Kabar Papua
Di Balik Seruan Papua Merdeka, Janji Pemerintah Kolonial Belanda yang Tertahan
Lahirnya OPM tak bisa dilepaskan dari janji pemerintah kolonial Belanda sebelumnya bahwa Papua bakal merdeka.
Penulis: Rhendi Umar | Editor: Rhendi Umar
Pada tahun 1969 pada akhir nya Perpera dilaksanakan. Soeharto yang pada waktu itu menggantikan Soekarno sebagai Presiden menugaskan Ali Moertopo untuk mengamankan suara.
Dia memiliki kewajiban untuk memastikan Papua tetap menjadi wilayah Indonesia, karena 3 tahun sebelumnya, pada tahun 1967 ditandatangani pemberian Kontak Karya kepada Freeport.
Dengan kontrak karya itu Freeport diberikan hak untuk mengeruk Erstberg alias Gunung Bijih yang kaya tembaga dalam periode 30 tahun.
Dari situlah mulai terjadi konflik-konflik dengan masyarakat Papua. Lokasi freeport adalah daerah yang sakral bagi suku-suku tertentu di Papua, apalagi Perpera hanya dihadiri oleh 1025 orang yang menurut mereka hanyalah orang-orang pilihan dari pemerintah pusat dan juga ada intimidasi.
Mereka yang menolak proses itu kemudian menjadi bagian dari Organisasi Papua Merdeka (OPM) karena mereka ingin membentuk sebuah negara-bangsa sendiri di Papua.
Sosok Benny Wenda Pejuang Papua Merdeka
Benny Wenda mendapat penghargaan sebagai peaceful campaigner for democracy alias pengampanye perdamaian untuk demokrasi.
Penghargaan Oxford Freedom of the City Award itu diberikan pada tanggal 17 Juli 2019.
Siapa sebenarnya Benny Wenda, Ini Penjelasannya.
Benny Wenda lahir di Lembah Baliem, Papua, 17 Agustus 1974.

Benny merupakan tokoh perjuangan rakyat Papua di Inggris.
Sekitar tahun 1970, Benny hidup di sebuah desa terpencil di kawasan Papua Barat. Di sana, dia hidup bersama keluarga besarnya.
Mereka hidup dengan bercocok tanam. Saat itu, dia merasa kehidupannya begitu tenang, "hidup damai dengan alam pegunungan." Kira-kira kalimat itulah yang dia rasakan.
Sampai satu saat sekitar tahun 1977, ketenangan hidup mereka mulai terusik dengan masuknya pasukan militer.
Saat itu, Benny Wenda mengklaim pasukan memperlakukan warga dengan keji.
Singkat cerita, setelah era pemerintah Soeharto tumbang, gerakan referendum dari rakyat Papua yang menuntut pembebasan dari NKRI kembali bergelora.
Saat itu, Benny Wenda melalui organisasi Demmak (Dewan Musyawarah Masyarakat Koteka), membawa suara masyarakat Papua.
Mereka menuntut pengakuan dan perlindungan adat istiadat, serta kepercayaan, masyarakat suku Papua. Mereka menolak apapun yang ditawarkan pemerintah Indonesia termasuk otonomi khusus.
Lobi-lobi terus dia usahakan sampai akhirnya pada masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri, pemberlakuan otonomi khusus adalah pilihan politik yang layak untuk Papua dan tak ada yang lain.
Saat itu sekitar tahun 2001, ketegangan kembali terjadi di tanah Papua.
Operasi militer menyebabkan ketua Presidium Dewan Papua meninggal.
Benny terus berusaha memperjuangkan kemerdekaan Papua.
Sejumlah dukungan mengalir dari sejumlah negara yang tergabung dengan Melanesian Spearhead Group (MSG) seperti Fiji, Papua Nugini, Kepulauan Solomon, dan Vanuatu.
Di Indonesia, Benny Wenda juga berhasil membangun aliansi dengan sejumlah tokoh OPM seperti Buchtar Tabuni, Goliath Tabuni, dan lainnya.
Benny Wenda cenderung memilih pendekatan lewat jalur lobi, diplomasi, dan anti-kekerasan.
Ia sempat mengirimkan surat terbuka kepada pemimpin Polri yang kala itu dijabat oleh Kapolri Jenderal Badrodin Haiti.
Papua Adalah Indonesia Sejak Proklamasi Kemerdekaan
Tidak banyak orang Papua yang tahu bahwa saat anggota Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) bersidang pada tanggal 14 Juli 1945, para founding fathers negara Indonesia itu telah menetapkan bahwa Papua juga menjadi wilayah Indonesia yang akan menyatakan kemerdekaannya beberapa saat kemudian.
Dalam buku Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang diterbitkan oleh Sekretariat Negara RI,
Dalam sidang tersebut ditetapkan bahwa wilayah Indonesia adalah, “Wilayah Hindia Belanda dahulu, ditambah dengan Malaya, Borneo Utara , Papua, Timor Portugis dan pulau-pulau sekitarnya."
Penetapan wilayah Indonesia ini pada dasarnya dilandasi pandangan geopolitik para founding fathers saat itu yaitu adanya persamaan nasib di antara penduduk di wilayah tersebut yang saat itu menjadi daerah kolonial negara barat (Belanda, Inggris dan Portugis).

Namun kita ketahui bahwa wilayah Malaya, Borneo Utara adalah jajahan kolonial Inggris, sedangkan Timor Leste adalah jajahan kolonial Portugis.
Berdasarkan konsep hukum internasional uti posideti juris, maka berlaku ketentuan bahwa suatu negara mewarisi wilayah yang sebelumnya diduduki oleh negara penjajahnya.
Dengan asas tersebut maka wilayah negara Indonesia saat ini ialah wilayah bekas jajahan Belanda, termasuk Papua.
Sehingga argumen pemerintah Belanda pada Konferensi Meja Bundar tahun 1949 yang menyatakan bahwa Papua tidak termasuk wilayah Indonesia karena adanya perbedaan etnis/ras otomatis gugur dan bertentangan dengan hukum internasional. (*)
SUBSCRIBE YOUTUBE TRIBUN MANADO TV: