Inilah Lima Pasal Syarat Poligami yang Bikin Istri Gubernur Aceh Terkejut
Pemerintah Aceh akan melegalkan poligami atau pernikahan lebih dari satu istri. Ketentuan mengenai hal itu diatur.
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Pemerintah Aceh akan melegalkan poligami atau pernikahan lebih dari satu istri. Ketentuan mengenai hal itu diatur di dalam Rancangan Qanun Hukum Keluarga yang sedang digodok oleh Komisi VII DPRA dan direncanakan akan disahkan menjadi qanun pada September, menjelang berakhirnya masa jabatan anggota DPRA periode 2014-2019.
Saat ini, pihak Komisi VII sedang melakukan proses konsultasi draf rancangan qanun tersebut ke Jakarta, yakni ke Kementerian Agama (Kemenag) dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA). Terkait hal tersebut istri dari Gubernur Aceh Non Aktif, Irwandi Yusuf, Darwati Gani ikut angkat bicara.
Baca: Jaga Kondisi Pemain Tanpa Berlatih Arungi Jadwal Kompetisi, Bali United Tetap Siap Jalani Laga
Ia mengaku terkejut aturan mengenai poligami tersebut sangat cepat prosesnya. "Cepat kali dibahas itu sama mereka (anggota DPRA), tidak ditunggu saya duduk di Komisi VII dulu," ujar Darwati.
Darwati adalah salah satu caleg DPRA terpilih yang maju bersama Partai Nanggroe Aceh (PNA) dari daerah pemilihan (dapil) I pada Pemilu 2019 beberapa waktu lalu. Terkait poligami, Darwati mengomentarinya cukup bijak dan serius. Ibu dari Pilot Putroe Sambinoe Meutuah ini menjelaskan, poligami memang bukan sesuatu yang salah, apalagi hal itu juga dijelaskan dalam Alquran.
Namun, katanya, pesan kuat Alquran dalam ayat tentang poligami adalah pentingnya mewujudkan keadilan dalam keluarga. Menurutnya, Alquran mengingatkan, bahwa monogami (satu istri) lebih dekat untuk tidak berbuat aniaya, dari pada poligami.
"Yang berarti mewujudkan keadilan dalam poligami lebih sulit dari pada dalam monogami. Nikah siri dan poligami sama-sama rentan pada ketidakadilan maka keduanya sama-sama tidak bisa dijadikan solusi untuk mengatasi masalah lainnya," kata Darwati.
Baca: Menangis Lihat Foto sang Anak: Ini Kenangan Ayah Sutopo
Yang lebih penting katanya, suami memiliki tanggung jawab dalam mendidik dan membina keluarga. "Didik dan bangunlah masyarakat untuk setia dan bertanggungjawab dalam memenuhi tanggungjawab perkawinan yang tidak mudah, walau monogami. Konon lagi poligami walau nikah terang-terangan apalagi menikah siri," katanya.
Suami dan istri juga bertanggung jawab untuk mendidik masyarakat guna membangun tradisi perkawinan yang sehat lahir batin untuk semua anggota keluarga. "Agar sehat juga masyarakat dan negaranya. Rasulullah memonogami dengan Siti Khatijah selama 25 tahun dan hanya 8 tahun berpoligami. Bedakan beliau dengan umatnya? Mereka mesti tahu diri," ujar Darwati A Gani.
Kantor Wilayah Kementerian Agama Aceh menyatakan, sampai saat ini belum ada koordinasi antara DPR Aceh dengan Kemenag mengenai wacana untuk melegalkan poligami di wilayah Serambi Mekkah itu.
"Terkait dengan statmen anggota DPRA akan melegalkan poligami, belum ada koordinasi langsung dengan kita di Kemenag Aceh, begitu juga dengan surat tertulis yang dikirim ke Kemenag Aceh," kata Kasubbag Informasi dan Humas Kanwil Kemenag Aceh Muhammad Nasril.
Nasril membenarkan saat in DPRA tengah menggodok qanun tentang Hukum Keluarga. Di dalamnya juga ada tim dari Kemenag.
"Namun, saat tim kita hadir pembahasannya tentang tugas pencatatan nikah, bimbingan pernikahan dan beberapa pembahasan lainnya, pada saat pembahasan pasal tentang poligami subtansinya masih seperti yang termaktub dalam UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan KHI," kata dia.
UU Perkawinan yang ada saat ini mengatur sejumlah syarat apabila seorang suami akan beristri lebih dari seorang. Ia wajib mengajukan permohonan kepada pengadilan di daerah tempat tinggalnya.
Pengadilan pun hanya akan memberikan izin apabila istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri, istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan, serta istri tidak dapat melahirkan keturunan.
Baca: GEMPA 7,1 SR Guncang Barat Daya Ternate, BMKG Beri Peringatan Dini Tsunami, Masyarakat Jangan Panik
Selain itu, istri yang akan dimadu juga harus memberi persetujuan. Sang suami juga harus mampu memenuhi kebutuhan seluruh istri dan anak serta berlaku adil. "Jadi, Kemenag Aceh tetap berpegang pada aturan perundang-undangan yang berlaku, apalagi DPRA baru sebatas menyusun draf, belum disahkan menjadi qanun," kata dia.
Ketua Komisi VII DRPA Aceh Musannif menjelaskan Qanun Hukum Keluarga itu sedang dibahas di DPRA sejak 3 bulan lalu. Musannif mengatakan, rancangan Qanun Hukum Keluarga yang mengatur tentang pokok pelaksanaan syariat Islam di Aceh itu merupakan usulan dari Pemerintah Aceh atau eksekutif.
Tak hanya soal poligami, Qanun Hukum Keluarga itu mengatur tentang perkawinan, perceraian, perwalian, peminangan, mahar, dan lainnya.
Nikah Siri
Kepala Dinas Syariat Islam Provinsi Aceh, Alidar mengatakan maraknya pernikahan siri menjadi salah satu alasan dibentuknya Qanun soal poligami. Namun, Alidar mengaku belum memiliki data secara pasti terkait angka pernikahan siri yang terjadi di tengah masyarakat dalam beberapa waktu terakhir, apakah mengalami peningkatan atau tidak.
"Kalau datanya saya tidak tahu pasti, tapi pernikahan siri terus terjadi di masyarakat," kata Alidar.
Dia mengatakan proses penerbitan qanun untuk melegalkan poligami ini telah masuk tahap finalisasi draf. Menurutnya, saat ini tim masih mengumpulkan sejumlah data yang dibutuhkan dari Komisi Nasional (Komnas) Perempuan.
"Qanun sedang disusun drafnya, sudah dibahas baru memfinalkan draf oleh Dewan Syariat [Islam] dan DPRA. Ini teman-teman juga sedang mengumpulkan data ke Komnas Perempuan," ucap Alidar.
Alidar menyampaikan pihaknya akan memasukkan aturan agar para pengantin yang ingin menikah harus menjalani tes bebas narkoba lebih dahulu. "Pembahasan 2019 ini, apakah pasal itu masuk [dilihat nanti]. Termasuk kami juga usul di draf qanun itu ada tes narkoba," tuturnya.
Sementara itu, Komisioner Komnas Perempuan Adriana Venny menyebut anak dan perempuan yang akan pertama kali menjadi korban ketika ada poligami. Menurutnya Qanun soal poligami di Aceh tersebut seharusnya dilarang.
"Bagi Komnas Perempuan, poligami merupakan bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak. Praktik ini harus dilarang, sama halnya di banyak negara mayoritas muslim, melarang praktik poligami," ujarnya.
Solidaritas Pembela Keterwakilan Perempuan (SPKP) Aceh berharap qanun tersebut tidak mencederai rasa keadilan yang justru dilarang oleh agama. Juru Bicara SPKP, Arabiyani SH MH mengatakan raqan yang didalamnya memuat masalah perkawinan, perceraian, harta warisan, dan poligami tersebut harus didiskusikan secara mendalam dengan berbagai pihak, dimensi apa yang ingin dicapai dari penerapan qanun tersebut ke depan.
“Sehingga perempuan tidak dikorbankan oleh penafsiran-penafsiran yang tak melihat persoalan secara holistik. Saya mengajak DPRA agar tidak terburu-buru dengan qanun ini. Jangan hanya mengejar target penyelesaian qanun tapi miskin subtansi dan tidak aplikatif. Yang kita inginkan adalah keadilan kepada semua,” katanya.
Karena itu, Arabiyani mengajak semua pihak agar tidak berprasangka (prejudis) dulu terhadap raqan ini. “Tapi bawa isi qanun ini ke dalam diskusi yang lebih mendalam dengan melibatkan berbagai prespektif. Jangan sampai qanun tersebut malah mencederai rasa keadilan yang justru dilarang oleh agama itu sendiri,” ujar dia. (Tribun Network/bur/kps/wly)
Lima Pasal Syarat Poligami
Dalam draf yang sedang dibahas oleh DPRA itu setidaknya ada lima pasal yang mengatur syarat dan kriteria bagi suami yang ingin menikah lebih dari satu orang isteri. Berikut ini aturannya:
Pasal 46
(1) Seorang suami dalam waktu yang bersamaan boleh beristeri lebih dari 1 (satu) orang dan dilarang lebih dari 4 (empat) orang.
(2) Syarat utama beristeri lebih dari 1 (satu) orang harus mempunyai kemampuan, baik lahir maupun batin dan mampu berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anaknya.
(3) Kemampuan lahir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan sandang, pangan dan tempat tinggal untuk kehidupan isteriisteri dan anak-anaknya.
(4) Kemampuan tersebut harus dibuktikan dengan sejumlah penghasilan yang diperoleh setiap bulan dari hasil pekerjaan baik sebagai Aparatur Sipil Negara, pengusaha/wiraswasta, pedagang, petani maupun nelayan atau pekerjaan lainnya yang sah.
(5) Kemampuan batin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan, biologis, kasih sayang dan spiritual terhadap lebih dari seorang isteri.
(6) dalam hal syarat utama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak mungkin dipenuhi, seorang suami dilarang beristeri lebih dari 1 (satu) orang.
Pasal 47
(1) Seorang suami yang hendak beristri lebih dari 1 (satu) orang harus mendapat izin dari Mahkamah Syar’iyah.
(2) Pernikahan yang dilakukan dengan isteri kedua, ketiga dan keempat tanpa izin Mahkamah Syar’iyah, tidak mempunyai kekuatan hukum.
Pasal 48
(1) Mahkamah Syar’iyah hanya memberi izin kepada suami yang akan beristeri lebih dari 1(satu) jika: a. Isteri tidak dapat menjalankan kewajiban sebagaimana diatur dalam Qanun ini; atau b. Isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan, yang dibuktikan dengan keterangan dari dokter ahli.; atau c. Isteri tidak dapat melahirkan keturunan, yang dibuktikan dengan keterangan dari dokter ahli.
(2) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah persyaratan alternatif, artinya salah satu syarat terpenuhi seorang suami sudah dapat mengajukan permohonan beristeri lebih dari 1 (satu) orang meskipun isteri atau isteri-isteri sebelumnya tidak menyetujui, Mahkamah Syar’iyah dapat memberikan izin kepada suami untuk beristeri lebih dari satu orang.
Pasal 49
(1) Selain syarat utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (2), untuk memperoleh izin Mahkamah Syar’iyah harus pula dipenuhi syarat-syarat: a. adanya persetujuan isteri atau isteri-isteri; dan b. adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup isteri-isteri dan anak-anak mereka.
(2) Persetujuan istri atau isteri-isteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat diberikan secara tertulis atau secara lisan.
(3) Persetujuan lisan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan oleh isteri di hadapan sidang Mahkamah Syar’iyah. (4) Persetujuan sebagaimana pada ayat (1) huruf a tidak diperlukan bagi seorang suami, jika isteri atau isteri-isterinya tidak mungkin diminta persetujuannya dan tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian atau apabila tidak ada khabar dari isteri atau isteri-isterinya paling kurang 2 (dua) tahun atau karena sebab lain yang perlu mendapat pertimbangan hakim.
Pasal 50
(1) Dalam hal isteri atau isteri-isteri tidak mau memberikan persetujuan, sedangkan suami yang mengajukan permohonan izin beristeri lebih dari seorang sudah mampu memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49, hakim dapat mempertimbangkan untuk memberikan izin kepada suami untuk beristeri lebih dari seorang.
(2) tata cara mengajukan permohonan beristeri lebih dari seorang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.