Kabar Papua
Di Balik Seruan Papua Merdeka, Janji Pemerintah Kolonial Belanda yang Tertahan
Lahirnya OPM tak bisa dilepaskan dari janji pemerintah kolonial Belanda sebelumnya bahwa Papua bakal merdeka.
Penulis: Rhendi Umar | Editor: Rhendi Umar
TRIBUNMANADO.CO.ID - Situasi daerah di Papua beberapa hari yang lalu begitu mencekam.
Warga membakar kantor pemerintahan, namun melakukan penjarahan.
Pembakaran sejumlah bangunan terjadi di beberapa tempat, khususnya di Manokwari, Papua Barat.
Kerusuhan yang terjadi di Manokwari dan Sorong, merupakan reaksi atas terjadinya pengepungan Asrama Mahasiswa Papua di Surabaya pada Jumat (16/8/2019).
BERITA TERPOPULER: Profil Lukas Enembe, Gubernur Papua Jadi Pendukung dan Kini Kritik Jokowi, Ternyata Lulusan Unsrat
BERITA TERPOPULER: Oppo dan Samsung Saling Klaim Rajai Pasar Smarphone Indonesia
BERITA TERPOPULER: Kerusuhan Papua Barat: Mimika Mulai Terkendali, TNI dan Brimob Dikirim ke Fakfak untuk Pengamanan
Bendera Bintang Fajar pun berkibar, mereka yang merasa ditindas menggelorakan bahwa Papua harus merdeka.
Saat mereka melakukan aksi di depan Kantor Kemendagri, Kamis (22/8/2019), mere ka menyuarakan kemerdekan.
"Polisi mundur, mundur, kami mau orasi," teriak peserta aksi.
"Satu tujuan," kata koordinator aksi.
"Satu komando," timpal massa aksi.
"Papua," kata koordinator aksi lagi.
"Merdeka," timpal massa.

Mereka pun bersorak sorai.
Lahirnya OPM dengan Bendera Bintang Gejora
Perjuangaan untuk Papua merdeka dimulai pada tahun 1965 dengan lahirnya Organisasi Papua Merdeka ( OPM).
Mengutip dari Wikipedia, Tujuan organisasi ini untuk mengakhiri pemerintahan provinsi Papua dan Papua Barat yang saat ini di Indonesia.
Gerakan ini dilarang di Indonesia, dan memicu untuk terjadinya kemerdekaan bagi provinsi tersebut yang berakibat tuduhan pengkhianatan.
Sejak awal OPM telah menempuh jalur dialog diplomatik, melakukan upacara pengibaran bendera Bintang Kejora, dan dilakukan aksi militan sebagai bagian dari konflik Papua.
Pendukung secara rutin menampilkan bendera Bintang Kejora dan simbol lain dari kesatuan Papua, seperti lagu kebangsaan "Hai Tanahku Papua" dan lambang negara, yang telah diadopsi pada periode 1961 sampai pemerintahan Indonesia dimulai pada Mei 1963 di bawah Perjanjian New York.
Berita Populer: Dua Wanita Diajak Jalan, Minum Miras, Tak Sadarkan Diri Lalu Dibawa ke Apartemen, Pemaksaan Terjadi
Berita Populer: TERUNGKAP, Inilah Keunggulan Lokasi Ibu Kota Baru Indonesia, Dinilai Minim Bencana
Berita Populer: Dua Turis Jerman Selamat dari Cuaca Buruk Lokon: Begini Ceritanya Bertahan 23 Jam di Hutan
Lahirnya OPM tak bisa dilepaskan dari janji pemerintah kolonial Belanda sebelumnya, bahwa Papua bakal merdeka.
Pada 1 Desember 1961, Bendera Bintang Gejora berkibar di samping Bendera Belanda untuk pertama kalinya.
Namun pada 19 Desember 1961, Trikora dicetuskan Presiden Sukarno dari Alun-alun Utara Yogyakarta. Sukarno ingin menggagalkan 'Negara Papua' buatan kolonial Belanda.
Menurut Sukarno, wilayah yang dulu disebut Nugini Belanda (Nederland Nieuw Guinea) itu adalah wilayah Indonesia.
Pada 15 Agustus 1962, Indonesia dan Belanda meneken perjanjian yang dimediasi oleh Amerika Serikat (AS), disebut sebagai Perjanjian New York.
Hasilnya, mulai Oktober 1962, Papua diamanatkan terlebih dahulu ke PBB di bawah UNTEA (Otoritas Eksekutif Sementara Perserikatan Bangsa-Bangsa/United Nations Temporary Executive Authority). Selanjutnya, Papua akan diserahkan Belanda ke Indonesia pada 1 Mei 1963.
Dalam kondisi itu, pihak yang ingin Papua merdeka kemudian bergerak.
Pihak otoritas Indonesia menyebutnya sebagai OPM. Nama OPM semakin dikenal tahun 1965 lewat pemberontakan bersenjata kelompok Permenas Ferry Awom di Manokwari.
Lama kelamaan, pihak pemberontak juga menerima nama OPM yang sering dipakai pihak Indonesia itu karena nama itu lebih tepat, singkat, dan mudah diingat ketimbang nama panjang organisasi yang mereka bentuk semula, 'Organisasi dan Perjuangan Menuju Kemerdekaan Papua Barat'.
Pada perkembangan selanjutnya, 1 Juli diperingati simpatisan Papua Merdeka sebagai hari lahirnya OPM.
Pada tanggal itu tahun 1971, digelar proklamasi kemerdekaan Papua dengan Seth Jafeth Roemkorem sebagai Presiden sementara Papua Barat (West Papua).
Pengertian Papua Barat saat itu tentu bukanlah seperti yang dipahami sebagai 'Provinsi Papua Barat' saat ini, melainkan seluruh wilayah Papua sebelah barat Papua Nugini.
Papua Dipertahankan Belanda
Sebelum Perjanjian New York, Papua sudah menjadi objek sengketa antara Indonesia dan Belanda sejak Proklamasi 1945. Kesepakatan sulit tercapai hingga Indonesia bertekad melancarkan operasi militer.
Pada 17 Agustus 1945, Sukarno dan Mohammad Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Sejak itu, secara berturut-turut, negara lain memberikan pengakuan atas kedaulatan Indonesia.
Namun, tidak dengan Belanda. Usai Perang Dunia II, Belanda datang lagi ke Indonesia dengan tujuan kembali menganeksasi.
Mereka tidak mengakui kemerdekaan Indonesia. Belanda kemudian melakukan aktivitas militer secara intensif.
Sejumlah perjanjian untuk menengahi konflik Indonesia-Belanda dilakukan. Dari mulai Linggarjati, Renville, hingga Konferensi Meja Bundar (KMB) pada 1949.

Dalam KMB, Belanda mengakui Indonesia sebagai negara yang merdeka dan berdaulat. Akan tetapi, Indonesia harus membayar utang pemerintah kolonial Hindia Belanda di masa silam hingga peperangan yang terjadi sejak 1945.
Belanda mengakui wilayah Indonesia kecuali Irian Barat atau Papua bagian barat (tidak termasuk Papua Nugini).
Daerah tersebut akan tetap dikelola oleh Belanda. Soal Papua akan dibahas kembali satu tahun kemudian.
Seiring berjalannya waktu, Belanda selalu mengulur-ulur soal wilayah Papua. Sementara Presiden Sukarno selalu menyatakan bahwa Papua adalah bagian dari Indonesia. Semboyan wilayah Indonesia dari Sabang sampai Merauke pun terus digaungkan.
Mengutip Sejarah Nasional Indonesia Jilid V (2008) Indonesia sudah membawa persoalan Papua ke forum PBB pada 1954, 1955, 1957, dan 1960. Namun, tidak pernah mendapat hasil yang memuaskan.
Hingga kemudian, Sukarno membentuk Komando Mandala pada 2 Januari 1962 sebagai tindak lanjut dari Operasi Trikora (Tri Komando Rakyat). Sukarno merumuskan Trikora pada Desember 1961.
Komando Mandala dibentuk untuk membebaskan Papua dari Belanda dengan operasi militer. Mayjen Soeharto ditunjuk sebagai Panglima Komando Mandala.
"Batalkan 'negara papua' itu! Kibarkan bendera Sang Merah Putih di Irian Barat! Gagalkan! Kibarkan bendera kita! Siap sedialah, akan datang mobilisasi umum! Mobilisasi umum bagi yang mengenai seluruh rakyat Indonesia untuk membebaskan Irian Barat sama sekali daripada cengkeraman imperialis Belanda," ucap Sukarno saat berpidato.
Gelagat Indonesia yang semakin serius merebut Papua menyita perhatian internasional. Amerika Serikat mendesak Belanda untuk bersikap lunak. Amerika Serikat meminta Belanda mau duduk dalam perundingan.
Belanda akhirnya mau duduk berunding yang akhirnya menelurkan Perjanjian New York, 15 Agustus 1962.
Penentuan Pendapat Rakyat (1969)
Pada tahun 1969 pada akhir nya Perpera dilaksanakan. Soeharto yang pada waktu itu menggantikan Soekarno sebagai Presiden menugaskan Ali Moertopo untuk mengamankan suara.
Dia memiliki kewajiban untuk memastikan Papua tetap menjadi wilayah Indonesia, karena 3 tahun sebelumnya, pada tahun 1967 ditandatangani pemberian Kontak Karya kepada Freeport.
Dengan kontrak karya itu Freeport diberikan hak untuk mengeruk Erstberg alias Gunung Bijih yang kaya tembaga dalam periode 30 tahun.
Dari situlah mulai terjadi konflik-konflik dengan masyarakat Papua. Lokasi freeport adalah daerah yang sakral bagi suku-suku tertentu di Papua, apalagi Perpera hanya dihadiri oleh 1025 orang yang menurut mereka hanyalah orang-orang pilihan dari pemerintah pusat dan juga ada intimidasi.
Mereka yang menolak proses itu kemudian menjadi bagian dari Organisasi Papua Merdeka (OPM) karena mereka ingin membentuk sebuah negara-bangsa sendiri di Papua.
Sosok Benny Wenda Pejuang Papua Merdeka
Benny Wenda mendapat penghargaan sebagai peaceful campaigner for democracy alias pengampanye perdamaian untuk demokrasi.
Penghargaan Oxford Freedom of the City Award itu diberikan pada tanggal 17 Juli 2019.
Siapa sebenarnya Benny Wenda, Ini Penjelasannya.
Benny Wenda lahir di Lembah Baliem, Papua, 17 Agustus 1974.

Benny merupakan tokoh perjuangan rakyat Papua di Inggris.
Sekitar tahun 1970, Benny hidup di sebuah desa terpencil di kawasan Papua Barat. Di sana, dia hidup bersama keluarga besarnya.
Mereka hidup dengan bercocok tanam. Saat itu, dia merasa kehidupannya begitu tenang, "hidup damai dengan alam pegunungan." Kira-kira kalimat itulah yang dia rasakan.
Sampai satu saat sekitar tahun 1977, ketenangan hidup mereka mulai terusik dengan masuknya pasukan militer.
Saat itu, Benny Wenda mengklaim pasukan memperlakukan warga dengan keji.
Singkat cerita, setelah era pemerintah Soeharto tumbang, gerakan referendum dari rakyat Papua yang menuntut pembebasan dari NKRI kembali bergelora.
Saat itu, Benny Wenda melalui organisasi Demmak (Dewan Musyawarah Masyarakat Koteka), membawa suara masyarakat Papua.
Mereka menuntut pengakuan dan perlindungan adat istiadat, serta kepercayaan, masyarakat suku Papua. Mereka menolak apapun yang ditawarkan pemerintah Indonesia termasuk otonomi khusus.
Lobi-lobi terus dia usahakan sampai akhirnya pada masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri, pemberlakuan otonomi khusus adalah pilihan politik yang layak untuk Papua dan tak ada yang lain.
Saat itu sekitar tahun 2001, ketegangan kembali terjadi di tanah Papua.
Operasi militer menyebabkan ketua Presidium Dewan Papua meninggal.
Benny terus berusaha memperjuangkan kemerdekaan Papua.
Sejumlah dukungan mengalir dari sejumlah negara yang tergabung dengan Melanesian Spearhead Group (MSG) seperti Fiji, Papua Nugini, Kepulauan Solomon, dan Vanuatu.
Di Indonesia, Benny Wenda juga berhasil membangun aliansi dengan sejumlah tokoh OPM seperti Buchtar Tabuni, Goliath Tabuni, dan lainnya.
Benny Wenda cenderung memilih pendekatan lewat jalur lobi, diplomasi, dan anti-kekerasan.
Ia sempat mengirimkan surat terbuka kepada pemimpin Polri yang kala itu dijabat oleh Kapolri Jenderal Badrodin Haiti.
Papua Adalah Indonesia Sejak Proklamasi Kemerdekaan
Tidak banyak orang Papua yang tahu bahwa saat anggota Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) bersidang pada tanggal 14 Juli 1945, para founding fathers negara Indonesia itu telah menetapkan bahwa Papua juga menjadi wilayah Indonesia yang akan menyatakan kemerdekaannya beberapa saat kemudian.
Dalam buku Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang diterbitkan oleh Sekretariat Negara RI,
Dalam sidang tersebut ditetapkan bahwa wilayah Indonesia adalah, “Wilayah Hindia Belanda dahulu, ditambah dengan Malaya, Borneo Utara , Papua, Timor Portugis dan pulau-pulau sekitarnya."
Penetapan wilayah Indonesia ini pada dasarnya dilandasi pandangan geopolitik para founding fathers saat itu yaitu adanya persamaan nasib di antara penduduk di wilayah tersebut yang saat itu menjadi daerah kolonial negara barat (Belanda, Inggris dan Portugis).

Namun kita ketahui bahwa wilayah Malaya, Borneo Utara adalah jajahan kolonial Inggris, sedangkan Timor Leste adalah jajahan kolonial Portugis.
Berdasarkan konsep hukum internasional uti posideti juris, maka berlaku ketentuan bahwa suatu negara mewarisi wilayah yang sebelumnya diduduki oleh negara penjajahnya.
Dengan asas tersebut maka wilayah negara Indonesia saat ini ialah wilayah bekas jajahan Belanda, termasuk Papua.
Sehingga argumen pemerintah Belanda pada Konferensi Meja Bundar tahun 1949 yang menyatakan bahwa Papua tidak termasuk wilayah Indonesia karena adanya perbedaan etnis/ras otomatis gugur dan bertentangan dengan hukum internasional. (*)
SUBSCRIBE YOUTUBE TRIBUN MANADO TV: