BPJS Kesehatan Akan Datangi Rumah Peserta yang 'Bandel'
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan akan melakukan langkah tegas kepada para peserta yang menunggak
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan akan melakukan langkah tegas kepada para peserta yang menunggak iuran. Peserta yang menunggak nantinya akan didatangi petugas ke rumahnya masing-masing.
Direktur Utama BPJS Kesehatan, Fachmi Idris mengatakan hal tersebut dilakukan lantaran sepanjang tahun 2018 sekitar 12 juta jiwa atau 39 persen Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) tidak tertib membayar iuran. Adapun total PBPU mencapai 31 juta jiwa.
"Kami akan door to door untuk menagih tagihan," ucap Fahmi Idris di gedung DPR, Jakarta, Senin(2/9).
Baca: Presiden Tidak Coret Daftar 10 Capim KPK
Ia menyebut selama ini, pihaknya melakukan self collecting dalam melakukan penagihan, misalnya seperti peringatan melalui SMS, pesan aplikasi Whatsapp dan email. Namun, cara tersebut memang diakuinya belum maksimal dan efektif dalam menagih iuran.
"Kami akan melakukan 4 tahap (untuk menginvestigasi kepesertaan), yaitu sosialisasi langsung dan tidak langsung, menambahkan akses dalam pembayaran iuran, pengupayaan peserta mandiri tidak mampu membayar masuk dalam PBI APBN maupun APBD, dan mengadvokasi RS untuk memberikan hak pelayanan," kata Fahmi.
Lebih lanjut, Fahmi mengatakan, pembayaran iuran sudah diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 89/2013 tentang pengenaan sanksi administratif. Namun, ia menyebut, di dalamnya belum ada aturan spesifik yang mengatur sanksi keterlambatan iuran.
Fahmi Idris juga menyebut defisit perusahaannya akan semakin besar jika kenaikan iuran tidak disetujui DPR RI. Sebab, ia memprediksi bahwa defisit BPJS kesehatan akan naik setiap tahunnya, bahkan pada 2024 diprediksi mencapai Rp 77,9 triliun.
"Proyeksi di 2019-2024 kalau kita melihat ini, artinya kalau kita tidak melakukan upaya-upaya yang bersifat policy mix, artinya meningkatkan iuran kaitannya dengan upaya-upaya bauran kebijakan, maka akan terjadi defisit ini semakin lebar," ucap Fahmi.
Baca: Relawan Jokowi Usul Ahok Menteri PAN-RB
Bahkan, ia menyebutkan bahwa pada tahun 2020 BPJS akan defisit sebesar Rp 39,5 triliun. Kemudian tahun 2021 sebesar Rp 50,1 triliun, tahun 2022 Rp 58,6 triliun, tahun 2023 Rp 67,3 triliun, serta di tahun 2024 mencapai Rp 77,9 triliun.
Maka dari itu, Fahmi berharap DPR menyetujui besaran kenaikan iuran yang diusulkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati beberapa waktu lalu. "Harapannya dengan perbaikan fundamental iuran yang kemarin dipaparkan, persoalan defisit kita dapat selesaikan dengan lebih struktural," kata Fahmi.
Manipulasi Data Gaji
Anggota Komisi XI DPR, Ahmad Hatari mengatakan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyebut ada 2.348 perusahaan yang memanipulasi data gaji kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Dugaan manipulasi itu, kata Ahmad, yang diduga menjadi BPJS Kesehatan mengalami defisit keuangan sebesar Rp 32,84 triliun hingga akhir 2019.
"Siapa yang mau bantah ini?, manipulasi data, tata kelola yang kacau," kata Hatari.
Lebih lanjut, Hatari mengungkapkan, hasil audit BPKP menemukan masih ada 24,77 juta peserta BPJS Kesehatan yang bermasalah. Dari data itu, 17,7 juta jiwa mengalami masalah NIK, 10 juta jiwa terdapat NIK ganda, dan kolom faskes yang kosong sekitar 21.000, dan sisanya sudah meninggal.
Sedangkan, dari hasil audit BPK, sebanyak 528.120 pekerja belum didaftarkan dari 8.314 perusahaan. Hasil itu ditemukan sebanyak 2.348 badan usaha tidak melaporkan gaji dengan benar. "Temuan BPKP juga, badan usaha yang belum tertib dengan tidak didaftarkan secara penuh pesertanya adalah 500 ribuan peserta," ujarnya.