Penjelasan Ahli soal Gempa Dangkal Besar Berpotensi Tsunami
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Maluku Utara mengimbau warga yang tinggal di wilayah pesisir pantai agar dapat lebih waspada
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
TRIBUNMANADO.CO.ID - Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Maluku Utara mengimbau warga yang tinggal di wilayah pesisir pantai agar dapat lebih waspada dan sebaiknya mengungsi ke tempat aman.
Imbauan ini disampaikan Kepala BPBD Maluku Utara Gamal Hadi, setelah adanya peringatan potensi tsunami pasca-gempa berkekuatan 7,1 magnitudo pada kedalaman 10 km, mengguncang 136 km arah barat daya Ternate, Maluku Utara, Minggu malam (7/7/2019) sekitar pukul 00.08 WIT.
Baca: Olly Punya Watak seperti Jokowi: Kata Pengamat soal Peluang Putra Sulut Masuk Kabinet
“Dari BMKG statusnya kan waspada, jadi kami imbau kepada masyarakat menjauh dari daerah pantai dan sungai dan sebaiknya ke lokasi aman,” kata Gamal.
Dia mengakui gempa tersebut sangat membuat panik warga karena guncangannya yang sangat kuat dirasakan. Saat ini, banyak warga di Ternate yang telah mengungsi ke lokasi aman di wilayah ketinggian.
Menurutnya, selain karena arahan dari pihak berwenang, banyak dari warga yang tinggal di kaawasan pesisir pantai juga telah melakukan evakuasi mandiri untuk mengungsi ke lokasi aman. “Warga berkemas-kemas lalu mengungsi sambil membawa tas dan juga barang-barang mereka. Ada anggota polisi juga yang ikut mengarahkan warga,” ujar Gamal.
Bagaimana dampak gempa yang terbilang besar ini? Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Ternate, Mansur P Mahli, kepada wartawan, Senin (8/7) pagi mengatakan, tidak mendapatkan laporan terkait dampak tsunami.
Tidak ada kerusakan, juga korban jiwa. "Kami belum mendapatkan laporan mengenai dampak kerusakan, kerugian harta benda, maupun korban jiwa," kata Mansur, Senin pagi.
Terkait peringatan tsunami yang diterbitkan BMKG seusai gempa, warga yang berada di kawasan pantai sempat mengungsi ke titik yang lebih tinggi dan jauh dari pantai. Sebagian mengungsi di rumah kerabat, ada pula yang mengungsi di kampus Universitas Khairun Ternate. Namun mereka sudah kembali ke rumah masing-masing, terutama pada Senin pagi. "Kondisi relatif kondusif," kata Mansur.
Baca: Peringatan Dini Tsunami Bikin Warga Panik: Begini Permintaan Gubernur
Jangankan gempa berkekuatan 7,1 SR kemarin, gempa berkekuatan 6,9 magnitudo yang mengguncang Tasikmalaya, Jawa Barat, Jumat malam (15/12/2017) pun berpotensi tsunami. Akibat gempa tersebut, ratusan rumah rusak parah dan sedikitnya tiga orang meninggal dunia.
Gempa yang berada di kedalaman 105 kilometer tersebut mengaktifkan sistem peringatan dini tsunami di selatan Jawa. Hingga mendorong beberapa daerah untuk mengevakuasi masyarakat dari pesisir.
Ciamis dan Tasikmalaya dinyatakan siaga tsunami, sedangkan Bantul, Kulonprogo, Garut, Sukabumi Ujung Genteng, Cilacap, dan Kebumen dinyatakan waspada tsunami.
Kemarin, BMKG mengeluarkan peringatan dini tsunami sejak gempa M7 mengguncang Ternate, Maluku Utara, pada Minggu (7/7) pukul 22.08 WIB. BMKG akhirnya menyampaikan informasi berakhirnya peringatan tsunami pada Senin (8/7) pukul 00.09 WIB atau 02.09 WIT.
Bagaimana bisa gempa sebesar 7,1 di Ternate dan melanda Manado (Sulut) ternyata tidak mengakibatkan tsunami?
Ternyata tsunami tak terjadi atau setidaknya gelombang dengan ukuran yang membahayakan tak teramati. Warga kepulauan sekitar pusat gempa aman dari ancaman gelombang berbahaya itu.
Baca: Mata Istri Kivlan Zen Berkaca-kaca: Ini Kata Pengacara soal Sidang Ditunda
"Semalam, kami bersama camat dan kepala desa menyusuri sepanjang pantai. Tak ada kerusakan," kata Kepala Bidang Kedaruratan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Halmahera Barat Zainal Tomagola kepada wartawan, Senin (8/7).
Kepala Bidang Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG, Daryono, mengatakan ada beberapa ciri gempa yang berpotensi tsunami. Titik gempa terjadi di laut, kekuatannya di atas 7 magnitudo, dan kedalamannya kurang dari 20 km.
Tsunami paling merusak dihasilkan dari gempa besar dan dangkal dengan pusat gempa atau patahan di dekat atau di dasar laut. Namun, tidak semua gempa besar berpotensi tsunami. Ini biasanya terjadi di daerah yang ditandai subduksi tektonik (zona yang terdapat pada batas antarlempeng yang bersifat memusat) di sepanjang batas lempeng tektonik.
Tingginya seismisitas (daerah persebaran gempa) di suatu daerah disebabkan oleh benturan lempeng tektonik. Ketika lempeng-lempeng ini saling melewati satu sama lain, akan menyebabkan gempa besar yang membuat area dasar laut bergerak miring dan bergeser dari mulai beberapa kilometer hingga 1.000 kilometer atau lebih.
Perpindahan vertikal secara tiba-tiba di area yang begitu luas ini mengganggu permukaan laut. Dasar laut menjadi naik turun, mengganggu keseimbangan air laut, dan menghasilkan gelombang tsunami.
Gelombang bisa menempuh jarak yang jauh dari wilayah sumber, lalu menyebarkan kehancuran di sepanjang wilayah yang dilaluinya.
Misalnya, tsunami besar tahun 2004 di Aceh dihasilkan oleh gempa berskala 9,1 magnitudo. Atau tsunami Cile tahun 1960 dihasilkan dari gempa berskala 9,5 magnitudo yang memiliki zona rekahan permukaan lebih dari 1.000 km. Gelombangnya merusak tidak hanya di Cile, tapi juga sejauh Hawaii, Jepang, dan tempat lain di Pasifik.
Lebih dari 80 persen tsunami dunia terjadi di Pasifik di sepanjang zona subduksi cicin apinya. Namun, ukuran menilai gempa yang berpotensi tsunami bukan semata dari kekuatan ataupun kedalaman gempa.
Menurut Daryono, peringatan tsunami berdasarkan database pemodelan tsunami indonesia dari decision support system (DSS) yang dioperasikan oleh Sistem Peringatan Dini Tsunami BMKG.
Database ini diambil dari skema wilayah Indonesia yang berpotensi tsunami, dengan melihat lokasi episenter, kedalaman hiposenter, dan mekanisme sumbernya. Database tsunami ini sudah dibuat, jadi saat terjadi tinggal di-running saja.
DSS akan menganalisis gempa berdasarkan parameter gempa yang diperoleh. Kemudian, input parameter tersebut akan digunakan untuk menentukan daerah mana saja yang akan terdampak, dengan hasil perkiraan waktu tiba dan ketinggian tsunami.
Berdasarkan pemodelan ini pula, gempa bumi yang menimpa Tasik dinyatakan memberikan ancaman potensi tsunami, sesuai proposal peringatan dini tsunami yang dikeluarkan.
Status waspada tsunami akibat gempa dinyatakan berakhir seiring dengan semakin menurunnya potensi tsunami. “Acuannya adalah estimate time arrival ditambah dua jam,” tutur Daryono. Dengan kata lain, tsunami tak hanya tergantung gempa, tapi juga kerawanan daerah. (dtc/kumparan)