Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Korupsi eKTP

Kasus Mega Korupsi e-KTP, Berikut Modus Politikus Golkar Markus Nari yang Kecipratan Rp 20 Miliar

Terdakwa Markus Nari dengan menggunakan jabatan sebagai Badan Anggaran DPR membahas pengusulan penganggaran kembali proyek e-KTP sebesar Rp 1,045 T

Tribun Timur - Tribunnews.com
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa anggota DPR Fraksi Golkar Markus Nari 

Oleh karena terdakwa telah menerima fee proyek e-KTP sebesar 1.400.000 Dollar AS, akhirnya terdakwa menyetujui usulan itu untuk ditampung dalam APBN Tahun 2013 meskipun R-APBN Tahun 2013 belum disusun dan alokasi anggaran belum tercantum dalam Pagu Indikatif Tahun Anggaran 2013, terlebih lagi saat itu belum ada Rencana Kerja Anggaran-Kementerian Lembaga (RKA-KL) Tahun 2013 serta belum ada revisi Peraturan Presiden terkait perpanjangan waktu pelaksanaan KTP Elektronik.

Berbekal persetujuan terdakwa beserta Komisi II DPR RI pada 27 Juni 2012 itu, kemudian Kemendagri juga memberikan informasi kepada Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan bahwa proses revisi peraturan presiden terkait perpanjangan waktu pelaksanaan e-KTP sudah dilakukan finalisasi di Sekretariat Kabinet.

Akhirnya, pada 16 Oktober 2012, Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan mengirimkan Nota Dinas No : ND728/AG/2012 perihal permohonan persetujuan perpanjangan waktu kontrak tahun jamak e-KTP kepada Menteri Keuangan meskipun belum ada revisi Perpres tentang perpanjangan waktu pelaksanaan KTP Elektronik dan penetapan pagu alokasi tahun 2013.

Selanjutnya Menteri Keuangan akhirnya menyetujui ijin perpanjangan kontrak e-KTP tahun jamak melalui Surat Nomor S-211/MK.02/2012 tertanggal 01 November 2012.

Bahwa setelah melalui tahapan-tahapan pembahasan di DPR RI, pada tanggal 16 November 2012 DPR RI mengesahkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2012 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2013 yang didalamnya termasuk anggaran Lanjutan pelaksanaan KTP Elektronik sebesar Rp 1,045 Triliun.

Bahwa karena adanya praktek-praktek melawan hukum di atas, Konsorsium PNRI yang diketuai oleh Isnu Edhi Wijaya tetap dapat memperoleh pembayaran proyek KTP Elektronik setelah dipotong pajak seluruhnya berjumlah Rp4,917 Triliun. meskipun tidak dapat menyelesaikan pekerjaan sebagaimana tercantum dalam kontrak sampai dengan tanggal 31 Desember 2013.

"Uang yang diterima oleh terdakwa sebesar 400,000 Dolar AS dari Anang Sugiana Sudihardjo melalui Sugiharto dan sebesar 1,000,000 Dollar AS dari Andi Agustinus Als Andi Narogong melalui Irvanto Hendra Pambudi Cahyo merupakan bagian dari keuangan negara yang seharusnya untuk membiayai proyek penerapan KTP Elektronik Tahun 2011-2013," kata JPU pada KPK.

Perbuatan terdakwa tersebut merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Baca: Yasti Terima Penghargaan Pramuka dari Presiden Jokowi

Jaksa menyebut orang lain dan korporasi yang diuntungkan atas perbuatan Markus Nari adalah:

1. Setya Novanto: 7,3 juta Dollar AS

2. Irman: Rp 2.371.250.000, 877.700 Dollar AS dan 6.000 Dollar Singapura

3. Sugiharto: 3.473.830 Dollar AS

4. Andi Agustinus alias Andi Narogong: 2.500.000 Dollar AS dan Rp1.186.000.000

5. Gamawan Fauzi: Rp 50.000.000 dan 1 unit Ruko di Grand Wijaya dan sebidang tanah di Jalan Brawijaya III melalui Asmin Aulia

6. Diah Anggraeni: 500.000 Dollar AS dan Rp22.500.000

Halaman
1234
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved