Breaking News
Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Kisah Kawasaran Totokayi

Kisah Kawasaran Totokayi, Sekali Tampil Dibayar Rp 3 Juta

Apabila Minahasa berada dalam keadaan perang, maka para penari Kawasaran menjadi Waraney

Penulis: | Editor: Maickel Karundeng
David Lalujan/Tribun Manado
Kisah Kawasaran Totokayi, Sekali Tampil Dibayar Rp 3 Juta 

“Sekali pentas Kawasaran Totokayi dibayar Rp 3.000.000 tetapi tergantung durasi dan lokasi pentas juga, jika ada pentas pagi dan sore akomodasi makan siang ditanggung oleh panitia” ungkap Tuama Berti.

Anggota Sanggar Kawasaran Totokayi dibayar tiap pentas.

“Kita memberi insentif kepada anggota sebesar 50 sampai 100 ribu rupiah” ujar Tuama Micky.

Tuama Berti dan Tuama Micky mengungkapkan untuk mencari untung dalam kebudayaan itu sulit.

“Untuk mencari untung dalam kebudayaan itu susah, kita melakukannya hanya karena senang dan ingin kebudayaan ini terpelihara dan memberikan kepuasan tersendiri, itu saja tidak mengharapkan untung lebih” ungkap mereka berdua.

Pakaian khas Kawasaran memiliki aksesoris, seperti tengkorak kepala ‘yaki’ (monyet khas Sulawesi Utara) dan burung elang laut dimana ini bukan aksesoris semata tetapi memiliki arti tersendiri.

“Tengkorak kepala yaki menjadi simbol para waraney sudah memberantas pemberontak, tengkorak anoa (babi rusa) disimbolkan dengan leluhur Minahasa yang suka berburu, tengkorak burung taong (burung julang Sulawesi) dan tengkorak elang laut disimbolkan suka memperhatikan dan membantu kaum yang lemah” ungkap Tuama Berti.

Baca: Benedicta Lolong : Melestarikan Budaya Lewat Tarian Perang

Pakaian Kawasaran Totokayi telah melalang buana ke Nusantara bahkan Internasional.

“Pakaian ini pernah dipakai top model nasional di Pulau Bangka dengan mengikuti parade sambil memainkan pedang dan perisai dan juga pernah dipakai di Thailand dan pakaian ini disewakan sebesar 1,5 juta rupiah untuk keluar daerah dan 1 juta rupiah dalam daerah” ujar Tuama Berti.

“Tetapi tidak selalu kami mematok tarif dalam pentas dan sewa busana, jika itu dalam acara kebudayaan kami melakukannya dengan gratis dan ikhlas” ungkap Tuama Micky.

Kawasaran Totokayi sudah berjanji tidak akan mengikuti lomba lagi dikarenakan kecewa dengan juri perlombaan.

“Kami kecewa waktu pengumuman meraih juara 1 dan pada penyerahan hadiah menjadi juara 3” ungkap Tuama Berti.

Pengalaman tersebut membuat Kawasaran Totokayi tidak akan mengikuti lomba lagi dan hanya akan menampilkan pentas mereka dalam acara kebudayaan.

Tuama Berti termasuk senior dalam Kawasaran dikarenakan tua – tua telah berpulang.

Tuama Berti punya keahlian khusus pada dirinya.

“Saya bisa atraksi memotong leher dan lidah dengan parang tanpa tergores sedikit pun tapi bedakan ya, ini budaya, bedakan budaya dan agama” ujar Tuama Berti. (dio). 

Baca: Sulut United Latihan di Stadion Ahmad Yani Sumenep, Optimistis Curi Poin dari Tuan Rumah

Baca: Cetak 252 Gol Selama Karier, El Nino Umumkan Gantung Sepatu

Sumber: Tribun Manado
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved