Curhat Wali Kota Tangerang soal Menkumham Yassona Laoly
Konflik antara Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) dan Wali Kota Tangerang, Arief R Wismansyah tengah hangat diperbincangkan publik
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
Di UU no 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, kalau saya mengeluarkan izin yang menabrak aturan, maka akibatnya pidana. Jadi maka itu bukan saya mempersulit, tapi di Pasal 70 UU 26 tahun 2007 itu tertulis jika saya melakukan itu, saya bakal terkena pidana.
Keberatan Anda terhadap perkataan Menkumham kemudian menegerucut bahwa anda tidak bertanggung jawab terhadap pelayanan di lahan Kemenkumham. Warga di sekitar lahan tersebut bagaimana ? Apakah ada yang protes ke Anda?
Mereka ya resah. Hari Minggu tanggal 14 Juli 2019, perwakilan RW dan warga datang ke rumah saya. Mereka bilang mohon dipertimbangkan karena sampahnya susah dan lain-lainnya. Saat itu juga saya perintahkan untuk tetap layani, baik itu sampah, PJU, dan perbaikan jalan dan sebagainya.
Baca: Eks Dirut Garuda Belum Juga Ditahan: Ini Penjelasan KPK
Itu karena mereka minta. Dari Kemenkumham, sejak surat ini saya tulis tanggal 10 Juli sampai hari ini, mereka tidak ada komunikasi dengan kita. Mereka mungkin sudah ada pelayanan yang lebih ramah.
Perwakilan masyarakat tersebut, apakah mereka sudah lama menetap di sana atau bagaimana?
Ya sudah lama karena mereka kan pegawai kebanyakan, tapi kan yang kawasan permukiman tetap kami layani. Mereka tetap kami layani dan tidak ada masalah dengan kami. Justru yang di Kemenkumham yang tidak ada komunikasi sama kami, tak minta tidak apa, kan kami pikir mereka punya pelayanan lebih baik.
Ada tidak masyarakat di beberapa wilayah di Kota Tangerang secara spesifik yang datang ke Anda dan kemudian membicarakan soal dampaknya ini?
Begini, saya bikin surat hari Rabu, masyarakat sudah mau bertemu saya hari Kamis, Jumat, dan Sabtu. Kalau waktu itu saya temui mereka langsung nanti saya disangka mendompleng mereka.
Saya tidak mau, makanya saya bilang ke Camat Tangerang untuk menenangkan dulu mereka. Kemudian saya minta Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Tangerang untuk diperiksa lagi bank sampahnya terkait pemilahannya karena saya belajar di Bandung soal bank sampah itu ada yang tidak keluar sampahnya.
Soal PJU apa mau dipindahkan dulu ke rumah biar tetap terang. Intinya kami fasilitasi semuanya.
Karena mereka minta, ya kami fasilitasi. Saya kan tidak mungkin mengorbankan rakyat saya. Namun, masyarakat juga harus tahu runut permasalahannya bahwa mereka tinggal di lahan Kemenkumham yang sampai sekarang belum pernah diserahterimakan. Kalau ini dibiarkan terus kan saya salah juga, membangun di atas lahan orang.
Setelah masyarakat audiensi dengan anda bagaimana kelanjutannya?
Mereka lalu terima kasih ke saya, kemudian mereka kemudian bikin semacam forum. Ketua RW di Kelurahan Masjid misalnya, dia sudah minta izin tertulis ke Kemenkumham untuk membangun madrasah dan mengembangkan masjid, tetapi sampai sekarang tidak diizinkan.
Kemudian di Kelurahan Babakan ada yang minta dibikinkan posyandu dan balai warga tetapi juga tidak diizinkan. Maka itu pertanyaan masyarakat kok buat Balai Kota dikasih, tetapi untuk kepentingan masyarakat saya tidak tahu dan tidak mengerti, apakah ada pertimbangan-pertimbangan di Kemenkumham, tetapi saya tidak mau intervensi ke sana.
Konflik Anda ini kan dengan tokoh sekaliber menteri. Bagaimana Anda melihatnya, apakah ini yang pertama kali atau sebelumnya Anda pernah dalam situasi serupa?