Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Gerindra Tak Mengelak Jika Ada Tawaran Langsung dari Jokowi, PKS Tegas Jadi Oposisi

Pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memutuskan menolak semua tuntutan pemohon yakni Pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno.

Editor: Aswin_Lumintang
Kolase TribunWow.com
Prabowo dan Jokowi 

TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memutuskan menolak semua tuntutan pemohon yakni Pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno. Koalisi Adil dan Makmur tak benar-benar bubar seperti yang diperkirakan banyak kalangan.

Prabowo dan Jokowi - Pidato setelah Putusan MK
Prabowo dan Jokowi - Pidato setelah Putusan MK (Kolase foto Tribunnews)

Pasalnya, Partai Gerindra dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) memastikan keduanya akan mengambil posisi oposisi terhadap pemerintahan Jokowi-Ma'aruf nanti.

Anggota Dewan Pembina Gerindra Maher Algadri mengatakan dalam rapat Badan Pemenangan Nasional dan Pimpinan Partai pengusung Prabowo-Sandiaga di kediaman Prabowo Subianto semalam belum membahas soal adanya tawaran koalisi dari kubu Jokowi.

"Enggak, enggak ada, enggak dibahas. Koalisi itu kan musti ada tawaran, enggak ada kok," ujar Anggota Dewan Pembina Gerindra Maher Algadri, di kediaman Prabowo, Jalan Kertanegara nomor 4, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis tengah malam, (27/6/2019).

Baca: Ingin Berwisata ke Afrika Selatan? Simak Tips untuk Perjalanan tak Terlupakan

Baca: Penjelasan Hakim MK Soal Dalil Pemilih di Bawah Umur, Data Ganda, NIK Kecamatan Siluman

Baca: Garuda Indonesia Didenda Rp 100 Juta, Kemenkeu Temukan Pelanggaran di Laporan Keuangan

Lagipula menurut Maher, belum ada tawaran resmi dari Jokowi kepada partai Gerindra atau Prabowo Subianto untuk bergabung dengan koalisi.

Yang ada hanya komunikasi dari perorangan yang mengklaim mewakili pihak Jokowi.

Sehingga menurutnya, bisa diartikan tawaran tawaran kerjasama politik belum masuk ke meja Prabowo Subianto.

"Enggak ada, enggak pernah ada," katanya.

Menurut Maher, Partai Gerindra sama sekali tidak pernah meminta atau membuka komunikasi koalisi dengan kubu Jokowi.

Komunikasi justru selalu datang dari pihak luar, namun komunikasi tersebut tidak resmi artinya tidak langsung dari Jokowi.

"Tidak pernah dari Gerindra, orang dari luar. Yang mewakili katanya dari sebelah sana ingin berkoalisi. Dari mana? Kita engga bisa nanggapi yang gitu dong. Kalau resmi itu surat dari Jokowi, itu baru benar," tuturnya.

Kata Luhut soal Gabung Koalisi

Menteri Kordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan tidak menutup kemungkinan kubu oposisi bergabung dengan pemerintah pascapemilu 2019.

Sebelumnya dikabarkan kubu posisi menjalin komunikasi dengan partai koalisi pemerintah dalam upaya rekonsiliasi pasca Pilpres 2019.

Baca: Live Streaming Copa America 2019 - Apakah Argentina Akan Kembali Mengulang Momen Piala Dunia 2018?

Baca: Tiketnya Dijual Mulai Hari Ini, Berikut Sinopsis dan Jadwal Tayang Film Spiderman: Far From Home

Baca: Seorang Nenek Ditemukan Tak Bernyawa, Kakinya Terikat, Diduga Korban Perampokan.

Baca: Mungkinkah Jokowi Sambangi Rumah Prabowo Seperti 2014 Silam? Ini Kata Luhut

"Kalau itu sih saya kira tanya presiden ya. Tapi pada dasarnya tidak menutup kemungkinan-kemungkinan itu terjadi," kata Luhut di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, (25/6/2019).

Hanya saja luhut mengaku tidak tahu apakah ada penawaran penawaran posisi atau jabatan tertentu dari Jokowi kepada oposisi dalam upaya menjalin rekonsiliasi itu.

Kuasa hukum kubu 01 dan 02, KPU RI hingga Bawaslu berfoto bersama usai berakhirnya sidang sengketa hasil Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat pada Jumat (21/6/2019). (Tribunnews.com/Rizal Bomantama)
Begitu pula dengan sosok yang diutus Jokowi dalam membuka komunikasi dengan kubu Prabowo.

"Kalau itu saya nggak tahu. Saya nggak mau jawab," katanya.

Sebelumnya permintaan adanya rekonsiliasi datang dari dua kubu baik itu TKN Jokowi-Maruf maupun BPN Prabowo-Sandiaga.

Sebagian dari mereka berpandangan bahwa dalam menjalin rekonsiliasi pasca Pilpres nanti tidak perlu adanya pembagian kekuasaan atau power sharing.

Ketua DPP PDI Andreas Hugo Pareira mengatakan apabila ada pembagian kekuasaan maka tidak akan ada yuang menjadi penyeimbang atau pengoreksi pemerintah.

“Siapa yang akan jadi partai penyeimbang di luar? Kami PDIP ini sudah pernah menjadi partai yang di luar pemerintahan 10 tahun dan kami merasakan betul manfaat jadi partai penyeimbang di luar pemerintahan itu penting,” kata Andreas di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, kamis (20/6/2018).

Hal senada disampaikanjuru bicara BPN Prabowo-Sandiaga, Saleh Partaonan Daulay.

Menurutnya dalam menjalin rekonsiliasi tidak harus ada pembagian kekuasaan (power sharing). karena menurutnya rekonsiliasi dijalin bukan untuk kepentingan pribadi atau kelompok, melainkan untuk kepentingan bangsa.

"Engga mesti ya karena dalam rekonsiliasi itu kepentingan yang diajukan bukan sektoral parpol tapi keptingan bangsa dan negara. Kalau masih terus-terusan ribut maka engga akan selesai," kata Saleh di Kompleks Parlemen, senayan, Jakarta, Senin, (24/6/2019).

Selain itu menurut Saleh, dalam menjalin rekonsiliasi, tidak berarti harus mengakomodir semua partai masuk ke dalam pemerintahan. Dalam negara demokrasi harus tetap ada oposisi yang mengawasi pemerintahan.

"Dan harus dijaga kunci oposisi yang konstruktif, karena tanpa itu maka terlalu kuat pemerintahan, karena engga ada yang koreksi sama sekali dan sampaikan sesuatu yang berbeda, itu sangat tidak tepat," katanya.

Kata PKS

Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera mengatakan, kompetisi dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) ada awal dan akhir.

Ia mengatakan, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyatakan pasangan Jokowi-Ma'ruf menang dalam Pemilu 2019, sehingga Jokowi memiliki amanah untuk memimpin Indonesia.

Namun, kata dia, koalisi Prabowo-Sandiaga saat ini harus menjadi koalisi oposisi yang kritis dan konstruktif.

"Terlepas dari ada kekurangan dalam proses dan pelaksanaan pemilu, bangsa ini mesti melangkah ke depan. Dan lima tahun ke depan Pak Jokowi mendapat amanah memimpin negeri ini," kata Mardani dalam keterangan tertulis, Jum'at, (28/6/2019).

Mardani mengajak partai-partai koalisi pendukung Prabowo-Sandiaga merapikan barisan untuk menjadi oposisi kritis dan konstruktif sebagai penyeimbang pemerintah.

"Saatnya kita merapihkan barisan untuk menjadi oposisi yang kritis dan konstruktif sebagai kekuatan penyeimbang pemerintah. Selama kita istiqomah membela rakyat, sama saja kebaikan yang didapat, baik di dalam ataupun di luar pemerintahan," ujarnya.

Selanjutnya, Mardani mengatakan, koalisi Indonesia Adil dan Makmur sangat layak untuk diteruskan menjadi penyeimbang untuk mengawal pemerintahan selanjutnya.

"Koalisi Adil Makmur sangat layak diteruskan menjadi kekuatan penyeimbang untuk mengawal agar pembangunan benar-benar ditujukan untuk kepentingan rakyat," pungkasnya.

Sebelumnya, majelis hakim konstitusi menolak seluruh gugatan sengketa hasil Pemilu Presiden 2019 yang diajukan pasangan calon presiden-calon wakil presiden Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

Menurut Mahkamah, permohonan pemohon tidak beralasan menurut hukum

Penulis: Taufik Ismail
Editor: Imanuel Nicolas Manafe

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved