPK kepada Pansel sehingga sudah memikirkan kredibilitas Pansel apim KPK.

Terakhir, Moeldoko meminta Koalisi Masyarakat Sipil yang masih mengkritik sepuluh capim KPK untuk mempercayakan kepada DPR yang melakukan pemilihan. "Ya nanti kan DPR yang akan memilih lagi, kan. Ada prosedurnya. Jadi percayakan ke DPR lagi setelah itu," imbuhnya.

Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, yang tergabung dalam Koalisi Kawal Capim KPK, Asfinawati menilai masih ada capim KPK yang bermasalah pada daftar 10 nama capim KPK yang sudah diserahkan ke Presiden Joko Widodo. Ia menilai mereka yang bermasalah tersebut berpotensi menghambat atau merusak upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.

"Masih ada calon-calon bermasalah yang sebetulnya kalau kita lihat lebih dalam, maka masalah mereka akan masuk ke satu kategori. Kategori itu adalah mereka berpotensi untuk menghambat atau bahkan menghancurkan upaya pemberantasan korupsi," kata Asfinawati saat diskusi di kantor Indonesia Corruption Watch Jakarta Selatan pada Selasa (3/9).

Ia menilai ada setidaknya indikator yang menunjukan hal tersebut. Pertama ada calon yang ingin fungsi penyidikan hilang.

"Ini terungkap di publik. Padahal kita tahu KPK itu ada justru untuk melakukan penyidikan kasus korupsi yang luar biasa salah satunya yang menyangkut penegak hukum, penyelenggara negara dan lainnya," kata Asfinawati.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved