Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

KPK Dibuat Kaget, Aneh bin Ajaib: MA Bebaskan Terdakwa Kasus BLBI

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif mengaku terkejut atas putusan Mahkamah Agung (MA)

Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
Tribunnews.com/Ilham Rian Pratama
KPK dan Lembaga Antikorupsi Afganistan usai melakukan pertemuan di Gedung Merah Putih KPK, Setiabudi, Jakarta Selatan, Senin (11/3/2019) 

Selain itu, BDNI juga disebut menerima BLBI sebesar Rp5,4 triliun dalam periode setelah 29 Januari 1999 sampai dengan 30 Juni 2001 berupa saldo debet dan bunga fasilitas saldo debet.
Namun BDNI melakukan penyimpangan dalam penggunaan dana puluhan triliun tersebut.

BPPN kemudian menetapkan BDNI sebagai bank yang melakukan pelanggaran hukum.

Untuk menyelesaikan persoalan hukum tersebut, BDNI diwajibkan mengikuti Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham (PKPS) dengan pola perjanjian Master Settlement Aqcusition Agreement (MSAA).

BDNI yang mengikuti MSAA itu menjaminkan aset berupa piutang petambak sebesar Rp4,8 triliun.

Utang itu ternyata dijamin oleh dua perusahaan yang juga milik Sjamsul, PT Dipasena Citra Darmadja dan PT Wachyuni Mandira.
Sjamsul menjaminkan hal tersebut sebagai piutang lancar, namun belakangan diketahui bahwa piutang itu merupakan kredit macet.

Syafruddin dinilai terbukti menghapus piutang BDNI kepada petani tambak yang dijamin oleh PT Dipasena Citra Darmadja dan PT Wachyuni Mandira. Kedua perusahaan tersebut merupakan perusahaan Sjamsul Nursalim.

Setelah dilakukan penghitungan, didapatkan hak tagih utang dari para petambak plasma tersebut hanya sebesar Rp220 miliar. Meski demikian, sisa utang BDNI yakni sebesar Rp4,58 triliun belum dibayarkan.

Sementara Syafruddin, yang menjadi Kepala BPPN sejak 22 April 2002, kemudian menandatangani surat yang menjelaskan bahwa Sjamsul sudah menyelesaikan kewajiban PKPS.

Perbuatan Syafruddin dinilai membuat Sjamsul mendapat keuntungan sebesar Rp4,58 triliun. Hal tersebut yang kemudian dihitung sebagai besaran kerugian negara.
KPK menetapkan Syafruddin Arsyad Temenggung sebagai tersangka dan menahannya di Rutan Gedung KPK K-4 sejak 21 Desember 2017.

Akhirnya Syafruddin diadili di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Majelis hakim memutus Syafruddin terbukti merugikan negara sekitar Rp 4,58 triliun terkait penerbitan SKL BLBI kepada BDNI.

Perbuatan Syafruddin telah memperkaya Sjamsul Nursalim, selaku pemegang saham pengendali BDNI tahun 2004. Dia juga diwajibkan membayar denda Rp 700 juta subsider 3 bulan kurungan.

Syafruddin Temenggung mengajukan kasasi setelah Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Namun, majelis hakim PT DKI Jakarta justru memperberat hukumannya menjadi 15 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider 3 bulan kurungan. Dia tetap dinyatakan terbukti bersalah atas penerbitan SKL BLBI kepad BDNI yang menguntungkan Sjamsul Nursalim. (tribun network/ilh/coz)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved